Don't Leave Me © Hyun-Hwa

All Cast © SM-Entertainment and theirself

.

Pair: BaekYeol / Chanyeol x Baekhyun

Rate: T

Genre: Romance/Hurt-Comfort

.

Warning: BoyxBoy, beberapa kesalahan pengetikan, mungkin. Alur balapan. Dan berbagai hal nista lainnya. Don't Like Don't Read.

a/n: merasa tidak asing dengan judunya? ff ini memang sudah pernah publish, tapi entah dengan alasan apa, terhapus oleh admin FFn... T.T sekali lagi, ini REPOST!


.

Chapter 1

.

Enjoy!

.

.

Siang ini, mataharinya bersinar menyilaukan. Sebentar lagi musim panas akan tiba, jadi tak heran kalau cuaca mulai berubah. Dan berita yang paling ditunggu...

Liburan Musim Panas!

Anak-anak sekolah sudah mulai berceloteh panjang-lebar mengenai rencana liburan musim panas mereka. Dan kira-kira tema itu lah yang membuat salah satu kelas di SM High School ini jadi begitu berisik.

"Kau akan liburan kemana?"

"Aku rencana ke Jepang. Kakek dan Nenekku tinggal disana."

"Kalau aku mau di rumah saja ngerjain tugas musim panas."

Kira-kira seperti itu lah dialog yang meramaikan kelas ini. Tidak sepenuhnya ribut dengan percakapan sebenarnya, karena di pojok belakang kelas sedang ada yang 'perang'.

"Kau harus tanggung jawab! Dasar bocah... Rasakan ini!" Yeoja itu terlihat melempar penghapus blackboard ke arah namja yang tak jauh di belakangnya.

Namja yang menjadi sasaran menghindar ke kiri hingga penghapusnya mengenai tembok putih di belakangnya dan meninggalkan noda hitam disana. "Kau tidak ada bakat melempar." Ejek namja itu. Namja bertubuh tinggi itu malah memasang wajah sumringah dengan senyum yang kelewat lebar. Membuat si yeoja makin kesal padanya.

Yeoja itu melirik ke kiri dan kanannya, mencari sesuatu yang bisa ia pakai untuk melempar lagi. Dan binggo! Ia menemukan spidol di atas meja yang detik berikutnya sudah melayang ke arah namja berambut coklat tadi.

Bukannya mengenai namja itu, serangan yeoja itu malah mengenai namja lain yang kebetulan melintas. "Eeh! Maaf Baekhyun-ssi, bukan kau yang ingin ku lempar." Ujar yeoja itu merasa bersalah.

Namja bernama Baekhyun itu, mengelus jidatnya yang memerah. Kulitnya putih sehingga bekas lemparannya sangat terlihat. Ia tersenyum kecut ke yeoja itu dan berbalik ke arah namja yang menjadi sumber masalah. "Ini gara-gara kau, Yeollie! Berhentilah mengganggu yeoja-yeoja." Ujar Baekhyun berteriak. Seisi kelas terdiam. Siapa yang berani menentang ketua kelas?

Ia berjalan menghentakkan kaki menuju Chanyeol, atau yang biasa dia panggil Yeollie. "Kajja, kembali ke tempatmu!" Ujar Baekhyun menyeret Chanyeol. Tidak berhasil, karena sesaat kemudian Chanyeol berhasil melepaskan diri, mengejek Bekhyun, lalu berlari sambil tertawa dengan autisnya. Ya, yang berani menentang cuma satu orang, yaitu Chanyeol.

Bocah pembuat onar di kelas...

.

Ketika kelas sudah berakhir, semua siswa sudah pulang ke rumah masing-masing. Petugas piket hari ini juga sudah menyelesaikan tugasnya, dengan diawasi langsung oleh ketua kelas. Dan sekarang sisa ketua kelas yang masih berada di kelas.

Byun Baekhyun sudah selesai mengepak barangnya sejak tadi. Ia juga sudah memastikan kelas bersih dari sampah. Cuma, namja bertubuh kecil ini belum mau pulang. Kenapa? Tidak ada alasan khusus, hanya masih ingin berada disini.

Baekhyun membuka jendela kelas yang mengarah langsung ke halaman belakang sekolah. Angin sepoi menerpa wajahnya kala itu juga. Rambut hitam ikalnya langsung berubah berantakan. Tapi, ia suka seperti ini, rasanya begitu tenang. Jadi, ia bersandar di dinding, meletakkan sikutnya di pinggiran jendela dan bertopang dagu.

Ia memejamkan mata.

JEPRETTT

Baekhyun sontak membuka matanya dan menoleh kesamping. Apa yang ia lihat?

Chanyeol sedang senyum-senyum sendiri melihat smartphonenya. "Aigoo! Bacon, kau manis sekali, lihat kulitmu itu. Terlihat lembut seperti kulit bayi." Ternyata bocah itu baru saja mengambil foto Baekhyun diam-diam.

"Ya, Virus! Kenapa kau masih ada disini..." Seru Baekhyun. "...dan kenapa kau mengambil foto sembarangan! Dasar tidak sopan!" Baekhyun berusaha merebut smartphone milik Chanyeol, tapi dengan Chanyeol yang hanya mengangkat tangannya tinggi-tinggi hingga mustahil bagi Baekhyun merebut smartphone itu dari tangan pemiliknya.

Baekhyun berhenti melompat-lompat dan Chanyeol tersenyum menang. "Bacon-ah, kau ini ketua kelas tapi tinggimu tidak ada apa-apanya. Mana ada ketua kelas imut sepertimu." Kata Chanyeol meremehkan membuat muka Baekhyun makin mengkerut.

Baekhyun berkacak pinggang. "Asal kau tau ya, dulu juga tinggimu tidak lebih dariku Yeollie!"

"Tapi Baekkie, itu kan 'dulu'! Sekarang siapa yang lebih tinggi? OMO! Jangan-jangan badanmu itu tidak bertambah tinggi sama sekali sejak dulu."

"Tentu saja bertambah tinggi! Hanya... Hanya..." Baekhyun memikirkan kata-kata untuk membalas.

"Hanya apa? Hmm?" Chanyeol mendekatkan wajahnya menatap manik hitam baekhyun lekat-lekat.

Baekhyun gugup ditatap begitu dekat oleh Chanyeol. "Hanya..." Bahkan aroma mint nafas Chanyeol bisa ia rasa saking dekatnya. "...hanya saja—berhenti menggangguku, dasar viruuuuusssss." Ucapnya sambil mencubit kedua pipi Chanyeol dan ditarik selebar-lebarnya.

"Appoooo..." Chanyeol mengelus pipinya yang merah setelah 'terbebas'. Sementara sang pelaku sudah lari keluar kelas. "...Awas kau Bacon!" Teriaknya lalu mengejar.

Yeah, banyak yang tidak tau hubungan mereka seperti apa. Baekhyun ketua kelas yang dihormati dan Chanyeol yang pengacau. Mereka sering adu argumen yang terkadang membuat teman-teman mereka berpikir kalau mereka itu bermusuhan. Tak jarang juga mereka terlihat berbincang akrab hingga pada taraf tertentu malah terlihat mesra.

Padahal yang sebenarnya, Chanyeol dan Baekhyun hanya teman masa kecil. Rumah mereka juga hanya terpisah beberapa meter. Makanya mereka sering pulang bersama.

Seperti sekarang, Chanyeol sengaja menunggu Baekhyun agar bisa pulang bareng. "Kau kenapa repot-repot menungguku, Yeollie?" Tanya Baekhyun membuka percakapan.

"Eh? Memangnya kenapa? Bukannya dari dulu kita sering pulang bareng?" Chanyeol bertanya balik.

Baekhyun mendengus, lalu menjawab: "Aku cuma tidak mau kau repot-repot. Lagipula aku bukan anak kecil lagi yang harus dijaga."

Chanyeol hanya menanggapi datar.

"Bacon-ah, hari ini aku menginap di rumahmu ya?" Tanya Chanyeol. Mereka berdua sedang berjalan berdampingan. "...orang tua ku berangkat ke Hong Kong tadi siang. Aku malas sendirian di rumah."

Baekhyun menatap wajah memelas Chanyeol dan pura-pura berpikir. "Boleh, tapi kau harus bawa camilan. Ada film horror yang ingin ku nonton malam ini." Tawar Baekhyun.

Chanyeol mengangguk antusias. Sudah lama mereka tidak nonton film bersama. "Tapi bukannya baekkie takut nonton begituan yah? Aku ingat dulu kau sering berteri—"

"YA! Itu kan dulu..." Potong Baekhyun yang tidak suka aibnya diungkit-ungkit.

"Iya, aku masih ingat sehabis nonton baekkie kecil akan memelukku..." Ucapnya sambil mempraktekkan memeluk Baekhyun. "...lalu aku akan menenangkannya dengan mencium keningnya seperti ini."

Chu~

Baekhyun buru-buru mendorong tubuh Chanyeol menjauh. "Viruss! Kau sadar kita di tengah jalan?" Wajah Baekhyun sukses memerah, sampai ke telinga-telinganya. Sementara Chanyeol? Hanya tertawa dengan nistanya.

.

.

Malamnya Chanyeol benar-benar datang menginap. "Annyong, Tiffany Noona." Salam Chanyeol apa adanya lalu masuk begitu saja ke dalam rumah begitu kakak perempuan Baekhyun membuka pintu.

Yeoja cantik itu tersenyum memperlihatkan eye smile-nya. Manis. "Ah, Yeollie, sudah lama kau tidak berkunjung kemari. Kau menginap saja, ne?"

"Ne, memang sudah direncanakan kok." Chanyeol menunjukkan tas gendongnya yang kelihatan over muatan sambil tersenyum lebar. "Baekkie diatas ya? Aku langsung naik ya noona..." Tambahnya. Tanpa persetujuan Tiffany, Chanyeol sudah melesat begitu saja menaiki tangga dengan suara langkah penuh semangat.

Tiffany hanya menggeleng melihat kelakuan anak itu. Tidak ada yang berubah.

Baekhyun memang hanya tinggal berdua dengan kakaknya. Umma mereka sibuk bekerja menjalankan perusahan kecil yang ditinggalkan Appa mereka. Appa mereka sudah tiada.

Beliau meninggal setahun yang lalu karena penyakit jantung. Awalnya keluarga Baekhyun sangat terpukul, terlebih lagi umma mereka terpaksa menjadi wanita karir mengingat Tiffany dan Baekhyun masih terlalu muda untuk semua itu. Butuh waktu untuk mereka bisa bangkit dan menata hidup mereka kembali.

"Bacon-ah~ aku sudah datang!" Heboh Chanyeol yang langsung membuka pintu kamar Baekhyun.

"Tunggu se—YA! Yeollie, apa yang kau lakukan!" Baekhyun sedang ganti pakaian ketika Chanyeol masuk.

"MWO?" Chanyeol memandang dengan mata lebar dan mulut membentuk huruf 'o'. Baekhyun yang berada di depannya memang sudah memakai baju, hanya saja celananya belum terpakai sempurna.

Baekhyun dengan wajah super merah buru-buru menaikkan celana yang baru ia pakai sebatas lutut.

Senyum miring terpampang di wajah Chanyeol, "Aku masuk di saat yang tepat ya!" Diikuti tawa lepas Chanyeol. Baekhyun mendengus dengan wajah merona yang berusaha ia sembunyikan.

"Tepat apanya, kau itu tidak sopan tau!" Ucap Baekhyun kesal. Ia berdiri di hadapan cermin besar di sudut kamar, lalu memperhatikan pakaian serta wajahnya. Ia juga memperbaiki rambutnya yang mencuat kesana kemari. Ia tidak pernah lupa mengagumi bayangan sempurna yang tergambar disana.

Chanyeol yang merasa terabaikan mejatuhkan dirinya dengan keras di ranjang empuk di kamar itu. "Mulai lagi deh. Bisa-bisa kau jatuh cinta pada bayanganmu sendiri...atau dengan cermin itu." Nada menyindir sangat jelas terdengar. "...padahal ada yang lebih tampan disini." Tambahnya.

Baekhyun mengerutkan kening. "Maksudmu kau lebih tampan dariku begitu?" Baekhyun tidak pernah mengerti mengapa anak satu ini selalu merusak atau mengganggu apapun yang ia kerjakan. Tidak salah ia menjulukinya virus.

"Tentu saja, baekkie~" Chanyeol membalik badannya, merubah posisinya jadi tengkurap. "...kalau kau sih bukan tampan, bisa dibilang kau ini—" Chanyeol dengan jari telunjuk di bibir pura-pura berpikir, "...bisa dibilang wajahmu itu—manis!" Ujarnya pasti.

Baekhyun menahan nafas. Mungkin wajahnya sudah bersemburat merah karena ia merasa cukup merasa panas disana. Ia buru-buru mendapat kendali diri lagi, "Kau ini bermulut manis, kau tau.".

"Yang benar?" Katanya sambil nyengir. Lidah Chanyeol menyapu bibirnya sendiri. "Memang kau pernah mencicipinya?"

.

.

Chanyeol bingung ia berada dimana sekarang. Maksudku, tempat ini memang ia kenal sebagai taman dekat rumahnya. Tapi yang membuatnya bingung adalah setaunya taman ini sudah tidak ada lagi sekarang—sudah berubah jadi gedung pencakar langit. Dan itu terjadi beberapa tahun silam. Jadi dimana ia sekarang?

Alis Chanyeol bertautan. Ia yakin tidak salah. Ia kenal betul dengan ayunan, papan jungkat-jungkit, serta pohon maplenya. Bahkan bangku taman tempat ia duduk sekarang. Ini benar-benar aneh...

Sibuk mencari keanehan lainnya, mata Chanyeol tertumbuk pada sosok anak kecil yang sedang berjongkok di bak pasir taman itu. Anak itu menunduk dengan rambut hitam yang terkulai lemas. Ia sepertinya sedang menulis atau menggambar sesuatu di atas pasir. Ia terlihat begitu...suram. Entahlah, Chanyeol tidak yakin karena bak pasirnya terletak agak jauh di sisi lain taman.

Kalau Chanyeol perhatikan lagi, figur kecil anak itu seperti familiar. Rambut hitam itu, wajah muram itu. Ah! Ia ingat... Anak itu mengingatkannya akan sosok dirinya semasa kecil dulu. Karena itu memang dirinya...

Chanyeol kecil yang kesepian.

Dan tiba-tiba semuanya terasa begitu terang dan menyilaukan...

"Yeollie! Yeollie... Bangunlah. Kita harus berangkat ke sekolah." Suara merdu itulah yang menerobos masuk ke telinga Chanyeol. Seperti suara malaikat...

Ah, benar! Itu memang malaikat. Dan malaikat itu sedang menghembuskan udara segar dan membagi sinarnya sekarang—maksudku membuka jendela kamarnya.

"Hmmm...aku masih ngantuk, Baekkie-chagi." Gumamnya sambil memeluk gulingnya kembali.

PLETAK

"Chagiya nenekmu! Aku tidak mau ikut terlambat gara-gara kau. Bisa rusak reputasiku sebagai ketua kelas teladan."

Hancur sudah imajinasi malaikat paginya. Chanyeol mengusap kepalanya yang malang, nyawanya belum sepenuhnya terkumpul. Dan lagi Ia baru saja dapat 'sapaan-selamat-pagi-penuh-cinta' dari Baekhyun. "Kan sesekali tidak apa-apa. Kau tidak perlu selalu memaksakan diri." Ucapnya lalu bangkit dari tidurnya. Ia mengucek matanya yang buram.

Tidak sepenuhnya salah. Baekhyun menatap jam dinding—baru jam lima pagi. Dan ia sudah berpakaian rapi. Terlalu cepat untuk tiba di sekolah. Tapi, "Aku hanya berusaha jadi ketua kelas yang sempurna."

Chanyeol berdiri dan mengeluarkan handuk yang sudah ia siapkan dari dalam tasnya lalu beranjak ke kamar mandi. Ia berhenti sejenak sebelum pintu kamar mandi itu mengayun tertutup. "Baekkie~ dari sisi manapun kau itu sudah sempurna. Kau hanya perlu menyadarinya..."

.

"Hari ini kosong lagi ya, Baekkie?" Tanya Chanyeol pada namja yang sedang duduk di depannya. Ia sedang menyandarkan kepalanya di atas meja, bosan dan mengantuk.

Baekhyun menoleh sekilas dari kegiatan membacanya. "Begitulah. Guru-guru sedang rapat." Kegiatan belajar mereka memang belum ada sejak pagi tadi. Dan bagi sebagian besar mereka menyukai hal ini.

Biasanya Chanyeol menyambut hal itu dengan 'kegirangan' yang berlebihan. Tapi tak tau kenapa kali ini ia malah tidak bersemangat sama sekali. Ia tidak berniat melakukan apapun, entah itu mengganggu yeoja-yeoja disana, atau berdebat dengan Baekhyun. "Membosankan..." Ucapnya sebelum menghela nafas—lagi.

"Baekkie-hyung!" Mata Chanyeol baru saja terpejam ketika suara yang memanggil nama Baekhyun itu menginterupsi. Ia mengangkat kepala sedikit untuk mengintip. Ah, namja itu...

Namja asal China, berperawakan tinggi, berambut hitam, dan bermuka—mirip—panda. Siswa kelas sebelah, Huang Zi Tao... Ia terlihat masuk dan menghampiri Baekhyun.

"Hyung, sedang ngapain?" Tanyanya sambil tersenyum. Masih terdengar aksen Cina dari caranya berbicara. Tapi setidaknya lebih baik dari beberapa bulan lalu, dimana ia sama sekali tidak bisa berbahasa Korea dengan baik. Chanyeol ingat bagaimana namja itu ditertawakan sesekolahan karena memanggil seluruh namja dengan embel-embel 'Oppa'. Kasihan...

"Kelasmu juga kosong Tao?" Tanya Baekhyun. Ia memilih menyudahi acara membaca-novel-romansa yang sejak tadi ia lakukan.

"Ne, guru-guru sangat sibuk belakangan ini. Menyenangkan." Ujar Tao. "Aku tidak melihat Chanyeol-hyung, kemana dia? Bukannya kalian sering bersama ya?"

Chanyeol tidak mendengar jawaban apa-apa dari Baekhyun. Ia cuma mendengar tawa kecil dari mulut Tao, "Mian, aku kira yang dibelakang hyung itu orang lain. Habisnya Chanyeol-hyung tidur menutupi wajahnya seperti itu."

"YA! Kalian berisik sekali." Kata Chanyeol menegakkan kembali punggungnya. Ia pura-pura mengucek matanya, padahal ia tidak tidur sama sekali.

Baekhyun dan Tao tertawa serempak, lalu melanjutkan percakapan mereka.

Chanyeol memandang kedua namja didepannya. Ia tidak peduli apa yang sedang mereka bahas. Ia lebih tertarik memperhatikan Baekhyun yang sesekali tersenyum dan tertawa di sela-sela perbincangannya.

Chanyeol sering melontarkan berbagai lelucon andalannya ketika mengobrol bersama Baekhyun. Tapi apa? Baekhyun paling-paling cuma tersenyum, ia jarang tertawa, bahkan lebih sering memarahinya dan menudingnya kekanakan. Padahal orang lain sering mengatakan ia humoris...

Tapi Baekhyun sedang tertawa disana. Segitu lucunya kah lelucon Tao?

Chanyeol mengalihkan pandangannya ke Tao. Ia menautkan alisnya. Tao tampan, tapi tidak setampan dirinya. Tao tinggi, tapi tentu saja masih lebih tinggi dirinya. Dan ia tidak memiliki senyum semanis dirinya. Pikir Chanyeol.

Akhh, menyebalkan...

"Err—Chanyeol-hyung, kenapa kau menatapku seperti itu?"

Chanyeol mengepalkan tangannya kuat. Ia sontak berdiri dari tempatnya dan beranjak dari sana. Ia bahkan sempat menendang kursi yang tadi ia duduki...

.

.

Chanyeol kecil berlarian kesana-kemari. Hari ini ia senang karena dapat teman baru. Biasanya bocah berumur 5 tahun itu bermain sendiri di taman ini. Seperti bermain di bak pasir, atau duduk di ayunan, misalnya. Tapi kali ini berbeda, ia tidak sendiri lagi...

Ia melangkah riang dan bersenandung kecil. Senyum lima jarinya ia tujukan ke bocah lain yang sedang ia gandeng tangannya. "Baekkie~, hali ini kita main apa yah enaknya?" Tanyanya seolah berpikir keras.

Baekkie kecil menggigit bibir bawahnya, ia juga berpikir. "Kemalin udah main petak umpet. Kemalinnya lagi udah main ayunan..." Dia menempel-nempelkan jari-jarinya, seperti yang ummanya lakukan ketika sedang menghitung. "...kita main lumah-lumahan aja, ne? Kajja!"

Chanyeol mengangguk antusias. "Main lumah-lumahan sepertinya menyenangkan." Ia mengepalkan tinjunya tinggi-tinggi. Senyum merekahnya masih disana. "...mainnya bagaimana Baekkie?" Tanyanya polos.

"Aissh~ Baekkie kila Yeollie tau cala mainnya!" Baekhyun kesal, ia mengembungkan pipinya seperti bakpao. "Baekkie ajalin yah~ nanti Baekkie jadi appa, telus Yeollie jadi ummanya, ne?"

Chanyeol buru-buru protes, "Tidak mau! Yeollie kan namja! Baekkie saja yang jadi ummanya. Baekkie kan—manis, kaya yeoja..." Ucapnya malu-malu.

"Ani~, Baekkie juga namja... Bialin aja appanya ada dua, ne! Eh, tapi bisa tidak sih kalo tidak ada ummanya?" Tanya Baekhyun kecil bingung. Chanyeol ikut berpikir bersamanya. "Kalo tidak ada ummanya, nanti siapa yang masak?" Tanyanya entah pada siapa. Baekkie mengedip-ngedipkan matanya bingung. "Allasso, nanti Baekkie aja yang masak untuk Yeollie. Baekkie kan lebih jago masak." Ujar Baekhyun pada akhirnya. Ia senang Chanyeol mengangguk setuju.

"Ayo kita mulai~" teriak Chanyeol kecil bersemangat. "Tapi tunggu dulu Baekkie. Kalo Yeollie jadi appa juga, tugas Yeollie apa?"

"Yeollie halus kelja tiap hali, kecuali hali libul. Yeollie halus cali uang yang banyak supaya bisa beliin Baekkie es klim." Chanyeol mendengarkan dengan seksama.

"...telus—Yeollie halus seling-seling nyium Baekkie, ne?"

"Allasso..."

.

.

Pagi ini Chanyeol ke rumah Baekhyun seperti biasa. Namja ini memang sering mampir sebentar sebelum ke sekolah agar bisa berangkat bersama Baekhyun. Wajahnya wajar, penuh kegembiraan dan semangat. Bahkan ia tidak sadar tengah mengetuk pintu rumah tetangganya itu terlalu keras.

"Ne, tunggu sebentar." Teriak suara dari dalam. Chanyeol mengetuk-ngetukkan telunjuknya di pintu. Kenapa lama sekali?

Chanyeol merapikan rambutnya sedikit. Mudah-mudahan tadi ia sempat menyisir rambut. Entahlah, ia sendiri tidak ingat sudah menyisir atau belum tadi. Chanyeol mendengar derap langkah di balik pintu, sebelum pintu itu mengayun terbuka. "Ah, kau Yeollie. Tunggu sebentar, ne? Aku belum selesai."

BLAM

Dan Baekhyun menutup kembali pintu itu sebelum Chanyeol sempat masuk atau berkata sepatah kata pun.

Chanyeol menunggu.

Lalu pintu itu terbuka lagi, tapi kali ini Tiffany-noona yang membukanya. "Mianhae, Baekhyun itu tidak sopan sekali. Kau masuk saja dulu, Chanyeol-ah." Tiffany membiarkan Chanyeol masuk dan mengekor di belakang. "Anak itu bangun telat pagi ini, makanya jadi buru-buru begitu." Dari yang Chanyeol lihat, Tiffany-noona sudah berpakaian rapi, lengkap dengan tasnya. Akan pergi kuliah, tebak Chanyeol.

"Aku berangkat duluan, Chanyeol-ah. Katakan pada Baekhyun, sarapannya sudah aku siapkan. Kalian berdua bisa makan bersama." Katanya. Tiffany melempar senyum singkat sebelum beranjak pergi.

Selang beberapa detik, Chanyeol melihat Baekhyun turun dari tangga dengan terburu-buru. Ia sempat menengok sekilas pada Chanyeol, lalu berlari ke dapur. Diikuti Chanyeol.

"Tiffany-noona sudah berangkat duluan. Dia menyuruh kita sarapan." Kata Chanyeol kemudian ikut duduk di samping Baekhyun. Mereka berdua mulai menyantap omelet yang sudah tersedia di atas meja.

"Bacon, makannya pelan-pelan saja. Kita tidak akan telat." Saran Chanyeol melihat namja itu makan seperti kesetanan. "...kalau makanmu seperti itu, nanti tidak imut lagi." Candanya.

"Pagi ini aku harus ke sekolah lebih cepat." Kata Baekhyun setelah susah payah mengunyah dan menelan makanannya. "...aku ada janji dengan Tao pagi ini."

Chanyeol menjatuhkan sendoknya begitu saja di atas piring hingga menimbulkan bunyi dentingan. "Tao lagi..." Gumamnya kesal. Ia menunduk, "...kenapa kau senang sekali dengannya?" Tanyanya berbisik namun masih terdengar oleh Baekhyun.

Baekhyun mengerutkan keningnya heran. "Memangnya kenapa? Tao itu menyenangkan... Kenapa kau err—kesal kalau aku dekat dengannya?"

Chanyeol terdiam.

Ia masih menyembunyikan wajahnya. Tentu saja ia kesal, "Karena aku suka padamu, bacon..." Ucapnya datar.

Hening

"Hahaha, pabbo!" Baekhyun tertawa. "...aku juga suka padamu Yeollie. Kalau tidak, bagaimana mungkin kita bersahabat sejak kecil. Tapi kan kita juga perlu berteman dengan yang lainnya, kan?"

Bukan. Bukan seperti itu Baekhyun. Chanyeol menyukaimu, bukan sebagai sahabat. Ia punya rasa yang lebih. Rasa ingin memiliki. Obsesi terhadapmu melebihi siapapun. Baekhyun tidak mengerti...

Rasanya seperti ribuan pedang imajiner menancap tepat di dada Chanyeol. "Kalau begitu cepat selesaikan sarapanmu dan kita berangkat." Chanyeol hanya tersenyum kecut lalu melanjutkan makannya. Rasanya tidak ada nafsu makan sama sekali.

.

.

Hari ini, Chanyeol kecil akan seharian di rumah Baekkie. Ummanya menitipnya disini karena harus menghadiri acara di luar kota. Tak terbayang bagaimana senangnya bocah itu. Ia sampai lupa kartun kesayangannya yang sedang tayang saking bersemangatnya.

Begitu ia masuk ke kamar Baekhyun, telinganya menangkap suara isakan seseorang. Ia mengedarkan pandangan berusaha mencari dari manakah suara itu berasal. Ia lihat sosok teman mungilnya, Bakkie, berjongkok di pojok kamarnya. Chanyeol berlari menghampiri Baekhyun dan merengkuh tubuh kecil itu. "Baekkie kenapa?" Tanyanya dengan suara bergetar.

Baekkie mengangkat kepalanya. Pipinya basah karena air mata. Matanya juga bengkak dan sembab. Tidak tau sudah berapa lama ia menangis. "Hiks..." Baekhyun membalas pelukan Chanyeol, dan menenggelamkan wajahnya di dada bocah itu. Ia menangis tersedu-sedu, "...hiks, Shilo pelgi, Yeollie~" TT^TT

"...hiks, waktu bangun tadi, Shilo sudah tidak ada, huwaaaaa!"

Ah, Chanyeol ingat, Shiro itu nama hamster peliharaan Baekhyun. "Cup, cup~ Shilo pasti belum tellalu jauh, kita cali saja, ne?"

Baekhyun menggeleng dalam pelukan Chanyeol. "Baekkie sudah cali kemana-mana, tapi tetap saja tidak ketemu...hiks."

"Mungkin Shilo lebih suka dengan alam bebas. Baekkie ingin Shilo bahagia kan?" Baekhyun mengangguk kecil. "Kalau begitu Baekkie udahan menangisnya..." Kata Chanyeol sambil mengelus puncak kepala Baekhyun.

Baekhyun merenggangkan pelukannya lalu menengadah menatap Chanyeol. "Yeollie harus janji pada Baekkie..." Chanyeol menatapnya polos. "...Yeollie tidak boleh pelgi sepelti Shilo. Yeollie halus tetap jagain Baekkie selama-lamanya, ne?" Ia mengulurkan kelingkingnya.

Chanyeol menautkan kelingking mereka lalu mengangguk mantap. "Ne, Chanyeol janji!"

.

.

"Aku pergi dulu, Suho-hyung!" Chanyeol melambaikan tangannya lalu meninggalkan sunbae kenalannya itu. Ia berlari bersemangat menuju kelasnya. Ia ingin menemui Baekhyun. Mudah-mudahan namja itu ada disana.

Begitu sampai di kelas, ia hanya bisa mendesah kecewa. Namja imut andalannya tidak ada disana. Bangkunya kosong, "Sulli-ah, kau tau dimana Baekhyun?" Tanyanya pada salah satu teman yeojanya. Yeoja manis yang ditanya itu hanya tersenyum dan menggeleng pelan. "Coba tanya Suzy, ia sejak tadi di kelas." Katanya.

"Baekhyun tadi pergi dengan Huang Zi Tao. Sepertinya ke kantin." Jawab Suzy ketika Chanyeol bertanya padanya.

Namja itu lagi. Chanyeol berdecak kesal. "Gomawo." Ucapnya lalu beranjak dari kelas. Dengan langkah yang panjang-panjang, Chanyeol menuju kantin sekolah.

Chanyeol berhenti di depan pintu setibanya disana. Sepanjang yang ia lihat tak ada tanda-tanda Baekhyun ada disana. Tao juga tak ada. Jadi dimana mereka? Chanyeol pun kembali menyusuri sudut-sudut sekolah untuk dapat menemui Baekhyun.

Chanyeol sempat bertanya ke teman-temannya yang mungkin melihat Baekhyun. Syukurlah karena ada yang tau dimana Baekhyun sekarang. Jadi, untuk itulah Chanyeol berada di rooftop.

Begitu tiba, Chanyeol bisa melihat Baekhyun disana. Baekhyun sedang bersandar di pagar menatap lurus ke pemandangan kota dibawah. Menikmati pemandangan dan angin bertiup mungkin, pikir Chanyeol. Ia melangkahkan kaki kesana, menghampiri Baekhyun.

Tinggal beberapa meter lagi, hingga Chanyeol melihat sosok lain mendekati Baekhyun. Namja tinggi berambut hitam dan bermata unik. Huang Zi Tao. Chanyeol mengurungkan niatnya dan lebih memilih bersembunyi di balik dinding di sebelah kanannya. Ia ingin tau apa yang mereka lakukan.

"Apa kau yakin dengan semua ini?" Samar-samar Chanyeol bisa mendengar percakapan mereka. Hanya sekedar mendengar, karena ia tidak bisa melihat apa yang terjadi disana.

"Kau tidak bercanda? Maksudku, ini terdengar err—tidak biasa, Tao!" Kata Baekhyun lagi.

"Aku yakin hyung. Se-ra-tus-per-sen!" Apa yang Tao maksud sama sekali tidak Chanyeol mengerti. Mungkin ia harus mendengar lebih lanjut. "...dan aku sadar akan akibatnya."

"Tapi—"

"Ssssttt. Hyung hanya perlu menjawab."

"A-aku...bingung."

Sungguh, Chanyeol tidak tahan untuk tidak mengintip. Jadi, ia sedikit menunduk dan mengeluarkan kepalanya agar dapat posisi yang tepat.

Chanyeol menahan nafas. Apa yang ia lihat memicu panas di dadanya. Tao sedang melingkarkan lengannya di pinggang Baekhyun. Chanyeol hanya berusaha menahan diri.

"Aku akan membantu hyung. Baekhyun-hyung hanya perlu merasakannya saja, oke?" Tao membalik tubuh Baekhyun hingga menghadapnya.

Dan detik berikutnya membuat dada Chanyeol sesak seperti terhimpit sesuatu yang berat.

Mereka berciuman...

"Wo ai Ni, Byun Baekhyun."

Chanyeol berhenti. Ia tidak sanggup melihat lebih. Ia terduduk di lantai dengan wajah yang sulit diartikan. Marah, kecewa, entah perasaan apa lagi yang terpancar jelas di matanya. Ia merasa tersisih...

Bahkan ketika ia mencubit dirinya sendiri, ia berharap ia akan terbangun dari mimpi buruk ini. Ini tidak boleh terjadi, Baekhyun tidak boleh menerima perasaan itu.

Chanyeol menyesal. Begitu banyak waktu yang ia lewatkan bersama Baekhyun. Bertahun-tahun mereka bersama. Tak adakah perasaan itu di hati Baekhyun? Chanyeol sama sekali tidak tau. Karena tak ada sedetik pun keberanian merasukinya untuk sekedar menanyakannya, tak mampu menyatakan perasaannya pada Baekhyun. Dan sekarang apa? Ia terlambat...

Bodoh. Chanyeol merasa dibodohi oleh keadaan. Ia takut Baekhyun menolak dirinya yang 'berbeda'. Walau Benar atau pun Salah itu relatif, tetap saja tidak cukup kuat mendorong keberaniannya. Keadaan memaksanya berpikir Baekhyun akan selalu bersamanya kapan pun juga. Tapi sekarang bagaimana?

"Bagaimana, hyung? Apa yang hyung rasakan?"

Chanyeol menutup telinganya dengan kedua tangan, sekuat yang ia bisa. Ia cukup banyak mendengar, dan tidak perlu mendengar apa-apa lagi.

"Emm—" Chanyeol bahkan berharap Tuhan mencabut inderanya itu. Ia tidak ingin mendengar suara indah Baekhyun. Suara itu hanya seperti suara lonceng kematiannya.

"Nado Saranghae."

Chanyeol berteriak dalam hati. Tembok yang keras jadi korban kepalan tangannya. Suara retakan tulang terdengar. Luka dan darah dari kepalan itu sama sekali bukan apa-apa. Karena yang sakit bukanlah disitu, tapi di dadanya. Perih dan terkoyak.

Byun Baekhyun. Kau tau? Chanyeol tidak mengingkari janji. Janji yang selalu ia pegang teguh sejak dulu. Janjinya untuk selalu MENJAGAMU. Janji masa kecil kalian. Kau ingatkan?

Kau lah yang membuat Chanyeol mengingkarinya. Sekarang Chanyeol tidak bisa menjagamu lagi. Orang lain telah berdiri di sisimu. Kau meninggalkannya...

Bahkan kau tidak sadar akan air mata yang Chanyeol teteskan sekarang.

Chanyeol menangis dalam diam, dengan telapak tangan yang bertahan di dadanya. Ia menangis hingga tak sadarkan diri...

.

.

To Be Continued

.


a/n:

ff kehapus itu rasanya,, kecewa, marah, menyebalkan, arggghhhhh...pokoknya bikin stress! siapa saja, tlong beritau dmana letak pelaggaran dari ff ini...! lewat review saja...

Maaf untuk kekurangan yang tercecer di fict ini. Segala masukan dan kritik akan ditampung dengan lapang dada.