Hai~ silahkan tabok dia yang minggu depan ujian tapi tetep aja gak bisa nahan diri buat nulis ffic. Bukan apa, mumpung ada mood dan masih seger~

Kemudian saya kembali dengan err... well, silahkan mempairingkan 4 orang tersebut di bawah menjadi pair yang anda inginkan~ #dibuang Yak! saya diem dulu deh! Have a good read, minna! Anw, sorry for all typo, OOC-ness, and super ordinary story here.


Kuroko no Basket © Todatoshi Fujimaki

One © altaira verantca

Rated : M

Genre (s) : Hurt and Comfort | Romance

Cast (s) : Aomine Daiki | Kuroko Tetsuya | Kagami Taiga | Kise Ryouta

-prolog-

Tiga tahun adalah waktu yang cukup panjang sekaligus terlalu pendek bagi seorang Kuroko Tetsuya.

Waktu yang terlalu menyenangkan untuk dinikmati untuk Aomine Daiki.

Waktu yang terlalu lama untuk diam, sekaligus waktu yang menulikan untuk tidak menyadari apapun.

.

.

Kecelakaan.

.

.

Saat kedua bibir itu bertemu, dan dua pasang mata sewarna namun berbeda kontras bertumbukan selama beberapa detik. Ketika kepanikan menjalari tiap ruas tulang belakang mereka dengan cepat, mencarikan sebuah refleks terbaik untuk dilakukan oleh tiap lurik otot tubuh mereka.

Pemuda muda melepaskan kehangatan asin itu, melangkah mundur, berencana meminta maaf atas kecerobohannya—yang langsung diluluhlantakkan dengan satu dekapan kuat di pinggangnya, menariknya badannya merapat, hingga ia dapat merasakan bentukan tiap massa otot pemuda atletis di hadapannya.

Hingga mata aqua marine-nya yang terlarut dalam biru gelap itu menutup, membiarkan bibir pemiliknya dilumat mentah-mentah oleh rekan setimnya; tanpa ampun, bahkan tidak menyisakan celah untuk mengisi ulang oksigen di paru-parunya. Tidak menyisakan suara selain kecupan bertubi penuh nafsu yang basah.

Hingga baik tubuh maupun pikirannya sudah tidak dapat berpikir, mencerna, menolak, dan hanya bisa menikmati tiap sentuhan terburu, kasar, dan cepat di tiap sentimeter kulitnya; di seluruh bagian tubuhnya tanpa terkecuali. Karena air dingin yang mengalir deras membasahi kepala serta seluruh tubuh mereka menjadi pembius tersendiri selain tiap desahan dan erangan spontan sebagai imbas dari perbuatan mereka.

Hanya karena mereka kebetulan berdiri bersebelahan saat berganti pakaian seusai latihan, kemudian pemuda yang lebih kecil itu menjatuhkan kunci lokernya ke lantai. Lalu ia yang lebih kekar ikut membungkuk, di saat yang tidak tepat—saat sang bayangan mengadah, mempertemukan dua bibir sebelum akhirnya mereka berakhir di kamar bilas; berdua, dalam satu bilik.

.

.

Tidak ada kata.

.

.

Aqua marine itu tidak berkata apapun di hari seninnya. Karena ia mendapati si sapphire bercumbu dengan ringannya di atap dengan sang topaz. Perlukah ia muncul dan menghardik? Sama sekali tidak. karena tidak ada ikatan kewajiban baginya; bagi mereka.

Karena mereka melangkahkan kaki dalam diam sampai di persimpangan jalan setelah kecelakaan itu, tidak mengatakan apapun satu sama lain. Entah kehilangan kata, atau ego, atau nafsu yang mencipta keheningan itu. Mereka terlalu terfokus pada degupan jantung masing-masing hingga otaknya tidak cukup cerdas untuk menyusun kata; meski otak pemuda paling blak-blakan sekaligus.

Tidak ada yang mereka ucapkan, bahkan setelah tiga hari berlalu semenjak hari itu. Bahkan setelah satu minggu, satu bulan, satu musim, satu semester, satu tahun. Sampai saat kepalan tangan mereka tidak lagi bertumbukan sebelum pertandingan berlangsung. Tidak ada yang terucap, tertulis, atau terbersit dalam benak satu dan lainnya.

Mungkin memang sebenarnya, itu hanya ilusi masing-masing otak mereka yang terlalu mengena hingga terasa di dalam kenyataan. Ya, anggap saja begitu.

.

.

"Kau tahu, Tetsuya? Dalam bilangan karat yang sama, juga ukuran yang kembar, sapphire dapat menghancurkan aqua marine."

.

.

Hari itu musim dingin yang mendung. Prakiraan cuaca mengatakan akan turun salju sepanjang malam nanti. Mendung pekat, angin menusuk, dan dingin yang membekukan membuat sang kapten membatalkan latihan sore hari itu; yang disambut dengan hukuman bagi siapapun yang ketahuan bersorak girang karenanya.

Perpustakaan hangat, karena itulah Kuroko tetap disana sampai penjaga perpustakaan menyuruhnya pulang. Dengan keengganan luar biasa, ia melangkahkan kakinya di sepanjang koridor yang sudah lengang, hingga sebuah suara memecah konsentrasinya.

"Tetsu?"

Kuroko menoleh, mendapati cahayanya baru saja turun dari tangga dan menatap ke arahnya.

"Aominekun... Kau belum pulang?"

Aomine mengedikkan bahu. "Ini mau pulang. Kau juga, Tetsu?" ace SMP Teikou itu berdiri di hadapannya, membuat Kuroko harus sedikit mengadah untuk menatapnya.

Kuroko mengangguk, tanda mengiyakan. "Sebaiknya cepat, salju akan turun lebat sepertinya."

"Hahaha! Harus lebat! Sangat lebat! Agar besok salju menumpuk dan sekolah ditiadakan!" Aomine merangkul leher Kuroko tanpa sungkan lalu mengajaknya berjalan menyusuri tangga.

"Kita sudah bukan anak SD, Aomine-kun, dan aku bisa terjatuh kalau kau menyeretku begini." Kuroko berusaha menurunkan tangan Aomine yang memberati pundaknya ketika dua kulit berbeda warna itu saling bersentuhan sekejap.

"Aomine-kun, tanganmu dingin," ucap Kuroko begitu mereka sampai di lantai bawah, berjalan menuju jajaran loker sepatu.

"Hm? Benarkah?" menempelkan kedua tangan di pipinya sendiri. "Agak dingin." Mengedikkan bahunya acuh.

"Sangat dingin." Kuroko selesai mengganti sepatunya, juga memakai jaket hangatnya saat kali ini tangan Aomine menyahut tangannya.

"Tanganmu hangat, Tetsu!" jelas Aomine tampak senang dengan temuannya. Segera saja kedua tangan Kuroko dikunci dalam tangkupan tangan besar Aomine. "Kalau aku tahu perpustakaan sehangat ini, seharusnya aku tidur disana saja tadi." Masih sibuk menyerap panas dari tangan Kuroko.

Cuaca dingin, namun wajah Kuroko panas, meski tidak menimbulkan rona merah di wajahnya yang terlalu mencolok; terima kasih pada udara dingin.

"Aomine-kun, saljunya nanti keburu turun." Kuroko berusaha menyamarkan gugup dalam suaranya.

Kini ia menghangatkan tangan mereka berdua dengan uap hangat dari mulutnya, "sebentar lagi, Tetsu. Aku masih merasa dingin."

"Kita bisa melakukannya sambil berjalan kalau kau mau." Kuroko memberikan ide yang paling awal terlintas di kepalanya.

"Huh?" wajah polos bingung Aomine menatapnya, sampai sebuah cengiran lebar khas menghias wajahnya. "Kau benar! Begitu saja!" dengan cepat ia menggosok-gosokkan tangannya ke punggung tangan Kuroko sebelum menautkan jemari kirinya ke jemari kanan Kuroko, lalu memasukkannya ke saku jaket hangatnya.

"Kau mau berjalan dengan posisi begini, Aomine-kun? Kita bukan pasangan sahabat wanita ataupun pasangan kekasih," tanpa sadar genggaman tangan Kuroko mengerat saat mengataknnya; dan Aomine tidak menyadarinya.

"Tidak peduli. Begini lebih hangat," dengusnya acuh, "ayo, Tetsu." Lagi, dengan setengah menarik, ia mengajak Kuroko berjalan, keluar dari gerbang SMP Teikou, menuju jalan ke rumah mereka.

Hangat. Tapi bukanlah kehangatan karena tangannya yang digenggam lalu dimasukkan ke dalam jaket. Karena itu Aomine Daiki, dan mereka saling menggenggam tangan, serta berjalan berdua mengacuhkan dunia. Sebuah kemanisan yang fana karena tidak ada yang menjadi gulanya.

Awalnya mereka berbincang mengenai basket, lalu basket, kemudian basket, sampai akhirnya topik rekan setim menjadi bahan pembicaraan; saat dimana suara Aomine melunak ketika membicarakan seorang Kise, Kise Ryouta.

Dan itu menyengat hingga ke dalam dada Kuroko, jatuh ke perutnya, hingga membuatnya ingin segera berlari dari tempatnya. Kalau ia tidak ingat akan kehangatan Aomine di tangannya, ia tidak akan tinggal.

Jeda lama sampai akhirnya Aomine kembali memecah keheningan, di persimpangan tempat arah rumah mereka berbeda. Mereka sudah saling mengucap salam dan melangkah beberapa langkah saat,

"Tetsu," panggil Aomine dari tempatnya. Jarak mereka terpisah sepuluh langkah sekarang.

Kuroko berbalik, melihat cahayanya disana. "Ada apa, Aomine-kun?"

Aomine menatapnya, menatapnya dalam-dalam hingga Kuroko pun tahu ia sedang berpikir sebelum mengutarakan maksudnya.

Aomine menghela nafas kasar sebelum mengucapkan dua buah kata. Singkat, namun Kuroko jelas mengerti maksudnya.

"Lupakan saja."

.

.

"Tapi serpihan aqua marine sama sekali tidak buruk, Tetsuya."

.

.

Kuroko mengucek matanya, suara bel tanda istirahat makan siang sudah berakhir baru saja berbunyi, membangunkannya dari tidur siang yang singkat. Cukup singkat untuk memimpikan hal semacam itu.

Ketika kedua matanya terbuka, ia menemukan tiga hal : Langit musim panas yang cerah, penampung air raksasa, juga sebuah wajah yang kini sangat tidak asing baginya.

"Kagami-kun...," Kuroko berusaha membangunkan pemuda yang pahanya menjadi bantal tidur siangnya itu.

Tidak ada tanggapan, Kuroko hafal itu. Sampai Kuroko mengusap pipi pemuda itu dan kembali memanggil namanya, "Kagami-kun."

Ketika jemari Kuroko terus naik hingga ia dapat meraih sejumput rambut crimson-nya, lalu menariknya cepat; yang langsung dibarengin dengan erangan kesal emosional dari suara serampangan seorang Kagami Taiga.

"Gah! Kuroko! Tidak bisakah kau membangunkanku dengan cara yang biasa?!" Kagami memegangi bagian rambutnya yang baru saja ditarik.

"Itu biasa, Kagami-kun. Biasa kulakukan padamu setiap harinya," jawab Kuroko tenang, kini ia sudah berdiri dan menatap rekan setimnya yang baru ini. "Ayo, jam pelajaran akan dimulai setelah ini."

Kagami masih merutuk saat berdiri dan mengikuti Kuroko menyusuri tangga dari atap. Melihat Kuroko yang berbeda satu anak tangga di bawahnya, membuat tangannya gatal untuk melakukan sesuatu.

Diraihnya kerah kemeja Kuroko, sekaligus pemuda dengan badan lebih kecil dibandingkan badannya. Hingga ia dapat mendaratkan bibirnya di pelipis pemuda berwajah datar itu.

"Selamat pagi, Kuroko."

Kuroko menarik nafas pendek sebelum menoleh kepada orang-yang-dengan-tidak-hati-hatinya-menariknya-di-tangga. "Konnichiwa, Kagami-kun."

-end:prolog-


Berapa chapter? Rahasia~ #dor

Saya gak bisa mastiin apakah bisa regularly update atau enggak, yang jelas kalau tiap minggu saya gak berani janji. ^^; Tapi saya usahakan ffic ini tidak terhenti seperti ffic saya yang lain... ^^;

Mohon maaf bagi segala typo, OOC-ness, juga ide cerita yang sudah begitu pasaran. Pada intinya saya memang jarang baca ffic di fandom ini sih, jadi gak tau cerita macam apa aja yang udah beredar di sini.

Oke, akhir kata, makasih buat yang membaca! Untuk saran, kritik, review, bahkan usulan untuk next chapter dipersilahkan! Arigatoo, minna-san~ :D

[alta]ira verantca