Summary : Kesan pertama sungguh memalukan bagi Miku saat bertemu dengan Len. Tiap hari mereka selalu bertengkar. Namun, mereka harus terikat dengan tali pertunangan, yang merupakan sebuah sandiwara belaka. Tapi, beragam perkara muncul, yang membuat hati Len yang lama terdiam menjadi bergetar.
.
.
Heart Paralyzed
Disclaimer : Yamaha Corp dan pihak-pihak yang bersangkutan lainnya
.
.
Seorang gadis berlari di sepanjang trotoar. Nafasnya terengah-engah. Sebuah amplop coklat besar berada dalam pelukannya. Gadis itu kemudian berhenti tepat di sebuah kantor penerbitan. Kepalanya mendongak. Dia membaca papan nama yang tertera di situ, Kagamine's Media. Sebuah senyum sumringah terukir di wajah manis gadis itu.
Kagamine's Media, sebuah perusahaan penerbitan yang selalu melahirkan karya-karya yang melegenda dari penulis terkenal dan berbakat. Tak sembarang orang bisa menerbitkan buku dari perusahan penerbitan itu yang disebut-sebut peringkat ketiga di dunia. Membuat gadis tadi, Hatsune Miku bercita-cita untuk menerbitkan karyanya di penerbitan tersebut.
Dengan langkah penuh semangat, Miku memasuki kantor yang bergaya modern tersebut. Di dalamnya, banyak pegawai yang lalu lalang. Mereka semua nampak sibuk ini dan itu. Miku menebar pandangan dan mengamati setiap sudut ruangan itu. Aha! Mata Miku menangkap sebuah lift yang hampir tertutup.
Sesegera mungkin Miku memasuki lift tersebut, sebelum pintunya tertutup. Namun sayangnya , tali sepatunya belum terikat dengan benar dan akhirnya terinjak. Miku pun terjatuh saat memasuki lift tersebut. Miku terjatuh dan menimpa seorang pemuda yang berada di depannya.
Mereka berdua jatuh berpelukkan. Pintu lift pun tertutup. Dan hanya ada mereka berdua.
Jantung Miku berdegup kencang. Pipinya memerah. Dia tidak berani untuk melihat keadaan. Miku menutup matanya sambil berdiri dan menjauh dari pemuda tersebut.
"Ma-maafkan aku! A-aku gak s-sengaja…" pinta Miku gelagapan. Miku memberanikan diri untuk membuka matanya. Dia melihat, pemuda itu berusaha berdiri walau sempoyongan karena tertimpa badan Miku yang lumayan berat.
Miku menggigit bibir bawahnya, "Sekali lagi, aku mi-minta maaf…" ujar Miku sambil bungkuk-bungkuk.
Pemuda yang memiliki rambut berwarna pirang itu menatap tajam pada Miku, "Dasar bodoh!" ujar pemuda itu bagai petir yang menyambar Miku di tengah siang bolong.
Miku mengerutkan keningnya. Merasa tidak terima, Miku menginjak kaki pemuda itu, "Apa, maksudmu!?"
"Aaakh-!" pemuda itu meringis kesakitan sambil memegangi kakinya.
"Heee…! Aku sudah minta maaf secara baik-baik, tapi malah seperti itu! Tidak sopan!" Miku mulai menggerutu.
Pemuda itu menatap kesal ke arah Miku, "Aish..! Cewek ini!" dengusnya sebal. "Mau apa sih, kamu datang ke sini?" tanya pemuda itu sinis.
Miku menatap si pemuda itu dari atas sampai bawah. Mengamati pakaian pemuda tersebut. Atasan kaus oblong warna hitam polos yang pas di badan terus bawahannya, jeans yang robek-robek, terus pakai sepatu kets yang sudah usang, mana kupingnya ditindik lagi. Miku mengerucutkan mulutnya, kemudian memandang remeh si pemuda itu.
Huh! Dia pasti buruh di sini! Gayanya saja, sudah jelas, seperti seorang supir atau pembantu, pikir Miku. "Aku ke sini, ingin menerbitkan buku tau! Aku akan menjadi seorang penulis terkenal dan melegenda!" ujar Miku membanggakan diri.
Pemuda itu memandang aneh ke arah Miku, "Oh, yah?" tanyanya dengan nada meremehkan.
Miku melototi pemuda itu, "HEI!"
Pemuda itu mendengus sebal plus menatap Miku dengan wajah tak suka.
Pintu lift itu pun terbuka. Miku berjalan mendahuli pemuda tadi. Tiba-tiba Miku berhenti. Dia melihat seseorang. Matanya terbelalak. Seseorang yang selama ini dia idolakan!
"Megurine-san!" serunya sambil menghampiri idolanya, yang tak lain adalah seorang penulis terkenal.
Orang itu menoleh ke arah Miku. Dia tersenyum pada salah satu fansnya ini, "Hm, ada apa Miku-chan?"
Miku bersorak kegirangan, "Huuaahh! Megurine-san kenal aku, yah?"
Sang idola itu mengangguk, "Kau yang paling sering berkomentar tentang karyaku di blog-ku, makanya aku kenal kamu."
Megurine Luka, idola Miku selama ini. Wanita cantik berambut pink panjang dan mengenakan bando hitam ini, penulis terkenal. Dia sudah melahirkan mahakarya yang selalu mendapat peringkat di hati pembacanya. Karyanya selalu fresh and new. Gak pernah ngebosenin. Dan tentunya, lahir dari perusahaan penerbitan, 'Kagamine's Media.'
"Miku-chan, ada perlu apa datang ke sini?" tanya Luka lembut.
Miku tersenyum lebar, "Aku ingin mengirimkan novelku di sini. Aku sangat ingin, menerbitkan karyaku di sini, Megurine-san," terang Miku.
Luka tertawa pelan, "Kau ini…. Kamu, langsung saja bertemu ketua editor di sini."
Miku mengerutkan keningnya, "Ketua editor? Siapa?"
Luka menunjuk ke arah belakang Miku, "Itu orangnya!"
Miku menoleh ke arah yang ditunjuk Luka. Matanya terbelalak. "HAHH?" seru Miku tak percaya.
Kepala editor itu adalah, pemuda tadi! Pemuda berambut pirang yang memiliki mata berwarna biru langit. Tungkai kaki Miku serasa melemas. Betapa malunya dia. Kejadian di lift tadi menambah Miku semakin lemas dan malu.
Si pemuda itu tersenyum penuh kemenangan, "Heh… Satu-kosong!"
Miku, "…*sigh*..." apa daya sekarang, dia akan terus-terusan bertemu dengan orang itu di kantor ini.
.
.
.
"Wah, kalian sudah pernah bertemu dong!" kata Luka. Senyumnya masih terpampang diwajah gadis cantik ini.
"Sudah…" jawab Miku lemas.
Dia menatap sang kepala editor itu. Miku menghela nafas penuh sesal. Kenapa aku baru sadar? Keluarga Kagamine, pemilik perusahaan ini, selalu memiliki ciri yang sama. Rambut pirang dan bermata biru langit cerah, wajahnya seperti orang Barat, padahal orang Jepang. Aish! Kenapa otakku lambat sekali! Aku juga, sudah menyombongkan diri, jatuh menimpanya, dan menendang kakiknya, lagi! Huaaaaa….! Maaaluuu…
Luka menyikut Miku, "Hei! Kenapa bengong?"
Miku tersadar dari lamunannya, "Ah.."
"Kenalan dulu," saran Luka.
Miku mengulurkan tangannya, mengajak bersalaman, "Hatsune Miku," ujarnya pelan.
Len membalas jabatan tangan Miku sambil menyeringai, "Kagamine Len."
Luka melirik ke arah arloji yang berada di tangannya, "Aku pamit dulu, yah! Kalian lanjutkan saja, berdua," ujarnya. Luka menatap Miku, "Miku-chan! Gambatte!" ucapnya kemudian pergi.
"Jadi?" ucap Len dengan salah satu alis terangkat.
"A-aku ingin me-menerbitkan sa-salah satu novelku," jawab Miku gelagapan. Dia tidak berani menatap mata Len.
"Sini, biar aku baca karyamu," Len meminta amplop yang di pegang Miku. Miku menyerahkan amplop itu. Len membukanya, dan mengeluarkan sebuah kertas dari dalam amplop tersebut. Gak lama kemudian, sekitar beberapa menit, Len selesai membacanya.
"Pasaran," komentarnya pedas.
Miku melongo, "Hah?! Maksudmu apa? Baca yang benar, dong! Baru beberapa detik, sudah berkomentar," Miku mulai naik pitam.
Orang-orang yang berada di sekitar kantor tersebut menatap Miku tak percaya. Pasalnya, selama ini, tidak ada yang berani membentak si kepala editor itu.
"Hei! Aku saja yang baca sekilas, udah tau jalan ceritanya! Novel yang kayak begini udah banyak! Yang kreativ dong! Jangan pelagiat! Kelihatan amiatir banget, sih" Len mulai mengkritik.
Miku menatap Len dengan sebal, "Memangnya, jalan ceritanya kayak apa?" tanya Miku menantang.
Len memutar bola matanya, "Tokoh utama Rei, yang suka sama cewek yang udah sakit-sakitan namanya Fei. Terus, Rei akan menemani Fei sampai akhir hayatnya. Dan akhirannya pasti sad ending, Fei mati. Ya 'kan?"
Miku melongo tak percaya, kenapa dia bisa tahu jalan ceritanya. Segitu pasaran 'kah ceritaku? Alamak! Batin Miku. "Umm… ta-tapi, aku masih punya yang lain, dan kau belum membacanya!" kata Miku salah tingkah.
Len melirik ke dalam amplop, dengan tatapan sangat meremehkan. Dia mengeluarkan sebuah klipingan yang agak tebal. Dia membukanya. Ternyata sebuah komik, karya Miku.
"Gambarnya gak menarik! One shoot lagi! Siapa yang mau baca komik romance bergaya kayak gini, sih!" kritik Len.
Miku semakin sebal. Dia menendang tungkai kaki Len, "Hei! Setidaknya, hargai karya orang! Kasih saran yang bener! Kasih tau letak kesalahannya! Jangan asal kritik, tapi gak ngejelasin letak kesalahannya seperti apa! Sudah gitu, omongannya kasar lagi! Jaga, tuh, mulut!"
Len meringis kesakitan sambil memegangi kakinya, "Oi! Aku kepala editor di sini! Kau tak pantas mengguriku, tau!"
Miku menendang tungkai kaki Len yang satunya (lagi) "Tak peduli siapa kau! Tapi, kau tak punya sopan satun! Dasar!"
Orang-orang disekitar melongo tak percaya. Mereka terbengong-bengong melihat kejadian tadi. Tak pernah ada yang berani melawan, bahkan menendang seorang kepala editor, yang terkenal galak. Mereka baru tahu, ada yang lebih sadis dan galak dari pada seorang Kagamine Len.
"Aku akan kembali lagi ke sini, membawa hasil edit-an karyaku," ujar Miku dengan tatapan datar. Dia pergi begitu saja, meningalkan Len yang masih meringis kesakitan.
"Huuh! Dasar, Len! Masa, sama cewek kayak gitu saja, kalah!" ucap seseorang pemuda berambut ungu panjang.
"Diam, kau, Gakupo!" seru Len sebal.
Gakupo terkekeh mengejek, "Ayo, dong! Balas, cewek itu!"
Len menegakkan badannya, "Liat saja! Akanku buat dia bertekuk lutut padaku, heh!"
.
.
To be continued…
Len : Pasaran!
Miku : Abal! Gaje!
Onica : (= A=") maaf!
Len : Bagaimana, sih! Kaki ku bisa remuk tahu, ditendang terus. Huuh! ( ;_;)
Onica : (6^ ^ ) heheheh…
Len : Jangan ketawa dong!
Rin : Hai! Aku tampil gak di fic ini?
Onica : tampil gak yah?
Rin & Len: *puppyeyes*
Len : Kalau ada semut, pasti ada gula. Kalau ada aku pasti ada Rin 'kan?
Onica : Liat, chapter selanjutnya. Ada atau enggak masih dirahasiakan! :P baiklah! Terimakasih sudah membaca, silakan mereview ceritaku ^.^