Arakafsya Uchiha Mempersembahkan:

"TWIN"

Genre: Romance/Friendship

Characters: Sasuke U. & Sakura H.

Rate: Semi M

Disclaimer: Masashi Kishimoto

.

.

.

Don't like?! Don't read!

.

.

.

Tokyo Hospital. March, 29th – 2013

Kushina masih duduk diam di ruang tunggu pasien, di hadapannya kini juga duduk seorang gadis yang begitu mirip dengannya—puteri kandungnya yang sudah lama ia tinggalkan. Gadis itu masih menunduk dengan pandangan kosong mentap lantai, dibahunya sudah bertengger suite hitam milik kekasinya. Ia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Ia melirik ke sekitar, hanya ada mereka berdua disini. Ya, setidaknya sampai tiba-tiba seorang pemuda berambut silver yang diketahui Kushina adalah kekasih puterinya itu datang dengan membawa sebuah bingkisan.

"Makanlah, kau belum makan apa-apa sedari tadi." Ucapnya lembut penuh kasih.

Gadis berambut merah maroon itu tetap tak bergeming. Kushina menatap puterinya, lalu bangkit dan menghampiri keduanya. Ia berjongkok di hadapan puterinya, tersenyum lembut sampai akhirnya sang anak mau mengangkat wajahnya—memperlihatkan jejak air mata yang tersisa di pipinya.

"Suigetsu benar, kau harus makan." Ucap Kushina sembari menatapnya.

"Pergilah. Aku sedang tak ingin diganggu." Jawabnya dingin sambil menatap kosong Kushina, hampa.

"Jangan bicara seperti itu di depan ibumu, Karin. Bagaimana pun juga dialah yang melahirkanmu." Suigetsu menyahuti perkataan kekasihnya.

"Sudah, tidak apa-apa. Karin-chan hanya butuh waktu, aku memakluminya. Tapi, Suigetsu benar…kau harus tetap makan." Jawab Kushina sembari tersenyum tegar—mencoba untuk tegar.

Kushina lebih memilih pergi, meninggalkan keduanya. Ia tidak bisa membiarkan air matanya turun di depan Karin, ia tahu anak itu membencinya. Pastilah sulit menerima kenyataan, dimana sepasang anak kembar harus berpisah karena keegoisan orangtua mereka sendiri. Terlebih, ketika keduanya bertemu kembali, kejadiannya malah seperti ini.

.

.

.

Tidak butuh waktu lama bagi Sasuke untuk memarkirkan mobilnya di parkiran umum rumah sakit Tokyo. Setelah dia keluar dari mobil tersebut, langkah kakinya langsung membawanya pada ruang dimana kekasihnya dirawat. Jam masih menunjukkan pukul enam pagi, kemungkinan besar kalau tidak ada seorang pun yang menunggui Sakura. Sampai di depan pintu, ia menghela nafas panjang. Dirinya membuka pintu ruang rawat Sakura dan begitu terkejut menemukan sosok mantan kekasihnya berada disana.

"Karin." Ia tertegun sebentar menatap Karin, lalu mengembalikan wajah datarnya seperti biasa.

"Hm? Mau apa kau kemari pagi-pagi begini, Sasuke?" Tanya gadis itu sembari menatap sosok pemuda yang masih berdiam mematung di ambang pintu.

"Hn, menjenguk Sakura." Jawabnya, pemuda berambut harajuku itu melangkah masuk.

"Aku tidak menyangka—" Karin tersenyum lirih, menatap tubuh Sakura yang kini tertimpah banyak alat medis dan selang-selang yang menghubungkannya entah pada apa.

"Aku sama sekali tidak menyangka kalau kita akan bertemu lagi, bahkan ini terlalu aneh untukku." Lanjutnya lagi.

Sasuke hanya diam, tidak menatap Karin. Ia hanya menatap sosok Sakura yang saat ini masih terbaring lemah, tangan kanannya mengusap lembut helaian rambut merah muda kekasihnya. Karin membalikkan tubuh, menatap kaca jendela besar yang menghubungkannya pada dunia luar, bibirnya tersenyum entah untuk apa.

"Bahagiakan adikku," ucapnya lagi sembari menatap pemandangan diluar kaca jendela.

Sasuke tetap tidak bergeming, ia masih sibuk menatap wajah kekasihnya. Padahal, kemarin gadis itu masih bersemangat—melakukan sesuatu dengannya. Padahal, kemarin dia juga yang paling bersemangat datang ke acara ulang tahun Karin. Memang, takdir siapa yang tahu. Tapi ini semua terlalu cepat baginya, terlalu mendadak. Terlebih, soal donor jantung itu masih menjadi pikirannya. Ia masih berpikir, apakah benar Karin akan rela mati demi adiknya? Apakah tidak ada jalan lain?

"Mendonorkan jantung, artinya kau siap mati." Ucap Sasuke pelan, tanpa menatap Karin.

Gadis itu tidak membalikkan tubuhnya, "Aku rela melakukan apa pun untuk adikku."

Sasuke mendecih, "Orang yang mati bunuh diri, Tuhan tetap tidak akan menerima ruhnya."

"Itu urusanku dengan Tuhan," gadis itu menengadahkan kepalanya, menatap langit dari balik jendela kaca.

"Aku akan mencari jalan lain. Aku akan tetap mencari jantung yang tepat," ucap Sasuke penuh keyakinan.

"Jangan membuang waktu. Operasi harus segera dijalankan," sela Karin dengan nada sendu.

"Kau mau meninggalkan ibumu? Kekasihmu? Ayahmu? Dan juga Sakura—saudara kembarmu?" pemuda itu tersenyum mengejek, meski ia tahu kalau Karin tidak akan melihatnya.

"Ibuku sudah mati, aku sudah terbiasa pergi ke gereja untuk mendoakan arwahnya." Jawabnya dengan ekspresi sendu.

"Mati. Mati tidak akan menyelesaikan masalahmu," pemuda itu berjalan menghampiri sofa dan duduk disana, "Seharusnya kau bersyukur karena ibumu masih hidup, bukan malah membencinya."

"Kau tidak tahu rasanya hidup dibalik drama."

Sasuke melirik sekilas tubuh Karin, "Itulah hidup, tidak akan pernah berwarna jika kau hanya tetap bahagia. Datar, semua terasa membosankan. Tuhan memberimu cobaan, artinya ia masih peduli padamu. Ia ingin mengangkat derajatmu menjadi manusia yang lebih tinggi."

"Berhenti menceramahiku." Gadis itu membalikkan tubuhnya, menatap Sasuke yang tengah bersandar di sofa.

"Ibumu di dunia ini hanya satu. Istilah mantan untuk teman, pacar, kekasih, suami, atau isteri memang ada. Tapi tidak ada istilah mantan untuk orangtua dan juga keluarga." Sasuke bangkit dari duduknya lagi, ia menghampiri Sakura dan kembali mengusap wajah kekasihnya.

"Berpikirlah secara dewasa, Karin. Masa lalu bukan untuk disesali, jadikan ia pelajaran berharga untukmu."

Karin mendecih pelan, "Apa yang harus aku pelajari dari masa lalu? Keegoisan kedua orangtuaku? Cara mereka memisahkan aku dengan Sakura?! Dan apa aku harus mempelajari bagaimana cara ibuku mengubah nama Sakura menjadi Haruno?! Aku muak. Ya, aku muak berada di dalam lingkaran ini."

Iris onyx itu menatap tajam Karin, "Kau hanya perlu belajar untuk menghargai masa lalumu, hidupmu. Tidak semua yang ada dipikiranmu itu sama dengan mereka, kalau kau jadi ibumu…apa yang akan kau lakukan?"

Karin hanya diam, tidak tahu harus menjawab apa. Sampai pada pemuda itu hendak berjalan mendekatinya, lalu berlalu begitu saja menghampiri pintu keluar.

"Aku akan membahagiakan adikmu—" tangannya sudah memegang knop pintu, "—Aku mencintainya, dan Sakura…cepatlah bangun." Lanjutnya lagi sembari keluar dari ruang tersebut, enggan menoleh ke belakang.

Brugh.

Kedua kaki jenjang Karin tidak mampu lagi berdiri lebih lama, ia terjatuh dalam diam dan tangis yang sama diamnya juga. Hatinya terasa goyah, disisi lain ia ingin mengorbankan nyawanya untuk sang adik, tapi ia juga ingin melihat Sakura kembali sadar . Mungkin, ia ingin bercerita banyak pada Sakura. Terutama fakta bahwa mereka adalah saudara kembar.

"Kalau kau jadi ibumu…apa yang akan kau lakukan?"

Pertanyaan itu masih menjadi PR untuknya. Sasuke benar, ia harus melihat masalah ini dari dua sisi. Dari sisinya, juga sisi kedua orangtuanya yang menjadi kunci utama dalam masalah ini. Entah dapat kekuatan dari mana, gadis cantik itu akhirnya bangkit kembali dan segera keluar kamar untuk menemui Kushina secepat mungkin.

==oOo==

Uchiha Mansion, Japan. March, 29th – 2013

Kushina baru saja keluar dari rumah dan hendak masuk ke dalam mobilnya kalau saja tidak ada sebuah mobil Toyota Valco hitam yang baru saja parkir di depan gerbang kediaman Uchiha. Ia berpikir tidak ada yang menggunakan sedan hitam disini, semua mobil keluarga Uchiha sudah keluar dari garasinya masing-masing. Mungkin tamu, dengan langkah terburu-buru pula dihampirinya mobil tersebut, lalu membuka pintu gerbang yang tinggi tersebut.

"I-ibu…"

Satu senyuman tulus kini mengembang di bibir Kushina, hatinya hangat begitu melihat Karin sedang berdiri di depan mobilnya dan memanggil dirinya ibu saat mereka bertatapan. Sungguh, semuanya sangat tiba-tiba dan terasa begitu hangat.

"Masuklah, ibu tahu ada yang ingin kau sampaikan." Tangan itu terulur untuk menyentuh pundak puterinya, menuntun gadis belia itu masuk ke dalam rumah.

Keduanya duduk di sofa ruang tamu. Hening, karena seluruh keluarga Uchiha sudah pergi dengan urusan pekerjaan mereka. Hanya ada beberapa maid yang mondar-mandir untuk beres-beres rumah dipagi hari. Karin menggigit bibir bawahnya, gugup. Ia menghela nafas panjang setelah akhirnya memberanikan diri untuk membuka suara.

"A-aku…harus memanggilmu apa?" Tanya gadis itu canggung.

Kushina tersenyum, "Terserah, aku tidak memaksamu untuk memanggilku apa."

"Bagaimana dengan Sakura? Maksudku, dia memanggilmu apa?" kali ini ia menatap wajah Kushina yang tersenyum padanya.

"Mama, dia memanggilku mama." Jawab Kushina sembari menuangkan teh hangat di cangkir Karin.

"M-mama…" Karin menundukkan wajahnya, "Bagaimana masa lalu mama dan tou-san? Apa yang terjadi diantara kalian hingga melibatkan kami?"

Kushina menarik napas pasrah, "Kami—Aku dan Minato terlibat pernikahan kontrak. Ia hanya membutuhkan keturunan untuk melancarkan jabatannya sebagai pemerintah—itu dulu."

Wanita berambut merah maroon itu tersenyum getir, "Aku berhasil melahirkan kalian, tapi sayangnya bukan laki-laki. Meski begitu, Minato tetap bahagia…dan kontrak kami selesai," Kushina menyesap teh hangatnya sebentar, "Aku begitu kaget saat melihat Sakura ternyata memiliki kondisi yang jauh berbeda denganmu."

Karin menatap Kushina dengan sendu, "Aku hanya berpikir saat itu…kalau kondisi Sakura tidak akan baik di masa depan, jadi aku memutuskan untuk membawa Sakura ikut bersamaku. Aku memilihmu untuk pergi bersama Minato karena satu hal—"

Kushina kali ini tersenyum kecut, "Kau sehat. Kau berhak mengikuti jejak ayahmu, dan menikmati hidupmu yang lebih dari berkecukupan. Aku ingin kau menjadi anak yang sukses, dan itu berhasil."

"Tidak ada keinginan untuk memisahkan kalian berdua, aku sangat mencintai kalian." Lanjutnya lagi, kali ini menatap sendu pada Karin.

"Aku tidak mengerti…kenapa aku? Bukan Sakura saja yang ikut dengan tou-san?" Tanya Karin sembari menatap ibunya.

"Aku sudah katakan kalau kondisi Sakura tidak memungkinkan. Aku melakukan ini untuk kalian semua, anak-anakku." Kushina terisak.

"Aku tidak mengerti masalah kalian. Aku hanya—"

"Itu masa lalu." Sela Kushina cepat, "Tidak perlu membahasnya kembali, yang harus aku lakukan sekarang ini adalah menebusnya."

"Kau akan kembali pada tou-sanku?"

Kushina menggeleng, "Kita tidak pernah tahu takdir Tuhan. Percayalah, Tuhan tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan umatnya."

Karin menggeleng kuat-kuat, "Tapi sungguh, aku tidak bisa melewati ini!"

"Aku yakin kau bisa melewatinya," ucap Kushina lembut, air matanya mengalir membasahi pipinya.

"Kenapa?! Kenapa kau begitu yakin aku bisa melewatinya? Kau tidak tahu kalau—"

"Karena aku ibumu." Kushina meraih kedua tangan puterinya, "Itu sebabnya aku yakin padamu. Kau adalah kebanggaanku, kebanggaan kami—ibu dan ayahmu."

"M-mama…"

"Kau bilang setiap hari kau terbiasa pergi ke gereja, menyebutku dalam doa. Tujuh belas tahun kau melewatinya tanpa aku, itu artinya kau bisa." Mendengar jawaban sang ibu, Karin langsung menghambur memeluk Kushina—meski air matanya kini mengalir membasahi pipinya juga.

"Tidak. Ibuku belum mati, dan aku bersyukur untuk itu. Hiks…aku senang…hiks…aku senang ibuku masih hidup, aku tidak sendirian menghadapi ini. Aku bersama ibu dan ayahku, aku punya kekuatan."

Kushina mengusap punggung puterinya dengan lembut, "Ya, kau tidak sendirian. Mulai sekarang, kita akan menghadapinya bersama."

"Arigatou, mama…" ucapnya sembari memeluk erat sosok ibunya.

"Aku mencintaimu, aku mencintai tou-san, Aku mencintai Sakura. Aku mencintai keluargaku…hiks." Pelukannya bertambah erat, air matanya sudah tak tertahankan lagi. Puteri pertama Kushina itu telah sadar, masih banyak yang harus ia syukuri ketimbang membenci masa lalu orangtuanya.

==oOo==

Namikaze's Home. March, 29th – 2013

Minato masih duduk diam di kursinya, iris cerahnya menerawang jauh ke atas langit. Rasa bersalahnya akan masa lalu kembali terngiang di benaknya. Ia tidak sia-sia, sedari dulu ia memang mencari-cari keberadaan Sakura dan wanita itu—wanita yang ia cintai, secara diam-diam. Menyesal ia tidak menghentikan Kushina dulu, kalau tahunya begini ia sangat menyesal. Terlintas lagi dalam benaknya tentang keadaan Sakura, ia yakin kalau puterinya tumbuh dengan sangat menderita. Di sisi lain ia merasa bangga karena Kushina telah berhasil membuatnya hidup sampai sejauh ini.

"Haah…" ia menghela nafas berat, rasa berdosa mengunci hatinya rapat-rapat.

"Tou-san, belum tidur?" sebuah suara yang terdengar ragu itu membuatnya menoleh dan mendapati putera bungsunya disana.

Pria itu tersenyum, "Belum," ia melangkah mendekati puteranya, "Apa yang kau lakukan siang bolong begini?"

Pemuda berambut pirang itu menggeleng, "Tadinya hanya ingin mengambil air minum, ku lihat kamar tou-san pintunya terbuka."

"Kembalilah ke kamarmu, biar aku yang mengambilkan air untukmu."

Si bungsu yang tengah beranjak remaja itu tetap tak bergeming, "Tou-san."

Minato menatap puteranya bingung, "Ada apa, Naruto?"

Pemuda berambut pirang itu menunduk lesu, "Aku…iri pada Karin. Ternyata ibunya masih hidup, kenapa dunia ini menjadi sangat tidak adil?"

"Maafkan aku, aku sudah membohongi kalian sejauh ini."

Naruto melirik wajah ayahnya yang tampak menyesal, "Aku memang jahat, sampai kau harus merasakan sakitnya kebohonganku."

"Aku…sama sekali tidak merasakan sakit," Minato tertegun, "Aku hanya merasa takdir tidak adil."

Minato menghela nafas pasrah mendengar penuturan puteranya. Suasana menjadi hening begitu saja, ia melihat tubuh puteranya kembali menuju kamar. Dengan langkah yang berat, ia kembali masuk ke dalam kamar dan menutup rapat pintunya. Ia bersandar di dekat kaca jendela besar yang ada di kamarnya, menatap langit yang memang sedang panas-panasnya.

"Kalau begitu, biarkan aku mendonorkan jantung untuk adikku."

Ucapan puterinya di rumah sakit masih saja terngiang di telinganya. Sudah begitu banyak kejadian yang berubah sejak kemarin, rasanya begitu cepat dan mendesak untuk minta diselesaikan. Ekspresi pilu Karin, terkejutnya Kushina, dan wajah terkejut manusia-manusia yang sempat mendengarnya. Semuanya terlalu mendadak untuk dipertemukan secepat ini. Minato memejamkan matanya, mengambil nafas dan berpikir.

"Biar aku yang akan mendonorkan jantung untuk puteriku. Karena ini tugas dan kewajiban seorang ayah…"

-Tbc-

Author Note:

Readeeeeers, maaf ya aku telat banget updatenya T^T

Jarang banget ada pulsa modem. Ide sebenernya ada, tapi entah kenapa kalo berhadapan sama laptop—buyar -_-. Gimana sama bab VI yang makin gaje ini? *ditimpuk*

Review please, jangan cuma nunggu doang :') *digaplok*

Josh LIeben's: Ini masih terlalu singkat gak? *ditabok* makasih reviewnya :D

Tsurugi De Lelouch: Kak wul, hai kak '-')/ yang jelas bukan si Karin yang mendonorkan jantungnya XD. Itu bukan ekspresi tenang kak, tapi udah kelewat datar (?). bab VI-nya gimana kak?

Dark Courriel: Hai juga Aoi-saaaaaaaaaaaaaaaannnn *stop* gimana bab VI kali ini? Memuaskan kah? Maap ya kalo kurang :3 manusia emang selalu kekurangan (?). Terima kasih atas ucapan selamatnya~ kamu lulus gak?. Oke back to story juga, kamu bener karena emang Kushina dan Minato itu ada apa-apanya yang belum bisa ketebak. Soal yang mendonorkan itu, bukan ginjal tapi jantung :3. Kita lihat aja di chap depan siapa yang mendonorkannya *dilindes* Kalo Hinata emang kayaknya ga pernah nongol lagi XD, ini sampe bab sepuluh habis kok. Makasih ~

hanazono yuri: Makasih atas ucapan selamatnya :D oke ini sudah diupdate, bagaimana?

melyarahmawinarti: aduh Mel gua tobat XD gabisa janji lagi mau update kilat, selama liburan gabisa lepas dari bantal, guling, dan kasur *jangan dicontoh*. Bab VI ini gimana mel? :3

selaladrews: Hai juga! Masih inget kok :D ingatan aku kuat *kecuali untuk belajar*. Iya sama aku telat update juga karena UN XD, nah ngomongin soal donor jantung~ iya kamu bener, terus aku dapet info juga dari temen ntar proses kilat kalo donor jantung itu gimana (?). Nanti aku ceritain deh~ *sotau bgt saya* makasih reviewnya~

Obin san: Kita tebak saja siapa yang mendonorkan dan siapa yang mati *dilindes* XD

CloUdista-chan: Tamatnya nanti dibab sepuluh kok, masih lama. Lama update maksudnya *dilempar sandal* ini udah update, gimana?

NE: Ini sudah update :D

sasusaku kira: Sakura pasti selamat kok, kalo soal Minato dan Kushina itu wajar lah mereka ketemu terlalu mendadak jadi berantem deh gara-gara masa lalu ._. oke, ini udah update. Gimana?

ocha chan: Pengennya juga gitu, tapi udah dirancang dari awal di prolognya ada yang mati *digampar* makasih reviewnya :D

jideragon21: Semoga aku bisa banyakin momentnya lagi ya, soalnya kan Sakura lagi sekarat T^T. oke, ini sudah aku update. Bagaimana? :D

Mind to review again?

Thanks :)