"Aku benar-benar minta maaf, Naruto-san."

Naruto tersenyum mendengar itu. Ia tidak akan menyalahkan Sasori. Ia tahu Sasori tidak bermaksud mengagetkan adiknya. Mereka telah lama berpisah, jadi wajar saja jika Sasori begitu senang ketika tidak sengaja melihat Deidara.

"Deidara hanya perlu istirahat, dia akan baik-baik saja."

.

.

.

Naruto Fanfiction

Present:

Naruto © Masashi Kishimoto

After Today: Let It Be A Secret © Ran Hime

SasuNaru

Drama, Family, Hurt/Comfort

AU, OOC, Yaoi, Typo, OC

.

.

.

Chapter 15

.

Naruto menggeliat dan membalik posisinya. Perlahan ia membuka mata dan menemukan wajah teduh Sasuke yang masih tertidur. Ah, ia ingat. Sasuke memaksanya untuk berhenti bekerja dan mengajaknya untuk berlibur. Dengan dalih Deidara butuh istirahat, Sasuke membawa keluarganya ke salah satu rumah peristirahatan milik Uchiwa yang berada di kawasan pantai Uzushio.

Naruto tidak pernah mengira jika keluarga Sasuke mempunyai rumah di Uzushio. Ia pikir keluarga Sasuke hanya mempunyai bangunan mewah di kota Ame. Tapi tidak mengherankan, keluarga Sasuke memang kaya sebagai pengusaha. Pasti tidak sulit untuk membangun rumah dimanapun mereka mau.

Naruto menatap wajah itu. Wajah dingin yang biasa ia lihat dari Sasuke, seolah lenyap ketika wajah di depannya sedang menutup mata.

Apa yang Sasuke pikirkan? Ia tidak mengerti sedikit pun dengan jalan pikiran Sasuke. Bagaiman bisa Sasuke menghabiskan waktu luangnya dengan keluarganya, sementara mungkin saja istrinya tengah menantikan telpon dari pria itu. Apa yang akan dipikirkan oleh istrinya saat mengetahui perbuatan Sasuke di sini. Naruto tidak sanggup membayangkan betapa kecewanya wanita itu.

"Suki."

Kata itu keluar dari bibir Sasuke. Membuat Naruto kian merasa bersalah dalam dekapan mantan suaminya itu. Ia tidak tahu harus bagaimana. Berapa kalipun ia menolak Sasuke, pria itu seakan tidak peduli.

Sasuke membuka kedua matanya. Iris hitam yang dingin menatap Naruto dalam diam. Naruto tahu Sasuke masih menunggunya untuk memberi jawaban.

"Sasuke-san ..."

Naruto kian ragu. Dari awal semuanya sudah salah. Keputusannya untuk menikah dengan Sasuke enam tahun lalu yang membuat hati seorang perempuan terluka karena calon suaminya direbut. Perpisahan dan pertemuan kembali beberapa minggu yang lalu juga adalah kesalahan.

"Kenapa kau berpikir aku sudah menikah?"

Naruto masih terdiam. Iris birunya tidak mungkin lupa akan cincin perak yang melingkar di jari manis Sasuke. Itu adalah cincin pernikahan. Dan lagi Sasuke sendiri yang bilang jika ia sudah menikah. Lalu, kenapa Sasuke masih menanyakan hal yang sudah jelas?

"Kupikir tidak akan ada perempuan yang bisa menolak pria seperti Sasuke-san."

Sasuke terlihat ingin tertawa, namun pria itu menahannya hingga senyum tipis terpatri di sudut bibirnya, "aku yang mungkin menolak mereka."

Naruto melepaskan tangan Sasuke di pinggangnya. Ia mulai menjaga jarak dan beranjak untuk bangun, "aku akan menyiapkan sarapan."

Belum juga Naruto turun dari ranjang, Sasuke menahan langkahnya. Pria itu menarik lengan Naruto hingga Naruto kembali berbaring. Naruto menggeliat mencoba keluar dari pelukan Sasuke. Ia tidak berharap mengulang kesalahan malam itu. Bagaimana pun juga itu akan menyakiti hati istri Sasuke.

"Sasuke-san lepaskan," Naruto meronta dan berusaha melepaskan tangan kekar Sasuke.

Namun pria itu hanya menyeringai di balik senyumnya. Dan setengah bangun hanya untuk mengurung tubuh Naruto di bawahnya. Sasuke mempersempit jarak mereka dan memberikan ciuman singkat di bibir tipis Naruto.

"Dia tidak akan marah," ujar Sasuke lirih. Mata hitamnya menatap jauh ke dalam iris biru milik Naruto. Seolah ingin menyampaikan banyak hal yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata.

"Sasuke-san ..." Naruto seolah tersihir akan tatapan itu.

"Istriku bukan orang yang mudah cemburu."

Sekali lagi Naruto menerima ciuman dari Sasuke. Kali ini berbeda dari ciuman singkat tadi. Naruto dapat merasakan kerinduan yang ingin disampaikan oleh Sasuke. Membuat Naruto kian bersalah. Sekali lagi dengan mudahnya ia menerima setiap cumbuan yang Sasuke berikan.

Harusnya ia tidak tinggal di satu tempat dengan Sasuke. Itu bukan hal yang baik.

.

.

After Today

.

.

Naruto terperangah ketika melihat tamu di depannya. Ia tidak pernah mengira jika orang itu akan datang menemuinya. Ia terdiam, tidak tahu harus berkata apa.

"Naruto-san ... maaf, tapi Tuan Besar ingin bertemu dengan tuan muda."

Suara Iruka membuyarkan lamunan Naruto. Ia baru ingat jika adik bungsunya bersikeras ingin ikut menginap di rumah Sasuke. Jadi mau tidak mau ia mengajak Menma.

"Silahkan masuk."

Naruto tersenyum dan membiarkan Madara melangkah masuk ke dalam. Ia mempersilahkan Madara untuk duduk sementara ia undur diri untuk memanggil Menma di dalam. Namun Madara menghentikannya. Membuat Naruto sedikit bingung.

"Bagaimana dengan cucuku?"

Naruto tersenyum menatap Madara. Ia tahu harusnya kedatangan Madara tidak hanya untuk menjemput Menma, akan tetapi juga untuk melihat cucunya yang lain. Naruto dapat melihat kerinduan dalam mata tua itu. Ia jadi merasa bersalah karena selama ini tidak bisa membantu Madara untuk dekat dengan Yuki. Perasaan Deidara adalah segalanya bagi Naruto, ia tidak akan dapat melukai adiknya.

"Dia baik-baik saja, anda mau melihat dia?" tawar Naruto.

Pria itu terlihat ragu. Tidak seperti Madara yang biasanya. Ada banyak hal yang membuat pria itu berubah begitu jauh. Madara tidak lagi membenci dirinya sejak kejadian tiga tahun yang lalu. Bahkan pria tua itu begitu berharap bisa memeluk Yuki layaknya apa yang Madara lakukan bersama Menma.

"Tidak usah." Madara kembali pada sifat aslinya. Dan Naruto tahu bahwa Madara tidak ingin melukai Deidara lebih dari yang pernah ia lakukan. Madara tidak ingin melihat kemurkaan Deidara.

"Dia sedang keluar bersama Itachi-san," Naruto tersenyum kecil, "jika anda mau-"

"Aku akan melihat Menma saja," potong Madara.

Naruto mengangguk dan setelahnya undur diri untuk memanggil Menma.

.

.

After Today

.

.

"Dei ..."

Sasori menghampiri Deidara sebelum mantan adik kelasnya itu masuk ke dalam mobil.

"Senpai?"

Sasori tersenyum. Sebisa mungkin ia akan membuat Deidara nyaman dan menghindari hal yang bisa membuat Deidara syok seperti beberapa hari yang lalu.

"Bisa kita mengobrol sebentar?"

Deidara terlihat ragu. Dan sejenak menoleh kepada Itachi yang berdiri di pintu mobil satunya, "Itachi-san?"

Pria itu mengangguk dan membuat Sasori merasa lega.

.

.

.

Deidara hanya diam. Dan memang seperti itulah Deidara yang Sasori kenal dulu. Walau secara fisik Deidara telah banyak berubah. Ia menjadi semakin tinggi dan tampan.

Lima tahun Sasori mencari Deidara tanpa hasil. Ia jadi merasa tidak tahu apapun tentang sahabatnya selama ini. Ia saja juga baru tahu jika Kyuubi ternyata berasal dari Uzushio. Jadi, setelah ia lulus kuliah dan bekerja, ia pun segera mencari Kyuubi ke sana. Namun semua tidak mudah. Buktinya ia membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menemukan keluarga Naruto.

"Aku minta maaf untuk yang kemarin."

Deidara tersenyum. Masih saja terlihat manis seperti dulu. Masih saja membuat hati kecilnya berdebar. Namun ... Sasori merasa sakit seketika mengingat bahwa Deidara tidak lagi sendiri. Apakah ia memang tidak ditakdirkan untuk memiliki Deidara.

"Senpai ingin bicara apa?"

Sasori mengerjap, mencoba meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Semua pasti bisa ia lalui sekalipun ia akan mendapatkan hasil yang menyakitkan. Sasori menunduk, mengambil cangkir kopi di depannya dan menyeruput sedikit kopi pahit itu.

Ia menatap Deidara lagi. Mengambil napas dalam-dalam.

"A-aku-"

"Aku tidak pantas untuk dicintai Senpai," Deidara memotong kalimat yang bahkan belum setengah Sasori ucapkan, "dan aku bahkan tidak berhak menyayangimu, Senpai."

Bibir Sasori kembali tertutup manakala kata yang ingin ia ucapkan sulit untuk keluar. ia hanya bisa melihat mata biru kehijauan itu menatap dirinya dengan permintaan maaf. Jadi memang tidak ada kesempatan untuknya? Sasori pikir, Deidara hanya terpaksa bertunangan dengan Itachi. Dan ia bisa meminta Deidara untuk bersamanya, setelah ia membuktikan kepada Naruto bahwa ia benar-benar mencintai Deidara dengan tulus.

"Aku minta maaf."

Sasori tidak tahu harus berkata apa. Ia telah kehilangan Deidara bukan hanya untuk setahun atau lima tahun, tapi untuk selamanya. Deidara sudah beranjak pergi, namun Sasori masih terdiam di tempatnya. Apakah Kyuubi memang benar-benar tidak merestui dirinya dengan Deidara seperti yang pernah sahabatnya itu katakan dulu?

.

.

After Today

.

.

"Menma, kakek datang menemuimu."

Naruto memanggil Menma yang sedang asyik mengobrol bersama Sasuke dan juga Yuki. Bocah itu nampak mendesah. Semangat yang beberapa saat lalu menyelimuti dirinya, langsung hilang begitu saja ketika mendengar nama kakeknya.

"Sasuke-san, tolong jaga Yuki."

Sasuke mengangguk dan melihat Naruto pergi bersama dengan Menma. Akhirnya ia punya kesempatan berduaan dengan Yuki. Banyak hal yang ingin ia ketahui. Dan bertanya kepada anak kecil adalah jalan yang terbaik. Yuki tidak akan berbohong atau berkelit layaknya Naruto.

"Mau menikmati udara pantai?"

Wajah pucat itu tersenyum mendengar tawaran yang Sasuke berikan lalu mengangguk.

Sasuke bergegas bangun dari kursi dan segera meraih tangan bocah itu. Mengajaknya berjalan keluar dari pintu belakang. Pemandangan pantai dan air laut langsung menyambut mereka. Udara sejuk begitu terasa saat mereka sampai di bangku yang berada di belakang rumah Sasuke.

"Duduklah." Sasuke membantu Yuki untuk duduk di bangku itu dan setelahnya ia menyamankan diri di samping Yuki.

"Kakekmu datang, kenapa tidak ikut menemui dia?"

Sasuke membuka obrolan. Bocah itu lebih banyak diam, berbanding terbalik dengan Menma yang selalu saja tidak berhenti berbicara. Dan membuat Sasuke tidak tahu harus memulai obrolan yang seperti apa.

"Nanti mama sedih. Yuki tidak ingin membuat Mama sedih."

Sasuke mengerutkan keningnya mendengar penuturan dari bocah itu. Memang apa salahnya bertemu dengan kakeknya sendiri?

"Bukankah harusnya Mamamu senang jika Kakekmu berkunjung?" Sasuke terlihat sedikit antusias saat berbincang dengan Yuki.

"Mama bilang tidak baik jika aku bertemu Kakek."

"Kenapa bisa begitu?" Sasuke mengalihkan pandangannya ke tepi laut. Ombak sore terlihat menyenangkan sebagai teman berenang.

"Mama bilang, Kakek akan membawaku jika aku sering bertemu dengannya."

Sasuke mengangguk tanpa sadar. Ia sedikit mengerti akan ketakutan Deidara akan kehilangan putranya. Namun satu hal yang membuat pikiran pria itu terganggu. Jika Yuki adalah cucu Madara, besar kemungkinan jika bocah itu adalah anak dari Uchiha.

Lalu siapa ayahnya? Itachi? Jelas bukan kakaknya. Bagaimana pun juga mereka belum menikah. Melihat usia Yuki, mustahil jika Kyuubi akan membiarkan Itachi melecehkan adiknya itu.

Mungkinkah Obito? Itu bahkan tidak mungkin. Ia ingat dengan jelas jika hari itu Deidara tidak dalam keadaan hamil. Dan ketika mereka menghilang, Obito tengah berada di luar negeri untuk pengobatan.

"Hey, Yuki-kun ... Boleh aku bertanya sesuatu?" Sasuke menoleh dan menatap Yuki yang tidak mengalihkan sedikitpun pandangannya dari arah laut.

Yuki tersenyum, "katakan saja, Paman."

"Apa aku boleh tahu nama papamu?"

"Uchiha-"

"Sasuke-san ..."

Sasuke menoleh ke samping. Nampak kekecewaan yang terpatri di raut wajahnya itu. Ia berharap bahwa namanya lah yang akan disebut oleh Yuki. Namun kenyataannya Naruto tengah berjalan ke arahnya dengan memanggil dirinya.

.

.

After Today

.

.

Itachi menutup buka di tangannya. Ia tidak mampu berkonsentrasi dalam membaca ataupun menonton televisi di saat pikirannya sedang resah. Deidara belum menghubungi dirinya. Padahal Deidara berkata jika akan menelpon jika Deidara telah sampai di rumah Sasuke. Apakah ia telah salah karena meninggalkan Deidara sendiri bersama dengan Sasori? Haruskah ia menemani Deidara tadi?

Itachi beranjak dari kursi ketika mendengar suara bel pintu berbunyi. Ia bergegas turun ke lantai bawah untuk membuka pintu. Rasanya aneh jika ada tamu datang malam-malam begini.

Itachi terlihat terkejut melihat Deidara tengah berdiri di depannya dengan wajah memerah sedih. Ia ingin bertanya namun rasanya sulit sekali mengeluarkan kata-kata itu.

"Dei ..."

Tanpa menjawab seruan dari Itachi, Deidara segera memeluk tubuh Itachi. Membuat Itachi lebih terkejut.

"Ayo kita bercinta."

Itachi tertegun mendengar kalimat yang bahkan tidak berani ia ucapkan.

"Ada denganmu?"

Itachi menutup mata merasakan remasan pada baju belakangnya. Pasti ada sesuatu yang membuat Deidara mengatakan hal tersebut. Bercinta adalah hal yang mustahil untuk dilakukan bersama dengan Deidara. Dipeluk saja Deidara sudah merasa takut.

"Aku mencintaimu, Itachi-san."

"Aku tahu."

Itachi membalas pelukan Deidara. Ada begitu banyak hal yang telah berubah semenjak Kyuubi memilih untuk pergi. Kakeknya bisa menerima Naruto dan adik-adiknya. Pertunangannya dengan Deidara yang bahkan tidak pernah terbayangkan sekalipun.

"Ayo kita bercinta."

"Kau sedang mabuk."

Itachi melepaskan pelukan Deidara dan menatap wajah basah Deidara. Itachi tersenyum dan mengajaknya masuk ke dalam. Ia akan mencoba untuk mencari tahu apa yang sudah terjadi saat Deidara mulai tenang.

.

.

SasuNaru

.

.

"Sasuke-san, Jugo-san sedang mencarimu." Naruto mendekat ke bangku yg diduduki Yuki dan Sasuke, "aku akan menemani Yuki, kebetulan Madara-sama sedang mengajak Menma keluar."

Sasuke segera bangkit dari bangku dan berjalan meninggalkan dia dan Yuki.

Naruto hanya mengangkat bahunya sejenak ketika melihat tingkah Sasuke. Apa ia telah berbuat salah? Atau tanpa sadar telah membuat Sasuke tersinggung? Entahlah, Naruto tidak ingin ambil pusing. Ia segara Duduk di samping Yuki.

"Kalian sedang berbincang apa?" Naruto memulai obrolan dengan bocah kesayangan Deidara itu.

"Dia bertanya nama Papa."

Naruto hampir saja tersedak ludahnya mendengar kalimat dari Yuki, "la-lu?" Lanjutnya dengan ragu.

"Aku bilang Uchiha lalu Naru-chan datang."

Tanpa sadar Naruto menghela napas lega. Ia belum siap akan hal itu. Dan mungkin sampai kapanpun ia tidak akan siap untuk membicarakan tentang identitas Papa Yuki.

Naruto tersadar ketika merasakan kepala Yuki mengenai lengannya. Ia menoleh kepada anak itu sesaat dan kembali menatap langit di ujung laut yang mulai berubah warna. Dengan lembut jemarinya mengusap rambut halus Yuki.

"Hei, Naru-chan."

"Hemm ... "

"Apa dunia itu indah, Ayah?"

Naruto terdiam lalu menatap Yuki untuk beberapa saat, ia tersenyum walau ia tahu bocah laki-laki di sampingnya tidak akan melihat senyumnya itu, "tentu saja."

.

.

After Today

.

.

Itachi terbangun saat merasakan pergerakan dari Deidara. Ia mengerjap beberapa kali sebelum membangunkan tubuhnya untuk duduk. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Diraihnya ponsel yang ia taruh di atas meja nakas dekat ranjang. Ia mencoba menghubungi Naruto untuk memberi tahu bahwa Deidara bersamanya dan Naruto tidak harus mencemaskan keadaan adiknya itu.

"Naruto-kun."

"Deidara menginap di rumah bersamaku. Jadi tidak perlu mengkhawatirkan dia."

"Iya."

Itachi menghela napas tanpa sadar. Ia meletakkan kembali ponselnya di atas meja nakas. Disenderkan kepalanya ke kepala ranjang. Ia mendongak, menatap langit-langit kamarnya.

Akan seperti apa masa depannya nanti? Itulah yang selalu menjadi pikirannya. Itachi harus menjaga Deidara, namun pemuda itu bahkan tidak pernah bisa ia sentuh sedikitpun. Ia tidak bisa melangkah lebih jauh sekalipun ia ingin. Jika ia melakukan hal tersebut, cepat atau lambat Deidara akan hancur lagi seperti dulu.

Itachi bahkan tidak sanggup menyentuh Deidara walau pemuda itu yang meminta lebih dulu. Ia hanya bisa menemani Deidara dan membuat pemuda itu merasa lebih baik.

Itachi memejamkan matanya. Deidara memeluk pinggangnya semakin erat.

"Hei, Kyuubi ... Seperti inikah kau menghukumku?" Itachi berbicara sendiri dalam malam yang sunyi.

"Apa kau bahagia di sana? Atau kau tengah mengejekku karena tidak mampu mengkhianati permintaanmu?"

Itachi tersentak ketika merasakan pergerakan dari Deidara. Pemuda itu nampak mulai terbangun.

"Itachi-san, aku lapar."

Itachi tersenyum, "aku akan membuatkan makan malam untukmu."

Deidara mengangguk.

Itachi segera bergegas bangun, beranjak keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur.

"Hei, Kyuubi ... Boleh aku mencintai adikmu?"

.

.

.

To be Continue ...