Akhirny dapet mood buat nulis juga. Chapter ini isinya cuma lemon doang, karena udah terlalu sering nulis berbagai macam lemon dengan cerita yang aneh-aneh, entah kenapa jadi bingung ketika mau nulis lemon yang vanilla...

Silahkan dinikmati


Banyak orang yang bilang kalau pernikahan itu hanya manis di awalnya saja. Karena ketika sudah menikah, akan mulai terlihat semua keburukan pasangan masing-masing dan mau tidak mau harus menerimanya.

Tapi, Naruto merasa itu tidak berlaku untuk dirinya.

Bukannya ia sok romantis atau apa, tapi ia tidak pernah merasa jenuh dengan Gaara.

Istrinya itu sangat menawan, bahkan menggiurkan dalam berbagai arti.

Kulitnya yang putih dan mulus tanpa cela, rambutnya yang merah dan agak panjang sekarang, matanya yang memiliki warna seperti mata kucing yang aneh, tubuhnya yang ramping, sampai lingkar mata hitamnya yang sepertinya sudah permanen meski ia sudah rutin tidur sekarang.

Belum lagi sifatnya yang manis, agak cerewet kalau Naruto mengeluarkan kebiasaan buruknya, sayang dan sangat perhatian pada Ryuuki, tapi sangat menggemaskan bila sudah ada di tempat tidur, apalagi di bawah tubuh Naruto.

"Nah, Ryuu-chan, jangan nakal ya."

Naruto sedang memandang Gaara mengucapkan salam perpisahan sementara dengan Ryuuki, dimana tak jauh dari sana berdiri Temari dengan wajah yang teduh.

"Hm," jawab Ryuuki. Temari menepuk pundak Naruto, membuat Hokage muda itu sedikit bingung.

"Berjuanglah," katanya sambil menyugingkan seringai.

Gaara kontan memerah mendengarnya, sementara Naruto tertawa kecil dan menyeringai balik.

"Tenang saja," balasnya.

Ryuuki memandang para orang dewasa dengan pandangan bingung, namun tidak menanyakan apapun.

"Nah, ayo pergi Ryuuki, nanti Obaa-chan belikan kamu mainan baru," kata Temari, beralih keponakannya.

"Hm," Ryuuki mengangguk, menyugingkan senyum polos pada kedua orang tuanya dan akhirnya pergi dari rumahnya.

Gaara mendesah ketika pintu rumahnya tertutup, ia menoleh pada Naruto dengan pandangan khawatir.

"Mungkin, seharusnya tidak perlu sampai seperti ini, aku khawatir...," katanya, jiwa keibuannya kembali bangkit.

Naruto merangkul Gaara dengan mesra. "Kau ini, belum ada 5 detik berpisah dengan Ryuuki sudah khawatir begini. Kau kan tahu bagaimana Ryuuki sepertinya punya kemampuan khusus mergokin kita kalau lagi mesra-mesraan..."

Gaara mendesah dan entah kenapa Naruto jadi merasa gemas. Ia tidak tahu pendapat orang lain bagaimana, tapi melihat Gaara khawatir dengan buah hati mereka membuatnya terlihat seksi.

Ia mencium bibir istrinya dengan penuh sayang.

"Setidaknya untuk hari ini, kau milikku seorang," kata Naruto dengan nada jahil.

Gaara cemberut sedikit padanya. "Kau ini..."

Namun, kemudian cepat memekik saat ada yang meremas kedua bokongnya.

"Kau lupa? Kau kan yang bilang sudah siap untuk punya anak lagi... itu artinya kita harus berjuang hari ini," bisik Naruto ke telinga Gaara.

Sang suami mengecup leher Gaara dengan penuh hasrat, perlahan mendorong Gaara ke dinding. Ia tidak bisa mengerti, tapi meski sudah mencoba 'merasakan' tubuh di pelukannya ini puluhan atau mungkin ratusan kali, ia tidak pernah bisa bosan.

"Ngh... Naru... jangan di sini...," keluh Gaara, namun tak bisa menahan erangannya. Kedua tangan Naruto sudah menjalar masuk menerobos pakaiannya. Yang satu mengangkat kaus yang dikenakan Gaara, dan satu lagi menyelinap masuk ke celana.

Naruto memilih untuk tidak merespon. Ia tidak peduli apakah nanti ada orang yang mendadak masuk ke rumah mereka dan menangkap basah sang Hokage sedang bercumbu dengan istrinya. Yang jelas, ia sudah tidak menahan diri untuk merasakan Gaara hari ini.

Gaara hanya bisa bersandar pada dinding, membiarkan Naruto bekerja memanjakan tubuhnya. Kalau sudah seperti ini, sang istri sudah tak punya pilihan lain kecuali mengikuti kemauan Naruto. Lidah Naruto menjulur, menjilat setiap bagian kulitnya yang bisa dijangkau, tak lupa memberikannya gigitan kecil di sini dan di sana.

Sementara Naruto merogoh sebotol lube kecil dari tangannya, ia membukanya dengan satu tangan dan menuangkannya dengan asal kemudian melemparkannya ke lantai. Ia menarik turun celana Gaara hingga lepas, kemudian mengangkat satu kaki istrinya agar ia bisa mengakses lubang anus milik Gaara dengan mudah.

"Ah... ngh...," Gaara mengerang. Tubuhnya tak bisa melawan, hanya bisa meleleh merasakan rasa nikmat bagaimana jari Naruto masuk ke dalam tubuhnya. Akal sehatnya sudah hampir tidak bekerja, samar-samar ia merasa cemas bagaimana ada orang yang hendak bertamu ke rumahnya dan mendengar suara-suara dari balik pintu.

Namun, kekhawatirannya segera pergi saat Naruto berhasil meraih titik prostatnya. Gaara hanya bisa mengejang dan mengerang, tak mampu melawan rasa nikmat.

Naruto merunduk dan mencium bibir Gaara dengan mesra, sementara tangannya sibuk meregang tubuh Gaara agar siap menerimannya. Gaara mendekap Naruto erat, haus akan kontak tubuh yang lebih banyak.

Sang suami bisa merasakan bagaimana istrinya sudah mulai rileks dan bagaimana lubang itu terus menerus menghisap jarinya masuk, seakan lapar akan sesuatu yang lebih besar.

Naruto mendorong Gaara lebih keras ke dinding, mengangkat kedua kaki milik istrinya, dan mengeluarkan kejantanannya dari balik celana, kemudian menusukkannya ke tempat yang tepat.

"Aaaahhh...," Gaara mengalungkan kedua kakinya ke pinggang Naruto untuk support. Ia bisa merasakan bagaimana lubangnya dimasuki oleh penis suaminya yang besar.

Naruto mengecup bibir istrinya lagi dan mulai bergerak perlahan. Ia sangat menikmati bagaimana reaksi Gaara di pelukannya. Pipinya yang kemerahan, matanya yang setengah terbuka mabuk dengan kenikmatan, bibirnya yang memerah dan sedikit bengkak...

"Ngh! Ah! Naru!" erang Gaara, merasakan bagaimana Naruto menghantam titik prostatnya berkali-kali.

Tangan Naruto merayap dan menarik puting Gaara yang tegang. Sang istri melengkungkan tubuhnya, merasa nikmat tak tertahankan.

"Hm... Gaara...," desah Naruto, mencium Gaara lagi, mendekapnya erat, sambil menuntun tubuh Gaara naik turun menaiki penisnya.

Ia tidak akan pernah bisa bosan dengan sensasi ini. Bagaimana ketatnya cincin anus Gaara meremas penisnya, namun bagian dalam lubang Gaara yang lembut seperti memeluk penisnya.

Sangat menakjubkan...

Gaara mengerang ke dalam ciuman mereka, tak bisa tahan dengan serangan bertubi-tubi ke titip prostatnya. Ia merasakan penisnya sendiri seperti berkedut, tak kuat lagi menahan kenikmatan yang menenggelamkan pikirannya.

"Aaaah...!" erang Gaara, menyemburkan semen dari penisnya, sementara Naruto merasakan bagaimana anus Gaara kontraksi hebat di sekitar penisnya, tak punya pilihan lain selain mengeluarkan isinya.

Gaara menikmati rasa klimaks dan juga bagaimana cairan hangat mengisi tubuhnya.

"Kau milikku hari ini Gaara... milikku seorang...," gumam Naruto, mengecup pipi Gaara dengan penuh sayang.

IoI

"Aku tidak percaya aku tidak pernah mencoba ini sebelumnya..."

Gaara cemberut menatap Naruto yang tampak sangat puas dengan wajah super mesum. Ia tak percaya, Naruto tiba-tiba saja memintanya untuk mengenakan celemek tanpa busana apapun. Dengan kata lain, naked apron.

"Ini apa maksudnya?" keluh Gaara, berusaha menutupi tubuhnya.

"Masa' kau tak tahu? Pengantin baru sering begini lho. Tapi, kau kan langsung hamil waktu kita menikah, waktu hamil, mana tega aku main-main denganmu. Apalagi pas Ryuuki lahir, mana bisa...," cerocos Naruto, mengitarI istrinya dengan puas.

Celemek merah marun, meski modelnya biasa tanpa renda-renda, bila dikenakan seperti ini memang tampak menggoda. Ia bisa melihat bagian belakang Gaara sepenuhnya terbuka tanpa penutup apapun.

"Begini kan dingin...," keluh Gaara lagi. Tentu saja ia merasa malu, malah kalau boleh memilih lebih baik telanjang sekalian. Kalau begini, mana mungkin ia bisa pakai celemek ini lagi tanpa berpikir yang aneh-aneh.

"Tapi kan manis sekali...," puji Naruto, ia mencubit bokong Gaara dengan rasa gemas. Sang istri merasa kesal dan menepis tangannya.

"Uuh, cukup, aku mau pakai baju lagi," omel Gaara, tidak mempedulikan protes Naruto dan berlalu. Namun, sebelum ia bisa pergi jauh, sang suami menangkapnya dari belakang.

"Eits, jangan harap bisa kabur," sergap Naruto, memeluk Gaara dari belakang.

Gaara sedikit panik, namun Naruto segera mendorongnya ke sofa dan sang istri pun terjerembab di sana dengan posisi telungkup. Jujur, ia merasa untuk membuat anak lagi, rasanya tak perlu mencoba hal-hal aneh seperti ini tapi seperti biasa, tampaknya Naruto punya pikiran lain.

Gaara yang hendak bangkit terhenti langkahnya saat Naruto membelai bokongnya.

"Anusmu masih meneteskan semen, mana bisa aku tahan melihat yang seperti ini...," gumam Naruto, mengecup mulut anus Gaara.

Sang istri hanya bisa memeleleh saat ia merasakan otot tak bertulang melesak masuk ke dalam anusnya.

"Hm...," Naruto bisa merasakan semennya sendiri di dalam anus Gaara.

"Aaahh... ngh...," Gaara mengerang dan menggenggam erat permukaan sofa. Ia tak bisa menahan rasa nikmat bagaimana lidah Naruto menstimulasi anusnya.

Naruto tersenyum melihat bagaimana perlahan penis Gaara kembali ereksi dan bagaimana anusnya berkedut-kedut kembali.

Sang suami merangkak dan mengecup punggung Gaara.

"Kau benar-benar membuatku tidak tahan, Gaara...," gumamnya dengan nada rendah.

Gaara hanya bisa mendesah, karena akhirnya anusnya terbebas. Namun, pada saat yang sama, ingin dimasukkan sesuatu yang lebih besar.

Naruto merangkak lagi dan menjilat telinga Gaara.

"Aku benar-benar cinta padamu..."

Wajah Gaara sedikit memerah mendengarnya.

Ia hanya diam saat ia bisa merasakan benda tumpul menusuknya dari belakang. Tanpa melihat pun, ia sudah hapal bagaimana bentuk penis Naruto sekarang.

"Uuuh... ngh...," erang Gaara. Naruto menggenggam erat kedua tangannya sementara, bibirnya sibuk menciumi leher dan pundak belakang Gaara.

Gaara berusaha mengontrol dirinya saat Naruto berhasil memasuki dirinya sepenuhnya. Entah kenapa, sampai sekarang pun ia masih tidak bisa terbiasa dengan ukuran penis Naruto.

Naruto menanti Gaara menyesuaikan diri dengan sabar. Saat ia merasakan lubang di sekitarnya mulai rileks, ia mulai menggerakkan pinggulnya.

"Ah! Naruto!" Gaara mengerang, merasakan kenikmatan yang aneh dari pergerakan penis di dalam anusnya. Badannya mengejang saat penis itu menghantam titik prostatnya.

Naruto menggerakkan pinggulnya, tahu kemana ia harus bergerak, tahu titik lemah Gaara dimana ia bisa membuat istrinya tenggelam dalam kenikmatan. Ia juga tidak tahan bagaimana cincin anus Gaara memeras penisnya dengan kuat, sementara bagian dalam Gaara hangat, empuk dan basah.

Berkali-kali titik prostat Gaara dihantam, membuat sang istri tidak kuat menahan nikmat. Penisnya yang tegang basah oleh precum. Perutnya mulai melilit dan pandangannya seperti tidak jelas.

"Gaara... tolong kandung anakku lagi...," gumam Naruto ke telinga istrinya. Tangannya dengan mesra memeluk dan meraba perut Gaara. Sang istri ingat bagaimana perut itu terisi oleh bayi dahulu, buah hatinya tercinta, Ryuuki.

"Uhm...," Gaara hanya mampu mengerang, penisnya berkedut dan akhirnya menyemburkan isinya sementara Naruto mengisinya tak berselang lama kemudian. Semen yang hangat dan kental mengalir mengisi tubuh Gaara.

Ia ingin hamil lagi...

Ia ingin memiliki anak lagi...

Naruto mencium bibir Gaara dengan penuh hasrat, membuat istrinya meleleh. Meski, yang membuat Gaara heran, bagaimana penis Naruto masih terasa keras di dalam anusnya.

"Uuh... Naru..," keluh Gaara.

Naruto tersenyum lebar, mengecup mesra leher Gaara.

"Lagi?"

Namun, ekspresi Naruto berhenti sesaat kemudian dahinya mengernyit, membuat Gaara bingung.

"Ada apa?"

"Tu-tunggu...," katanya, memegangi kepalanya. Gaara sedikit memiringkan kepalanya namun Naruto mendorong Gaara agar menjauh darinya dan sang istri terjerembab ke lantai.

"Kurama-brengsek!" seru Naruto, membuat alarm di kepala Gaara berdering seketika, melupakan rasa amarahnya karena sudah didorong hingga jatuh.

Gaara bisa melihat Naruto berusaha melawan sesuatu di dalam kepalanya namun saat matanya terbuka, terlihat bola mata merah dengan pupil runcing membuat Gaara tahu suaminya sudah kalah.

"Lama tak bertemu, Gaara..."

Sang mantan kazekage melotot pada bijuu yang kini menguasai tubuh suaminya.

"Apa maumu? Kembalikan Naruto!" seru Gaara dengan kesal, pasir-pasir mulai berkumpul di sekitarnya.

Kurama memutar matanya. "Kau sedang bersenang-senang, tak adil rasanya hanya bisa melihat. Sebenarnya aku ingin bertemu dengan Shu sekarang," Kurama menarik dagu Gaara.

"Tapi seperti biasa... Shu pasti menolak untuk keluar kan?" tanyanya.

Gaara hanya mengulum bibirnya, karena reaksi dari Shukaku di dalam kepalanya hanya sebuah geraman, tampaknya sang bijuu tak ingin keluar.

"Lagipula tak masalah, kau cukup manis...," komentar Kurama dengan wajah mesum membuat Gaara dengan cepat menepis tangannya dari dagunya.

"Cepat kembalikan Naruto!" katanya, mengumpulkan lebih banyak pasir. Namun, sang bijuu sama sekali tidak bereaksi.

"Aku harus mencari cara agar Shu mau keluar dari tubuhmu..., lagipula aku kan sudah bilang, secara literal karena aku dan Naruto ada di dalam satu tubuh, kau juga milikku...," terang Kurama menawarkan logikanya.

Gaara hanya menggeretakkan giginya.

"Yang itu artinya, aku juga milikmu," lanjut Kurama.

Gaara mengerjapkan matanya sedikit. Seringai Kurama terpulas dengan rasa puas.

"Lagipula, Naruto masih bisa merasakannya di dalam tubuhku...," Kurama menarik satu tangan Gaara, agar sang istri naik kembali ke sofa dan berada di lebih dekat dengannya.

"Tidak! Aku tidak mau!" Gaara berusaha melepaskan tangannya, namun cengkraman Kurama cukup kuat.

"Huft... kalau begitu, coba bujuk Shu keluar...," tawar Kurama dengan wajah lelah. Gaara diam dan mencoba berkomunikasi dengan bijuunya yang terkenal semaunya, namun tak mendapat respon.

"Nah, terpaksa kan? Tenang saja, Naruto akan menyalahkanku, bukan menyalahkanmu...," Kurama mendorong tubuh Gaara merebah dan memaksa dirinya berada di depan selangkangan Gaara. Sang istri panik, berusaha menyerang sang bijuu dengan pasir namun pasirnya dengan cepat ditebas dengan selimut chakra berbentuk ekor-ekor milik Kurama.

"Dan kau tak akan menang melawanku," tambah Kurama.

"Kau waktu itu berjanji... tak akan memasukkan apa-apa ke dalam diriku...," gumam Gaara, berusaha kelihatan tegar meski dalam hati ketakutan.

"Itu kan 'waktu itu'. Sekarang lain. Sebagai tambahan, aku hanya ingin memanggil Shu keluar... aku tahu, setelah kurangsang beberapa lama, dia akan keluar, karena dia pun bisa merasakan apa yang kau rasakan," kata Kurama dengan senyuman penuh percaya diri.

"Le-lepaskan!" seru Gaara mulai panik, ia tahu Kurama memiliki tubuh yang sama dengan Naruto. Tapi, tetap saja, dalamnya bukan Naruto, bukan suaminya. Dan Gaara takut dengan apa yang akan Kurama lakukan pada dirinya.

"Diam dan nikmati saja," gumam Kurama dengan nada rendah. Ia merunduk dan mencium Gaara. Si rambut merah mencoba melawan, namun dengan cepat Kurama mendominasi ciuman mereka. Dan Sang istri memekik ke dalam ciuman mereka, saat merasakan sensai yang sudah pernah ia rasakan sebelumnya.

Bagaimana salah satu ekor Kurama menyelip masuk ke dalam anusnya.

"Kalau kau memang menolakku, silahkan berjuang untuk tidak menikmati ini," ejek Kurama, membuat rasa amarah Gaara terbakar.

Namun, rasanya sangat sulit. Ekor itu terasa panas di dalam anus Gaara, seperti membuat anusnya meleleh. Tapi pada saat yang sama, ekor itu seperti membuat anusnya menjadi lebih sensitif sehingga makin sulit bagi Gaara untuk menolak rasa nikmat.

"Lihat... kau menikmatinya bukan? Naruto memang sudah melatihmu dengan baik...," Kurama memijat penis Gaara yang mulai tegang kembali. Si rambut merah tercekat, wajahnya sangat merah dan ia menggigit bibirnya kuat-kuat agar tidak mengerang kenikmatan.

"Kau berjuang cukup gigih...," Kurama mengejek usaha Gaara.

"Kurasa memang sulit memuaskanmu hanya dengan ekorku saja...," tambah Kurama lagi, mengeluarkan ekornya dari lubang anus Gaara.

Sang istri mendesah, meski ekornya sudah dikeluarkan, tapi anusnya tetap terasa panas.

"Uh... Hentikan... Naru...," pinta Gaara, tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Kurama memosisikan penisnya di hadapan anus Gaara, ia membuka kaki Gaara lebar-lebar. Namun belum sempat ia memasuki lubang menggiurkan itu, mendadak tubuhnya diterjak ombak pasir hingga terhempas ke dinding.

"Dasar brengsek!"

Kurama tersenyum puas melihat bola mata Gaara berubah menjadi warna emas dan pasir mulai menyelimuti sebagian tubuhnya membentuk telinga dan ekor.

"Shu! Akhirnya kau keluar juga!" seru Kurama senang, dengan mudah membebaskan diri dari kurungan pasir Shukaku.

"Kau ini maunya apa?" seru Shu dengan kesal. Kurama menyeringai dengan gaya khas rubah.

"Kita buat anak juga yuk..."

Dan ia diterjang ombak pasir lagi.

"Siapa yang sudi punya anak denganmu?!" seru Shukaku keras. Kurama kembali muncul dari lautan pasir lalu dengan cepat melompat ke belakang Shukaku.

"Oh ayolah... toh bukan kau yang hamil, tapi jinchuurikimu kan? Kurasa, lebih aman kalau kita juga ikut 'membuat anak', jadi chakra kita bisa bergabung dengan chakra anak bocah pirang ini dan istrinya lebih baik, tidak seperti Ryuuki."

Shukaku menatapnya dalam-dalam. Tatapan penuh kebencian, namun ditatap seperti Kurama justru makin ingin menyerangnya.

"Coba saja kalau kau bisa."

Dan Kurama menyeringai dengan puas.

Selanjutnya, terjadi pertarungan antara bijuu, meski mereka ada di dalam tubuh manusia. Gerakan Shukaku agak lambat, tampaknya karena bagian tubuhnya sakit sudah 'dimanja' sebelumnya. Jadi, tak sulit bagi Kurama untuk menyudutkannya di lantai.

"Oh ayolah Shu... aku tahu kau menginginkannya...," goda Kurama. Shukaku hanya memutar matanya dan menghempaskan ekor pasirnya ke wajah bijuu itu.

Kurama masih ada di atas tubuhnya, meski wajahnya agak membiru setelah kena tampar ekor.

"Shu, kau ini," Kurama berusaha menghentikan tubuh Shukaku yang terus memberontak, namun akhirnya berhasil memposisikan kepala penisnya di depan anus Shukaku.

"A-Ah!" Shukaku memekik, wajahnya memerah sedikit. Ekspresi langka seperti ini yang disukai oleh Kurama.

Kurama memasukkan penisnya dengan paksa sampai pangkalnya ke dalam anus Shukaku. Ia cukup senang dengan ukuran penis Naruto, juga puas dengan sempitnya lubang Gaara. Meski tidak sama jika mereka di dalam tubuh asli mereka, tapi tubuh manusia ini masih bisa memberikan kepuasan tersendiri.

"Shu...," gumam Kurama, memajumundurkan pinggulnya. Ia mengikat kedua tangan dan kaki Shukaku dengan ekornya agar sang bijuu di bawahnya tidak lari.

"Ah! Ngh! Brengsek!" Shukaku mengerang dengan suara Gaara. Namun, Kurama tidak bisa dibohongi, Shukaku jelas menikmatinya meski tak mau mengakuinya.

Kurama menghantam keras tubuh di bawahnya, menusuk titik prostat dengan penisnya. Shukaku menjerit keras, penisnya basah oleh precum, sudah jelas menikmati seluruh perbuatan Kurama pada tubuhnya.

"Kau manis Shu... aku suka tubuh ini...," Kurama merunduk dan mencium Shukaku, namun sang bijuu menggigit bibirnya. Kurama mundur, bibirnya meneteskan darah namun ia hanya tertawa.

"Justru sikapmu yang seperti itu yang membuatku tak tahan," komentar bijuu berekor sembilan tersebut. Ia memeluk Shukaku dengan rasa gemas, tak peduli bagaimana bijuu ekor satu tersebut memberotak. Tak lupa ia terus mempenetrasi Shukaku. Berkali-kali menghantam prostatnya tanpa ampun.

Kurama bisa merasakan anus Shukaku berkedut, tanda kalau pasangannya akan datang sebentar lagi. Ia melihat wajah Shukaku baik-baik, yang tampaknya terbelah antara marah namun menikmati aktivitas mereka sekarang.

"Aaaah!" Shukaku mengejang keras, penisnya menyemburkan semen.

Kurama merasakan bagaimana otot di sekitar penisnya berkontraksi, memaksanya untuk mengeluarkan isi penisnya.

Ia membiarkan chakranya mengalir ke dalam tubuh Shukaku, atau lebih tepatnya, Gaara, membiarkannya bergabung dengan aliran chakra pasangan bijuunya.

"Hah... tidak sama... tapi tidak jelek," komentar Kurama, dimana kali ini ia menerima tamparan ekor di wajahnya yang membuatnya mental kembali menghantam dinding.

IoI

"Kurama brengsek... awas dia nanti..."

Naruto mendengus keras, merasa kesal namun tidak tahu harus melampiaskannya pada siapa. Siapa yang menyangka, hari dimana ia bisa bercumbu dengan Gaara sepuasnya malah dicuri setenganya oleh bijuu mesum di dalam tubuhnya ini.

Untung ia tidak memperkosa Gaara, kalau tidak...

"Sudahlah Naruto... tidak apa-apa..."

Naruto mendesah keras, kemudian beralih menatap Gaara yang terbaring di tempat tidur. Bagian bawah tubuhnya sudah jelas kesakitan, dipaksa melayani dua makhluk mesum hari ini.

"Tapi, kau dengar apa yang dikatakan Kurama tadi? Soal bagaimana chakranya dan Shukaku bergabung dengan chakra bakal janin kita...?" tanya Naruto.

Gaara mengangguk, meski wajahnya sama bingungnya dengan Naruto.

"Kurasa, dengan cara itu, chakra calon anak kita akan lebih stabil. Entahlah, aku juga tak paham apa yang dikatakan Kurama tadi, meski Shukaku tampaknya mengerti," jawab Gaara.

"Ergh, sekarang Kurama asik tidur di kandangnya... dasar rubah mesum," keluh Naruto. Gaara hanya bisa tersenyum tipis mendengarnya.

"Itu masih lebih baik, Shukaku terus mengumpat di dalam kepalaku, tapi tak mau menjawab meski sudah kutanya," balas sang istri.

Naruto membaringkan diri di samping istrinya, kemudian meraba perut Gaara pelan. Mencoba merasakan apakah ada chakra kecil di dalam perut tersebut.

"Kurasa kita masih harus menunggu sampai besok...," kata Gaara. Naruto mendesah dan mengecup kening istrinya.

"Kau pasti capek... Kurama kasar sekali tadi..., tidurlah," bujuk Naruto lembut. Gaara mengangguk dan menyamankan dirinya di samping suaminya.

"Kau belum tidur?" tanya Gaara, ia sudah lelah namun jelas Naruto tampaknya masih terjaga.

"Masih harus memikirkan bagaimana cara membalas Kurama, baru aku tidur," jawab suaminya. Gaara hanya mendengus dan menutup matanya.

Ia juga sedikit marah dengan Kurama, tapi mendengar perkataan Kurama perihal chakranya dan Shukaku... mungkin Kurama juga ingin anak mereka memiliki kondisi yang lebih baik dari Ryuuki? Entahlah, Gaara tak bisa mengerti pola pikir bijuu berekor sembilan tersebut.

Hanya mungkin... Kurama tidak jahat... meski tidak bisa dibilang baik. Gaara berharap semuanya akan baik-baik saja.

TBC


Sori kalau jadinya aneh, update sebelum puasa. Mungkin chapter depan setelah lebaran. Entahlah, berdoa aja ^^