Kasus itu akhirnya terpecahkan setelah bertahun-tahun tidak disentuh pihak kepolisian. Media massa kembali datang ke Inaba untuk meliputinya.
Kepolisian mengumumkannya di depan media massa lalu memberitahu bahwa bukan mereka yang menyelesaikannya. Nama Naoto Shirogane pun menyebar luas dengan cepat.
Dalam usianya yang tergolong sangat muda itu, dia diberi gelar 'Detective Prince', akibat cara berpakaiannya dan namanya, dan tentunya semua orang tidak akan berpikir dua kali untuk menanyakan bahwa dia itu laki-laki atau perempuan kan? Hanya teman-teman dekatnya lah yang mengetahui rahasia di baliknya.
Souji's POV
Sudah seminggu berlalu setelah aku dan Naoto memberikan teori penyelesaian kasus itu pada paman. Setelah sampai rumah saat itu, aku langsung terkena demam tinggi karena kecapekan yang sebenarnya tidak boleh kualami, jadi aku tidak masuk sekolah selama seminggu.
Untunglah setelah beristirahat panjang, keadaanku sudah 'sangat' membaik. Dan karena bosan, aku berniat datang ke rumah Naoto untuk memberinya selamat atas keberhasilannya.
Aku bangun pada jam enam pagi lebih dua menit dua puluh tujuh detik (tidak perlu bertanya kenapa perlu sedetil ini), lalu dilanjutkan dengan merapikan futon dan mandi. Saat aku keluar dari kamar mandi, bibi memanggilku, memberitahu bahwa ada telpon dari Yakushiji-san.
Aku turun ke lantai satu setelah memakai baju pergi bersih (nggak mungkin kan, aku memakai baju tidur saat bertamu ke rumah orang lain?). Kuambil gagang telpon yang masih tersambung ke sang penelpon dari atas meja.
"Souji-san?" Terdengar suara Yakushiji-san dari telpon saat aku mendekatkan telingaku pada speaker telpon tersebut.
"Ya? Ada apa Yakushiji-san?" Aku menjawab dengan sesopan mungkin.
"Shirogane-sama, kakek Naoto-sama, mengajak Souji-san untuk makan siang bersama. 'Ajak juga bibi dan pamanmu,' kata Shirogane-sama."
Aku mengalihkan pandanganku ke Bibi yang sedang nonton bersama dengan Nanako, "sebentar kutanyakan dulu," kututup bagian penerima suara di telpon itu lalu berkata pada bibi, "bi, Shirogane-sama mengajak kita semua untuk makan siang di Shirogane Mansion," aku menghentikan kalimatku dan memperhatikan bibi, menunggu jawaban darinya.
"Pamanmu hari ini masih mengurusi laporan penyelesaian kasus, dan pulang siang ini, aku bersama Nanako akan tinggal di rumah saja, dan lagi pula," bibi tersenyum padaku, "kamu ada urusan pribadikan dengan Naoto-chan?"
Aku hanya mengangguk mendengarkan bibi, lalu kembali dengan pembicaraan Yakushiji-san.
"Paman dan bibi tidak bisa ikut, tapi aku akan datang untuk menanyakan beberapa hal," aku menjelaskan situasinya sesingkat mungkin.
"Baiklah, Souji-san, kami akan menunggumu siang nanti," Yakushiji-san menutup percakapan kami.
Setelah menaruh gagang telpon kembali ke tempatnya, aku ikut menonton televisi bersama bibi dan Nanako, menunggu waktu makan siang.
Ugh! Sekarang aku ngerasa gugup banget.
Sekarang aku sudah berada di ruang makan Shirogane Mansion. Kalau dilihat, sebenarnya ini kelihatan seperti makan siang biasa, tapi mungkin karena kehadiran Shirogane-sama, aku jadi merasa sedang acara makan formal yang biasanya diadakan para orang-orang penting.
Shirogane-sama yang menyadari ketidaknyamananku tersenyum lalu berkata, "tidak usah gugup seperti itu, nikmati saja makan siang kami."
"Y- Ya…" Ucapku terbata-bata, aku sama sekali tidak terbiasa dengan ini.
Naoto yang awalnya duduk di sebelah kakeknya, berpindah ke kursi sebelahku. Mukanya entah kenapa memerah.
"Kenapa tiba-tiba?" Tentu saja aku kaget, bukankah biasanya tuan rumah duduk di hadapan tamu? Atau memang karena aku tidak tahu banyak soal makan?
"Tidak apa-apa kan?" Naoto bertanya dengan nada suara agak ditinggikan dari saat terakhir kali aku bertemu dengannya, kepalanya tertunduk ke bawah untuk menutupi wajahnya.
"Silahkan…" Aku menjawab dengan nada ragu, tapi biarkanlah.
Kami melanjutkan acara makan kami dengan sesantai mungkin, Shirogane-sama bertanya tentang berbagai macam hal, Ia tidak membiarkan acara makan ini sebagai sesuatu yang terlalu formal atau suram.
"Souji, bukankah kamu ingin bertanya sesuatu?" Tanya Shirogane-sama saat kami menyelesaikan semua makanan kami.
"Oh ya!" Aku sama sekali lupa tujuanku ke sini karena gugup tadi.
"Jangan-jangan soal kejadian enam tahun yang lalu?" Detektif senior itu memberiku tatapan tajam, seakan-akan bisa membaca seluruh isi hatiku.
Aku hanya mengangguk, tidak berani melihat tatapan tajam itu.
"Keluarga kita, Shirogane dan Seta, sebenarnya sudah dekat dari beberapa generasi yang lalu, dan sampai sekarang pun kita terus menjalin hubungan," Shirogane-sama memulai penjelasannya.
"Karena orang tuamu sangat sibuk, dulu kamu sering tinggal juga di rumah ini," Yakushiji-san ikut memberikan penjelasan, "mungkin karena umur kalian yang hanya berbeda setahun, kalian menjadi teman dekat."
"Tapi setelah kecelakaan itu…"
:O:
"Tolong selamatkan Naoto!" Souji meminta tolong pada paramedis yang sedang memberikan pertolongan pertama pada gadis kecil itu.
"Sebentar nak, kami sedang berusaha sebisa mungkin," salah satu paramedis mencoba menenangkan Souji, "kami juga akan mengobati lukamu sebentar."
Paramedis yang tadi berbicara pada Souji meninggalkannya sebentar. Rasa lelah yang diakibatkan penyakit pada dirinya dan emosi yang dia keluarkan membebani tubuhnya. Ia melangkah mendekati Naoto lalu terjatuh dan kehilangan kesadaran.
"Nak! Nak!" Paramedis yang tadi meninggalkan Souji berlari ke arah pemuda itu.
:O:
"Orang tuamu menjemput tidak lama kemudian," Shirogane-sama melanjutkan ceritanya, "setelah menjalani masa terapi, sepertinya otakmu menganggap pengalaman itu akan membebankan, jadi dikunci agar tidak diingat-ingat lagi."
Aku hanya bisa tertegun mendengarkan cerita Shirogane-sama, jadi… Selama ini aku tidak bisa mengingat kejadian itu karena semacam trauma.
Naoto tiba-tiba menarik lengan bajuku, memintaku untuk pergi ke halaman belakang rumah ini. Shirogane-sama dan Yakushiji-san hanya tersenyum pada kami dan melanjutkan pekerjaan mereka.
"Maafkan aku," Naoto membungkuk padaku, sesaat setelah kami sampai di halaman belakang.
"Untuk apa kamu meminta maaf?" Aku mengangkat sebelah alisku, "ini bukan salahmu."
"Tapi aku menyembunyikan hal ini darimu, lalu berbicara seakan-akan aku tidak mengenalmu sama sekali…" Naoto menggigit bibir bawahnya, menahan tangis yang ingin dikeluarkannya.
Aku mengelus lembut rambut Naoto yang tidak tertutupi topi (dia tidak mungkin memakai topi di rumah), "Kamu hanya ingin yang terbaik untukku, aku tahu itu. Jadi tolong, jangan menangis…"
"Terima kasih, Souji," gadis itu menghapus air matanya dengan ujung lengan bajunya, lalu memberikan senyuman yang sudah lama tidak diperlihatkannya.
"Bagaimana kalau kita bermain catur lagi? Dan tentu saja, kamu tidak akan menang dariku," aku mengajaknya bermain dengan nada merendahkan, aku hanya bisa tertawa saat melihat wajah masam Naoto, 'aku juga tidak akan kalah,' begitulah yang kutangkap dari wajah manisnya.
A/N : O-wa-ri! Pada akhirnya fanfic yang sebenarnya sangat sedikit ini selesai dengan sangat lama oleh Author pemalas satu ini XD Benar-benar nggak bisa diandalkan bukan XD *dilempar ke jurang*
Maaf kalau endingnya pun tidak memuaskan ==u saya sudah berusaha sebaik mungkin dengan menguras otak yang kering ide ini XD Terima kasih atas semua readers yang telah membaca fanfic ini sampai terakhir XD saya sangat berterima kasih *memberi hormat*