Menu Sebelumnya...
.
.
Dengan langkah riang gadis merah muda itu belari kecil menuju semak-semak di mana terakhir kali ia melihat bola itu jatuh.
Ditengok ke kanan dan ke kiri, tapi bola bulat berwarna putih itu tak juga terlihat. Padalah ia sudah cukup lama dan jauh masuk ke dalam semak-semak, tapi tidak ketemu juga.
"Bola putih bulat kau di mana?" panggil Sakura ditengah-tengah aktifitas mencarinya. Apa ia pikir bola volly yang jelas benda mati itu seperti anak kucing yang akan muncul kalau di panggil?
Setelah cukup keras mencari akhirnya bola itu ditemukan juga. Bola itu terjatuh di antara semak-semak wajar ia jadi kesulitan menemukannya, tapi untunglah ketemu dan dengan ini ia bisa segera kembali ketempat teman-temannya...
Sreek Sreek...
Deg!
Dengan cepat Sakura membalik badannya, suara itu bukanlah suara daun yang bergesek karena angin tapi lebih terasa seperti suara daun yang disenggol dan suaranya terdengar begitu dekat.
"Si-siapa itu...?" tanya sang gadis takut-takut, bola volly yang baru ditemukannya dipeluk erat untuk mengurangi perasaan gugup dan takut yang sedang menderanya.
Tak ada suara jawaban, hanya suara angin yang berhembus saja yang terdengar. Begitu sepi dan mencekam.
Dengan sedikit panik gadis musim semi itu berdiri dan mencoba berjalan keluar dari semak-semak itu, tapi langkahnya terhenti saat melihat bayangan orang di balik semak-semak di sampingnya.
Entah keberanian dari mana, Sakura mendekati sosok bayangan itu dan menepuk bahu sosok yang membelakanginya itu...
"Ghyaaaaaaaa!"
"Kyhaaaaaaaa!"
Deg
Semua kepala dengan cepat terarah ke sumber teriakan nyaring yang begitu familiar.
"Sakura?!"
"Sakura-chan?!"
"Saku?!"
Panggil mereka antara takut, panik, khawatir, cemas yang bercampur menjadi satu. Mereka benar-benar berharap sesuatu yang buruk tidak menimpah gadis itu, semoga saja...
Clover's Cafe
Naruto © Masashi Kisimoto
Rated: T
Gender: Drama, Romance, Humor(?)
Story © Kimeka ReiKyu
Warrnig: AU, OOC, Gaje, Garing, Typo bertebaran, EYD berantakan dll.
[Sakura-Centric]
Don't Like, Don't Read!
.
.
.
Drap... drap drap
Suara langkah kaki yang memburu terdengar jelas, meninggalkan jejak-jejak telapak kaki manusia di sepanjang pasir pantai. Mereka tak mempedulikan apa pun, satu-satunya yang menjadi tujuan dan fokus mereka adalah menemukan pemilik suara teriakkan, sang gadis merah muda. Bahkan saat nafas mereka terasa memburu dan tersendat-sendat, keringat yang terus menetes jatuh ke pasir tak mereka pedulikan. Hanya suara detak jantung saja yang terdengar, begitu cepat, begitu keras sehingga terasa sesak dan menyakitkan...
"Semoga kau baik-baik saja, Sakura..." doa mereka dalam hati, mengharapkan keselamatan sang gadis.
Tanpa pikir panjang mereka menerabas masuk ke semak-semak dan langsung berpencar mencari sang gadis bermahkota merah muda. Ke kanan ke kiri, terus mereka tolehkan kepala tak membiarkan satu sudut pun tak terlihat guna mencari apa yang mereka cari. Sampai...
"Ketemu!"
Suara Yamato yang berteriak keras terdengar jelas membuat mereka semua berlari kencang kearahnya.
"Mana? Di mana Sakura?!" tanya Kakashi cepat menatap sekeliling Yamato.
Pria berambut coklat itu menunjuk sebuah sudut semak-semak yang menampakkan dua orang manusia beda gender tertidur atau lebih tepatnya jatuh pingsan di sana.
Dengan cepat Kakashi meraih tubuh munyil sang gadis dan menggendongnya. Dengan langkah cepat ia berjalan menuju villa.
"Di mana Sakura?" tanya Neji yang baru datang diikuti beberapa pemuda yang bermunculan mendengar teriakkan Yamato.
Tanpa bersuara Yamato menunjuk Kakashi yang sedang menggendong gadis yang dimaksud.
"Apa Sakura-chan terluka?" tanya Naruto tidak kalah panik saat melihat gadis manis yang sangat dikasihinya itu tak sadarkan diri dalam gendongan Kakashi.
Yamato menggelengkan kepala, "Sepertinya Sakura hanya pingsan," jelasnya yang membuat sebagian pemuda menghela napas lega. "Ngomong-ngomong, yang satu ini mau diapakan?" lanjutnya sambil menunjuk seseorang yang tergeletak pingsan tepat di tempat yang sama dengan sang gadis merah muda ditemukan pingsan.
.
.
.
"Ehg~" suara erangan sang gadis terdengar lirih bersamaan dengan kelopak matanya yang terbuka pelan, menampakkan manik emerald di dalamnya.
"Sakura-chan? Kau sudah sadar?" bahkan sebelum kesadaran sang gadis kembali sepenuhnya, pertanyaan khawatir sudah terdengar jelas dan menuntut.
"Nee-chan...?" tanya balik gadis itu—dengan kesadaran masih setengahnya.
Kedua bola mata milik sang wanita berkaca-kaca menampakkan dengan jelas pantulan perasaan khawatirnya yang dari tadi terus memenuhi hatinya dan tanpa menunggu lebih lama dipeluknya erat sang gadis merah muda.
"Sakura-chan, syukurlah kau tidak apa-apa."
Gadis merah muda yang bernama Sakura membulatkan matanya saat Rin memeluknya, jujur saja rasanya sedikit sesak saat dipeluk begitu erat tapi walau terasa sesak Sakura sama sekali tak merasakan sakit, malah sebaliknya rasanya begitu nyaman.
Setelah dirasa cukup dan perasaannya mulai tenang Rin melepas pelukannya dari Sakura, membiarkan gadis itu menghirup napas dalam-dalam.
Sakura diam sejenak, mengumpulkan ingatan-ingatannya. Apa yang terjadi? Kenapa ia bisa berada di sini? Saat berusaha mengingat kejadian beberapa saat yang lalu tanpa sengaja ia menyentuh dahinya, meraba pelan hingga menyentuh sebuah perban. Eh, perban?
"Apa yang terjadi? Kenapa ada perban di sini?" gumanya tidak mengerti.
Rin menepuk bahu Sakura pelan, "Ada memar kecil di sana, seperti terbentur sesuatu yang keras..." jelasnya dengan suara lirih. "Sebenarnya apa yang telah terjadi? Dan kenapa kau pingsan bersama anak laki-laki itu, Sakura-chan?"
Sakura terdiam sesaat, berusaha mengingat kejadian yang baru saja menimpanya.
Saat itu ia sedang mencari bola voli yang terlempar jauh oleh Naruto. Saat sedang mencari bola tak sengaja ia melihat sosok seseorang yang bersembunyi dibalik semak-semak, dengan perasaan takut dan penasaran ia berjalan perlahan mendekati sosok kecil dengan helai coklat berantakan yang tertiup angin pantai dan, buk! sesuatu yang keras membentur kepalanya setelah itu semua terlihat gelap.
Mata Sakura terbelalak kaget saat berhasil mengingat kejadian tadi. Sosok kecil yang ditemuinya, ke mana sosok itu?
"Nee-chan, anak kecil itu, di mana anak kecil itu?" tanya Sakura sedikit panik.
"Sakura..." panggil Yamato bersama Chouji di belakangnya, "jika yang kau maksud bocah yang pingsan bersamamu, itu, dia di sana, sedang bersenang-senang!" jelasnya sambil menunjuk sekumpulan pemuda yang sedang mengerubuni sesuatu.
Walau masih terasa sedikit pusing, Sakura tetap memaksakan diri untuk berjalan ke arah para pemuda dengan dibantu Rin. Ia ingin tahu apa yang sedang dilakukan para pemuda itu dan maksud kata 'bersenang-senang' Yamato.
"Ayo, katakan! apa yang sudah kau lakukan pada Sakura-chan?!" suara bentakan Naruto terdengar nyaring disela-sela isak tangis seorang anak laki-laki berambut coklat yang terikat di sebuah pohon di dekat villa.
"Sudah ku katakan hiks... hiks... aku tidak melakukan apa pun..." jawab anak itu sedikit berteriak.
"Jika kau tidak melakukan apa pun, kenapa ia bisa pingsan?" kali ini suara dingin Sasuke yang terdengar.
"Huaaaaaa... aku tidak tahu, kakek tolong aku!"
"Mau menangis sekencang-kencangnya tidak akan ada yang menolongmu. Cepat katakan siapa sebenarnya kau ini?" tanya Kiba diikuti gonggongan Akamaru.
"Huaaaaaa... lepaskan aku!" bukannya menjawab anak laki-laki itu semakin menangis kencang.
"Kami baru akan melepaskanmu jika kau mengatakan siapa namamu dan kenapa kau mengikuti kami?" tanya Sai diikuti senyuman ramah yang terlihat menakutkan dan sukses membuat anak laki-laki itu semakin menangis.
"Teman-teman, sudah cukup!" suara Sakura menghentikan aktifitas introgasi para pemuda tampan itu dan serempak ketujuh pemuda membalik badan mereka menghadap Sakura yang berjalan perlahan mendekat.
"Saku, kenapa kau kemari?" tanya Gaara khawatir saat melihat Sakura berjalan tertatih-tatih dibantu Rin.
"Lebih baik kau istirahat saja di villa," tambah Shikamaru.
Sakura tersenyum lembut, menandakan ia sudah merasa lebih baik. Ia berjalan ke depan, melewati para pemuda yang menatapnya khawatir, kemudian ia berjongkok di depan anak laki-laki yang masih terisak menahan tangisnya.
"Maafkan teman-temanku yang sedikit berlebihan padamu," ujar Sakura melepas ikatan tali yang mengikat kedua tangan anak laki-laki itu. "mereka terkadang sedikit kelewatan," lanjutnya diikuti senyuman manis yang terpahat indah di wajah cantiknya.
Anak laki-laki itu hanya diam dan menggosok-gosokkan kedua lengan tangannya yang sedikit memerah karena diikat cukup kencang oleh para pemuda. Masih nampak jelas disorot matanya, pancaran ketakutan.
Sakura menatap dengan seksama wajah anak laki-laki itu. Rambutnya berwarna coklat dengan gaya jabrik mencuat ke atas, kedua manik hitam yang masih sedikit berkaca-kaca, tapi pandangan mata Sakura terhenti pada luka memar di dahi anak itu. Jangan-jangan luka memar itu didapat karena terbentur dengan kepalanya.
Sakura menggerakkan tangannya untuk menyentuh dahi anak itu, "Apa kau—" tapi gerakannya terhenti karena anak laki-laki itu menolehkan kepalanya ke samping, menghindari sentuhan Sakura.
Sakura terdiam, dengan tangan yang masih mengambang di udara. Ia sadar, anak laki-laki itu pasti sedikit trauma dengan apa yang telah dialaminya.
"Maaf Nee-chan, bisakah aku meminta bantuanmu?" tanya Sakura pada Rin yang berdiri di belakangnya.
Rin mengerutkan alisnya, "Bantuan apa, Sakura-chan?" tanya balik.
"Bisakah Nee-chan membawakanku kotak P3K yang tadi Nee-chan gunakan untuk mengobatiku?"
Rin terdiam sesaat untuk mencerna maksud gadis di depannya dan setelahnya ia tersenyum karena mengerti maksud sang gadis, "Tunggu sebentar!" pintanya sebelum berbalik badan dan berjalan pergi.
Tak begitu lama Rin kembali dengan sebuah kotak berwarna putih di tangannya. Diserahkannya kotak itu pada Sakura yang diikuti ucapan terima kasih dari sang gadis musim semi.
Sekali lagi, Sakura mencoba menyentuh dahi anak laki-laki itu—yang lagi—mendapat penolakan dari sang empunya. Sakura menghela napas kecewa. Ia mengerti jika anak laki-laki itu takut padanya hanya saja ia tak bermaksud jahat, ia hanya ingin mengobati luka memar yang mungkin saja disebabkan olehnya itu.
Naruto mengeram marah atas perlakuan anak laki-laki itu yang mengacuhkan Sakura, "Hoi bocah! Apa-apa kau ini? Sakura-chan hanya ingin—"
"Tenanglah Dobe!" potong Sasuke cepat.
"Kau semakin membuatnya ketakutan," tambah Shikamaru.
Naruto mendecih tidak suka. Dasar bocah menyebalkan, padahal Sakura sudah berbaik hati ingin mengobatinya tapi dengan terang-terangan ia menolaknya. Kalau saja Sakura tidak ada sudah dijitaknya anak laki-laki sombong ini.
Suasana pantai menjadi hening, tak ada yang membuka suara membiarkan suara ombak dan angin laut yang sesekali berhembus terdengar diantara mereka.
"Aku tak akan menyakitimu..." ujar Sakura lembut memecahkan keheningan, "luka di dahimu itu, disebabkan olehku, kan?" lanjutnya lirih dan penuh penyesalan.
Anak laki-laki itu hanya diam mendengarkan perkataan Sakura walau ia masih tetap memalingkan wajahnya ke samping.
"Aku juga mendapat luka yang sama," perkataan Sakura membuat anak laki-laki itu menatapnya dan dapat terlihat Sakura sedang menyentuh dahinya yang sudah ditutupi perban. "rasanya sakit... tapi setelah nee-chan mengobatinya rasa sakitnya menghilang," lanjutnya sambil tersenyum.
"Oleh sebab itu..." Sakura kembali menggerakkan tangannya menyentuh dahi anak laki-laki itu, "aku juga akan mengobati luka di dahimu agar rasa sakitnya hilang." lanjutnya dan kali ini Sakura berhasil menyentuh dahi anak laki-laki itu tanpa ada penolakan seperti sebelumnya.
Dengan telaten Sakura mengobati luka memar walau sesekali terdengar suara rintihan menahan sakit.
"Nah... sudah selesai, apa masih terasa sakit?" tanya Sakura memastikan.
Anak laki-laki itu tersadar dari lamunannya dan seketika wajahnya memerah padam, "Ti-tidak terasa sakit lagi..." ujarnya gugup.
Sakura kembali tersenyum, "Syukurlah kalau begitu," ucapnya lega dan merapikan beberapa peralatan yang masih tercecer disekitarnya.
"Anu... namaku Sakura, jika boleh tahu namamu siapa?" tanyanya pelan takut menyinggung perasaan sang anak laki-laki.
"Percuma Sakura, kami sudah bertanya dari tadi tapi bocah itu tak mau menjawab sama sekali," kata Kiba sedikit kesal sambil melototi anak laki-laki itu.
Sakura tersenyum hambar, "Ah, begitu ya? Kalau begitu aku juga tak mau memak—"
"Konohamaru..." potong anak laki-laki itu cepat, "namaku Konohamaru," ulangnya.
Semua orang diam tercengang, terutama para pemuda yang dari tadi terus mengintrogasi—dengan sedikit kekerasan—tak mendapat jawaban sama sekali, sedangkan saat seorang gadis yang bertanya anak laki-laki itu malah menjawab dengan cepat. Anak ini benar-benar menyebalkan, batin mereka.
"Konohamaru...?" tanya Sakura memastikan yang dijawab anggukan mantap anak laki-laki bernama Konohamaru, "Salam kenal ya, Konohamaru." lanjut Sakura tak lupa senyuman manisnya.
Rin yang berdiri di belakang Sakura ikut berjongkok, ia sedikit penasaran dengan anak laki-laki ini, "Apa yang sedang kau lakukan di sana, Konohamaru?"
Konohamaru mengalihkan tatapannya dari Sakura kepada Rin, lalu kembali pada Sakura dan berkata, "Aku hanya ingin melihat kakak-kakak bermain bola voli," jawabnya.
Jeda sebentar sebelum Konohamaru kembali berkata, "tapi aku takut kalian marah karena aku ikut, makanya... aku memutuskan untuk mengintip dari jauh," jelasnya.
Sakura menolehkan kepalanya ke belakang, "Obito-nii, bolehkah Konohamaru ikut bermain bersama kita?" tanyanya pada pria dewasa yang dari tadi hanya mengawasi mereka dari jauh.
Obito melambaikan tangannya, "Tentu saja, ia boleh bergabung bersama kita," jawabnya.
Sakura tersenyum senang dan berkata, "Kau dengar Konohamaru, kau boleh bergabung bersama kami."
"Eem... eto... apa boleh...?" suara Konohamaru terdengar ragu-ragu dan sedikit takut-takut ia melirik para pemuda yang masih berdiri di posisi mereka masing-masing.
Seakan mengerti dengan tatapan takut Konohamaru para pemuda hanya saling tatap dan kemudian menghela napas.
"Dari awal tidak ada yang melarang kau ikut bergabung bersama kami..." ujar Naruto di akhir kalimat ia sengaja memberi jeda, "...jadi, kenapa tidak?" lanjutnya diikuti cengiran rubahnya.
Semua orang ikut tersenyum dan sesekali tertawa mendengar perkataan Naruto.
Mereka menghabiskan sisa waktu siang dengan bersenang-senang bersama teman baru mereka.
.
.
.
.
Kwaak.. kwaak...
Suara burung camar yang melintasi langit sore berwarna kemerahan dengan gradasi orange dan kuning keemasan menghentikan aktifitas pemuda dan pemudi yang dengan riangnya bermain-main di tepi pantai.
"Sudah sore, tidak terasa, ya?" ujar Sai sambil menatap lukisan alam di depannya.
Sakura menganggukkan kepalanya, membenarkan perkataan pemuda pucat itu.
"Konohamaru..." panggil Rin membuat pemilik nama menatapnya, "Apa keluargamu tidak khawatir jika kau belum pulang?" lanjutnya.
Konohamaru diam sesaat sebelum berkata, "Aku hanya datang berdua dengan kakekku ke pulau ini."
"Lebih baik kau pulang dulu saja, hari sudah mulai gelap. Kami tak ingin kakekmu mencemaskan keadaanmu," jelas Rin.
Ekspresi anak laki-laki berusia 12 tahun itu nampak sedih, "Baiklah tapi bolehkan... aku besok datang lagi...?" tanyanya lirih dengan wajah sedikit bersemu malu.
Tak ada jawaban karena para pemuda dan pemudi itu saling tukar pandang tapi setelahnya mereka tersenyum kecil.
"Tentu saja, datanglah lagi besok!" jawab Naruto antusias. Jujur ia cukup menyukai sifat anak ini yang kata Sasuke mirip dengannya.
"Benarkah?" tanya Konohamaru tidak percaya. Tak heran jika ia tak percaya jika mengingat awal pertemuan mereka yang bisa dikatakan cukup... begitulah.
"Ya," jawab Kakashi sebagai perwakilan.
Senyuman lebar mengembang diwajah Konohamaru, "Besok aku akan datang lagi!" teriaknya.
"Kami tunggu!" ujar Sakura sambil melambaikan tangannya saat Konohamaru mulai pergi meninggalkan villa kediaman Uchiha.
Sebuah awal pertemuan yang bisa dikatakan lucu, tapi untunglah karena itu juga teman baru mereka bertambah satu. Seorang anak laki-laki berambut coklat jabrik bernama Konohamaru.
.
.
~~Clover's Cafe~~
.
.
"Jika menemukan soal dengan ciri-ciri yang sama, maka rumus yang digunakan adalah rumus eliminasi." jelas Yamato mengakhiri penjelasannya, "Apa ada bagian yang tidak kau mengerti, Naruto? Jika ada kau bisa tanyakan sekarang." lanjutnya sambil meletakkan buku di atas meja yang berada di dekatnya.
Pemuda pirang yang kini sedang duduk di lantai kayu dengan sebuah meja kayu bulat dan beberapa alat tulis serta buku di atasnya kini menggaruk-garuk kepalanya mendengarkan penjelasan dari Yamato.
"Ano... kenapa harus menggunakan rumus eliminasi, kenapa tidak gunakan rumus yang lain?" tanya Naruto dengan wajah terpaksa.
Yamato menghembuskan napasnya lelah. Ia sudah tiga kali menjawab pertanyaan yang sama dan murid pirangnya ini belum juga mengerti.
"Baiklah, akan ku jelaskan sekali lagi. Dengarkan baik-baik!" ujarnya lesu.
"Sepertinya ini akan menjadi sangat lama," cibir Neji dengan kedua tangan bersilang di dada.
Di sebelah Neji, ada Sai dengan senyuman ramahnya, "Ya, sepertinya begitu."
Kriing... kring...
Suara jam weker yang diletakan di atas meja berbunyi nyaring sebagai pertanda waktu Yamato mengajari Naruto sudah selesai.
"Ah... kepalaku rasanya sakit," keluh Naruto menarik sisi kanan dan kiri rambutnya berharap rasa sakit karena terlalu banyak mengingat bisa hilang.
"Bertahanlah Naruto, ini semua demi kebaikanmu," Kiba memberi dukungannya kepada Naruto yang terlihat jelas sudah di ujung batas kesadaran.
"Baiklah, yang menjadi guru selanjutnya..." Obito memeriksa buku kecil di tangannya yang tertulis daftar nama orang yang akan bergantian memberikan pelajaran pada Naruto.
"Sakura..." lanjutnya kemudian.
Mendengar namanya disebut Sakura maju ke depan dengan beberapa buku di tangannya.
"Tunggu sebentar Sakura-chan!" tahan Rin.
Sakura menghentikan langkahnya dan menatap Rin dengan tanda tanya besar, "Ada apa nee-chan?"
"Gunakan ini!" perintahnya menyerahkan sebuah kacamata kotak dengan frame hitam.
Sakura menatap kacamata yang disodorkan Rin bingung. Ia memang menggunakan kacamata, tapi itu hanyalah kacamata baca peninggalan kakeknya. Seingatnya, matanya normal jadi tak harus menggunakan kacamata khusus.
"Anu... Nee-chan... Mataku—"
"Ini hanya kacamata baca, kau tenang saja Sakura-chan," potong Rin seakan tahu perkataan apa yang akan dikeluarkan gadis merah muda itu.
Kedua alis merah muda tipis Sakura saling bertautan. Ia tak begitu mengerti dengan maksud wanita cantik di depannya ini, tapi sudahlah, tak akan mengganggu jika hanya menggunakan kacamata.
Setelah menggunakan kacamata berframe hitam itu Rin menyipitkan matanya, menilai bak ahli fashion profesional penampilan gadis musim semi di depannya. Dahi mulusnya mengerut, sepertinya ia tak puas dengan penampilan Sakura.
"Sepertinya ada yang kurang..." gumamnya pada diri sendiri dan semakin menatap jeli Sakura,
"Ah! Bener juga, itu ya..." dengan cepat Rin menggerakkan kedua tangannya untuk mulai melakukan sesuatu dengan rambut merah muda milik Sakura.
"Apa yang dilakukan Rin-nee?" tanya Konohamaru memperhatikan Rin yang sibuk bergerak-gerak dengan posisi membelakangi mereka semua.
Kiba mengangkat kedua bahunya, "Entahlah," jawabnya.
Beberapa menit berlalu dan Rin masih sibuk dengan aktifitasnya—yang entah apa—pada Sakura. Sedangkan para pemuda dan pria di belakangnya hanya diam menunggu sang wanita menyelesaikan aktifitasnya.
"Selesai!" teriak Rin cukup kencang, "Bagaimana? Bagaimana?" tanyanya antusias sambil menyingkir ke samping agar orang-orang di belakangnya dapat melihat hasil karyanya.
Untuk sesaat para pemuda tampan itu menahan nafas saat melihat Sakura yang kini telah nampak seperti seorang guru muda yang cantik.
Rambut merah muda panjang Sakura digulung ke dalam membentuk sanggul kecil dengan jepitan berwarna hijau muda. Sedangkan di wajah manisnya terpasang kacamata baca petak berframe hitam yang memberikan kesan elegan dan dewasa.
Rin tersenyum bangga akan hasil karyanya. Entahlah, setiap kali melihat Sakura selalu ada-ada saja ide yang muncul dibenaknya untuk mendandani gadis musim semi itu. Dan rasanya seperti ada kepuasan tersendiri saat melihat orang-orang terpesona akan hasil karyanya terutama tujuh pemuda yang selalu berhasil membuatnya tersenyum saat melihat ekspresi mereka yang sedang menatap sang gadis.
"Wow Sakura! Kau benar-benar… ah, sulit dijelaskan," puji Obito setengah berteriak membuat gadis merah muda itu tersipu malu, "Kau memang calon istriku yang—"
Bletk
Duk!
Perkataan Obito terpotong karena hampir disaat yang bersamaan Rin dan Sasuke yang berada paling dekat dengannya sama-sama memukul kepala pria berambut hitam acak-acakan itu.
"Aduh! Rin! Sasuke! Sakit sekali!" ringis Obito menahan sakit.
"Takkan kubiarkan Sakura-chan menjadi istri om-om mesum sepertimu!" ketus Rin kasar dan menjauhkan Sakura dari jangkauan Obito.
"Nee-chan sudahlah, kasihan Obito-nii..."
Manik hitam khas Uchiha milik Obito berkaca-kaca, ia terharu karena Sakura membelanya, "Sa-sakura-chan~"
Dengan gerakan lamban Obito berlari menuju Sakura dengan maksud memeluk gadis merah muda yang tentu saja membuat Rin langsung berdiri di depan Sakura untuk menjadi perisai. Namun hal itu tak perlu karena Kakashi sudah lebih dulu menghentikan pergerakan Obito dengan menarik kerah baju bagian belakang yang dikenakan pria Uchiha tersebut.
"Hentikan kelakuan kekanak-kanakan kalian!" ujar Kakashi tegas.
Rin melipat kedua tangan di depan dada, "Baiklah." ujarnya tidak ikhlas.
Obito langsung mengerutkan dahinya, tidak terima akan perkataan sahabat peraknya itu.
"Oi Kakashi! Apa-apaan perkataan-"
Kakashi menatap tajam dengan senyuman aneh dan aura intimidasi yang kuat ia memotong perkataan Obito, "Kau mengatakan sesuatu, O-bi-to?" tanyanya dengan penekanan ditiap katanya.
Pria Uchiha itu bergidik ngeri merasakan aura intimidasi milik pria bermarga Hatake tersebut.
Dengan wajah takut dan keringat yang mengalir dari pelipisnya, Obito mengelengkan kepala cepat, "Ti-tidak..." ujarnya gugup.
"Baguslah,"
"Nah Sakura, mungkin sekarang kau bisa memulai pelajarannya,"
Sakura tersentak kaget, "Ah, ya sensei!?" dengan tergesa-gesa ia berjalan ke bagian tengah dari ruang utama villa yang kini menjadi tempat Naruto belajar.
"Ehm, apa yang harus aku ajarkan?" tanyanya pada diri sendiri sambil memilih-milih buku panduan yang akan digunakannya.
Sakura mengambil sebuah buku sejarah, seingatnya belum ada yang mengambil pelajaran ini sebelumnya.
Dengan gugup gadis merah muda itu membolak-balik lembar buku sejarah dan setelah menemukan materi yang akan dibahas, ia mulai menjelaskannya, "Ehm, pertama-tama perang dunia shinobi yang pertama terjadi pada tahun 1693 sampai 1810. Perang ini—"
"Sakura-sensei!" panggil Naruto sambil mengangkat tangan kanannya tinggi.
Kedua pipi Sakura memerah, ia belum siap dengan panggilan seperti itu, "Naruto, bisakah kau memanggilku dengan cara biasa saja," pintanya.
Pemuda pirang yang jago olahraga itu tersenyum lembar, "He he he... Maaf Sakura-chan," ujarnya yang ditanggapi anggukan kepala oleh sang gadis merah muda.
"Ada apa Naruto?" tanya Sakura. Seingatnya ia belum memberikan sesi bertanya, jangankan bertanya menyelesaikan penjelasannya saja belum.
Saat mendengar pertanyaan Sensei manisnya senyuman lebar Naruto berubah menjadi raut wajah kesal, "Bisakah Sakura-chan mengusir mereka," tunjuknya pada beberapa pemuda dan seorang pria dewasa yang duduk bersimpuh di belakangnya. "Mereka sangat mengganggu," lanjutnya dengan penekanan pada akhir kalimat.
Sakura mengikuti arah tunjuk Naruto dan mendapati teman-teman dan juga atasannya sedang memperhatikannya.
"Kurasa mereka berada cukup jauh darimu Naruto,"
"Tetap saja mereka mengganggu!" kilah Naruto cepat, "Cukup mengganggu waktu berduaanku denganmu," sambungnya dalam hati.
"Cih, bilang saja kau terganggu karena kami merusak rencanamu yang ingin berduaan dengan Sakura." cibir Kiba membaca jalan pikir pemuda pirang itu.
"Si-siapa yang merencanakan hal seperti itu!" kilah Naruto tidak terima.
"Hanya rencana dengan level seperti itu yang mampu dipikirkan orang sepertimu," tambah Shikamaru.
"Apa maksudmu dengan 'level seperti itu', hah?!" balas Naruto tidak mau kalah.
"Dasar bodoh," gumam Sasuke yang masih dapat didengar Naruto dengan cukup jelas.
"Aku dengar itu Teme!"
"Anu... Teman-teman belajarnya..." Sakura mencoba mengambil alih keadaan tapi sayang suaranya kalah besar dibandingkan cibiran para pemuda dan suara Naruto.
"Mereka itu orang-orang bodoh, ya?" tanya Konohamaru yang dari tadi menjadi penonton di sisi ruangan bersama Kakashi, Rin, Yamato dan Chouji.
Kakashi tersenyum lembut dan berkata, "Ya, mereka memang kumpulan orang bodoh."
"Kami dengar itu, Sensei/Kakashi!" Obito dan ketujuh pemuda tampan itu menoleh bersamaan dengan tatapan horror pada Kakashi yang hanya dibalas senyuman oleh pria berambut perak tersebut.
Waktu satu jam pelajaran sejarah dengan guru muda Haruno Sakura diisi dengan saling ejek oleh para pemuda plus seorang pria dewasa. Sakura sudah mencoba menenangkan mereka, awalnya berhasil dan tidak begitu lama keadaan kembali berisik.
Pelajaran selanjutnya adalah bahasa inggris dengan Kakashi sebagai gurunya. Untuk pelajaran yang satu ini suasana berisik kini berubah menjadi tenang kembali, bahkan murid yang diajarpun hanya diam dan mengangguk-anggukan kepala setiap sensei berambut perak itu mengatakan sesuatu dalam bahasa inggris yang kemungkinan besar karena sang pemuda berambut pirang tak mengerti perkataan Kakashi.
.
.
.
.
"Hah~ rasanya aku mau mati kalau harus mendengarkan pelajaran lagi!" teriak Naruto frustasi.
Tak heran jika putra tunggal pasangan Namikaze itu frustasi karena sudah lebih dari 6 jam ia berkutat dengan macam-macam materi pelajaran yang disampaikan oleh sensei dan teman-temannya. Padahal semalam ia juga sudah diberi beberapa lembar latihan soal untuk dikerjakan. Kalau begini terus Naruto yakin cepat atau lambat ia akan menjadi gila.
"Itu salah mu sendiri, kenapa juga kau bisa sebodoh itu," cibir Kiba dengan kepala yang digeleng-gelengkan.
"Aku buka tipe yang bekerja dengan menggunakan otak tapi otot, lihatlah nilai olahragaku yang sempurna itu!" balas Naruto tidak kalah.
"Dan tak heran tingkahmu sama anehnya dengan guru olahraga dan murid kelas sebelah beralis tebal," tambah Sai mengumbar fakta yang dilihatnya.
Wajah Naruto merah padam antara menahan malu dan marah, dengan kesal ia memalingkan wajah kesamping. Kedua manik sappire-nya melihat Gaara yang balik menatapnya.
"Kenapa?" tanya Naruto yang merasa cukup aneh pemuda berambut merah itu menatapnya intens.
"Jika kau mengerutkan dahi seperti itu, kau jadi mirip dengan guru olahraga," jawab Gaara dengan nada datar dan wajah tak kalah datar.
Semua orang tertawa mendengar jawaban Gaara yang begitu tepat sasaran. Jarang sekali mendengar si bungsu Sabaku mengatakan sesuatu dan sekali berbicara kata-katanya begitu singkat.
"Ha ha ha! Makanya jangan memasang wajah aneh seperti itu Naruto," ujar Obito menahan tawanya. "Ayo ke laut dan dinginkan kepala pirangmu itu!" ajaknya yang diikuti begitu saja oleh Naruto walaupun masih terdengar suara gerutu kesal pemuda pirang tersebut.
Di belakang Naruto dan Obito semua orang mengikuti mereka walau sesekali terdengar suara menahan tawa yang membuat Naruto semakin kesal dan bergumam 'teman jahat' atau 'akan kubuktikan aku tidak bodoh' dan sejenisnya. Tapi sesungguhnya teman-temanmu tak bermaksud untuk menghinamu Naruto, mereka hanya suka menjahili dan membuatmu marah saja, baiklah terkadang teman-tamanmu itu sedikit kekanak-kanakan memang tapi itulah indahnya persahabatan.
Matahari yang bersinar cerah kini telah naik dengan sempurna membuat bayangan di bawah kaki semakin memanjang ke timur, cahaya panasnya cukup menyengat kulit dan untungnya sunblock yang digunakan cukup untuk mengurangi daya sengat matahari di pantai tropis.
Di depan sebuah villa terlihat beberapa pemuda dan pemudi sedang bermain di tepi pantai. Tak begitu jauh dari villa terdapat beberapa baris kursi pantai yang berjajar rapi. Di atasnya terdapat seorang pria dewasa dengan rambut perak yang sedang tertidur. Di sebelah sang pria ada seorang gadis cantik yang sedang duduk tenang membiarkan mahkota merah mudanya diikat kepang dua oleh seorang wanita dengan rambut coklat kemerah-merahan, sesekali terdengar suara tawa lembut dari keduanya.
"Sudah selesai Sakura-chan," ujar Rin wanita berambut coklat kemerah-merahan.
Sakura membalik badannya dan tersenyum manis, "Terima kasih Nee-chan, kepangan ini rapi sekali," pujinya.
Bruk
Sebuah bola bulat berwarna putih mendarat di dekat para gadis cantik itu. Sakura yang melihat bola voli mengambilnya.
"Sakura-nee!"
Dari kejauhan terdengar teriakan anak laki-laki dengan rambut coklat yang bergerak ditiup angin saat ia berlari membelahnya.
Sakura membalik badannya menghadap anak laki-laki itu, "Konohamaru, ada apa kau berlari?" tanyanya.
"Aku ingin mengambil bola voli yang terjatuh, terima kasih Sakura-nee sudah mengambilkannya," jawabnya diiringin cengiran lebar.
"Owh, bola ini," Sakura menyerahkan bola voli tersebut pada Konohamaru.
"Konohamaru, bagaimana dengan kakekmu? Apa ia marah kau bermain dengan kami?" tanya Rin tiba-tiba.
Konohamaru mengambil bola yang disodorkan Sakura dan menggelengkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan Rin.
"Kakek senang karena aku sudah menemukan teman di pulau ini," ujar Konohamaru dengan senyuman lebar yang memperlihatkan deretan gigi putihnya, "Kakek bilang, jika sempat aku harus memperkenalkan teman-teman baruku pada kakek," lanjutnya masih dengan senyum lebar.
"Kakek yang baik," timpal Obito yang entah dari mana munculnya yang tahu-tahu sudah ada di dekat Sakura.
Obito mendekati Konohamaru mengacak-acak rambut coklat jabrik anak laki-laki tersebut sehingga mengundang protesan kecil dari empunya. Tapi pria dewasa bermarga Uchiha tersebut hanya tersenyum tak mengindahkan protesan Konohamaru.
Obito merebut bola voli dari tangan Konohamaru dan melemparnya pada seorang lagi pria dewasa berambut perak di dekatnya.
"Bagaimana jika kita temui saja sekarang kakeknya Konohamaru?" tawar Obito menatap satu persatu pemuda-pemuda tampan yang menghentikan aktifitas mereka karena tertarik akan pembicaraan para gadis dan Konahamaru..
Naruto mengangkat tangan kanannya tinggi, "Ya, aku mau bertemu dengan kakek tua itu!" teriaknya.
"Kecilkan suaramu, dobe!" perintah Sasuke yang terganggu dengan suara keras yang dikeluarkan pemuda pirang tersebut.
Naruto tak menjawab hanya menjulurkan lidahnya sebagai tanda ia tak terima dengan perkataan pemuda tampan dingin itu.
Para pemuda lain yang melihat tingkat kekanak-kanakan dua pemuda tampan itu hanya bisa mengeleng-gelengkan kepala. Mereka sudah cukup terbiasa dengan tingkah keduanya yang seperti air dan minyak, tak cocok tapi semua orang yang sudah mengenal keduanya cukup lama pasti mengakui bahwa mereka sahabat baik.
"Sudah diputuskan kita akan menemui kakeknya Konahamaru, jadi semuanya ganti pakaian kalian dengan baju biasa!" perintah Obito.
Sebenarnya ada beberapa orang yang ingin perotes akan keputusan sepihak dari Obito, tapi mereka terlalu malas untuk meladeni kekeras kepalaan khas Uchiha yang menjadi salah satu sifat keluarga terpandang itu.
Sesuai intruksi dari Obito mereka semua masuk ke dalam villa, mengganti pakaian mereka dengan pakaian sederhana yang tak terlalu mencolok. Setelah selesai mengganti pakaian, mereka kembali lagi berkumpul di depan villa.
"Apa semuanya sudah berkumpul?" tanya Obito mengecek satu-persatu, takutnya nanti ternyata ada yang tertinggal.
"Semuanya sudah berkumpul," jawab Gaara yang berdiri paling belakang bersama Neji dan Kakashi sehingga dengan mudah ia bisa mengetahui apakah semua temannya sudah berkumpul.
Mereka semua pergi bersama-sama menuju tempat yang ditunjukan Konohamaru. Perjalanan yang mereka tempuh cukup jauh. Melewati beberapa semak-semak dan mereka masih belum menemukan kakeknya Konohamaru.
.
.
.
.
"Apa masih jauh Konohamaru?" tanya Naruto yang merasa cukup lelah berjalan.
"Sebentar lagi," jawab Konohamaru dan setelahnya ia berhenti dan menunjuk ke depan, "Itu... di sana tempat kakekku," teriaknya riang.
Semua pendangan terarah menuju tempat yang sama. Di tempat itu terdapat sebuah gubuk atau rumah kecil yang terlihat sangat berantakan dan kotor, seperti sudah lama ditinggalkan pemiliknya.
"Kau yakin kakekmu ada disini Konohamaru?" tanya Rin tidak percaya.
Konohamaru menganggukan kepalanya, "Ya, ayo masuk ke dalam, kakek pasti sudah ada di dalam lebih dulu."
"Kakek, aku datang dengan beberapa teman baru," teriak Konohamaru.
Tak lama dari teriakkan Konohamaru muncul seorang pria tua dengan rambut yang seluruh bagiannya telah memutih, dengan senyum ramah yang terukir di wajah keriputnya.
"Teman baru?" tanyanya pria tua itu balik.
Dengan semangat Konohamaru menganggukkan kepalanya membenarkan perkataan pak tua yang nampak seperti kakeknya.
Dengan sigap Obito maju kedepan dan membungkukkan badan sopan.
"Selamat siang kakeknya Konohamaru, saya Obito. Senang bertemu dengan anda," ujarnya sopan, membuat beberapa pasang mata menatap tak percaya.
Dengan senyum ramah, pria tua itu berkata, "Saya Sarutobi Hiruzen, kakeknya Konohamaru. Terima kasih telah menjaga cucu kesayanganku."
"Tidak masalah Sarutobi-sama, kami senang bisa bersama dengan Konohamaru," balas Obito tak kalah ramah dan sopan.
"Apa kepalanya terbentur sesuatu?" gumam semua orang dalam hati melihat tingkah pemuda Uchiha itu yang tiba-tiba berubah.
Sesaat Sakura memandang keadaan disekitarnya. Jika diperhatikan baik-baik tempat ini sepertinya dulu adalah kedai pinggir pantai, terlihat dari beberapa meja tamu bundar yang masih berjejer rapi walau tertutup debu yang tebal. ada pula beberapa tulisan menu yang tercatat besar di dinding ruangan, ya mungkin karena sudah terlalu lama tulisan-tulisan tersebut sudah hampir tak dapat dibaca.
Dengan pelan Sakura berjalan kepinggir ruangan, menyentuh salah satu meja dan mengusapnya pelan.
"Debunya tebal sekali," pikir gadis merah muda itu sambil membersihkan tangannya yang kotor terkena debu.
Saat kembali berjalan melihat-lihat Sakura sedikit terkejut melihat sebuah foto tertempel disalah satu dinding ruangan yang sudah sangat lapuk dihiasai lubang-lubang.
"Foto siapa ini?" tanya Sakura pada dirinya sendiri.
Foto itu sudah tidak begitu jelas gambarnya tapi ia masih bisa melihat dengan samar bahwa foto itu menampilkan gambar sepasang kakek dan nenek yang tertawa ramah, di depan kakek dan nenek nampak seorang pemuda dengan rambut coklat tersenyum malu sambil menggandeng tangan seorang gadis.
"Saku apa yang kau lakukan disini?" tanya Gaara yang telah berdiri di belakang Sakura.
Dengan refleks Sakura mengambil dan memasukkan foto itu ke dalam saku celananya, "A-aku hanya melihat-lihat."
Pemuda berambut merah bata itu hanya diam dan menarik tangan munyil Sakura untuk kembali berkumpul bersama yang lain.
"Disini berbahaya, kau seharusnya tak jauh-jauh dari kami," nasihat Gaara yang sangat mengkhawatirkan kakak sepupunya yang sangat ceroboh satu ini.
"Ano, maaf apa tempat ini sudah lama tidak digunakan?" tanya Naruto spontan lengkap dengan wajah polos tak berdosa.
"Baka-dobe, kau harusnya membaca keadaan sebelum bertanya!" tegur Sasuke.
"Kenapa? Akukan hanya bertanya, apa tidak boleh?" omel pemuda pirang itu.
"Kalian anak muda yang sangat bersemangat ternyata," puji Hiruzen sambil sesekali terkikik geli, "Bagaimana jika kita bicara diluar saja?" tawarnya.
Tanpa dikomandoi oleh siapapun semua orang yang berada di ruangan itu keluar.
"Tempat itu cukup bagus," puji Neji.
"Ya, tapi sayang karena tertutup pohon kelapa dan semak-semak jadi tak banyak orang yang melihatnya."
"Jika pun ada yang melihat bangunan bobrok tak terawat itu, mereka pasti sudah lari ketakutan karena mengira itu rumah hantu," sambung Sai.
"Tempat ini dulunya tempat yang sangat ramai," tukas Hiruzen memulai ceritanya.
"Ya, setidaknya sekitar 40 tahun yang lalu saat aku terakhir kali datang kemari," sepasang manik hitam itu kini menatap lembut bangunan tua yang kini telah termakan usia itu.
"Apa tempat ini dulunya milik anda?" tanya Shikamaru yang mulai tertarik.
"Bukan, aku hanyalah seorang pelanggan setia," jawab Hiruzen. "Saat aku berumur sama seperti kalian yang sedang berlibur di pulau ini. Tanpa sengaja aku datang kemari yang dulunya adalah sebuah kedai kecil pinggir pantai."
"Kedai ini dijaga oleh sepasang kakek dan nenek yang sangat ramah, mereka menerimaku dan menganggapku seperti cucu mereka. Dan ditempat ini pula aku pertama kali bertemu dengan mendiang istriku. Setelah menikah kami selalu menyempatkan diri setiap tahun untuk bertemu dengan kakek dan nenek pemilik kedai, tapi 10 tahun setelah pernikahan kami sang nenek meninggal dan tak begitu lama kakek pun ikut meninggal," Hiruzen menghentikan ceritanya sejenak merasakan bak film hitam putih yang berputar dalam ingatannya.
"Kakek dan nenek itu jodoh," bisik Naruto.
"Setelah keduanya meninggal kedai itu terbengkalai, tak ada yang mau meneruskannya dan lama-kelamaan mulai hilang termakan usia. Aku sendiri sudah hampir 20 tahun tak datang kemari, tapi beberapa bulan yang lalu istriku meninggal," Hiruzen mengusap kepala Konohamaru sayang merasa kedua bola mata bocah itu kini mulai berkaca-kaca.
"Ya, untuk mengenang istriku aku mengajak cucuku kemari menghabiskan liburannya." lanjutnya.
"Apa tidak apa-apa tempat sepenting ini yang dipenuhi kenangan hilang ditelan waktu?" tanya Sakura sedih. Setelah mendengar cerita Hiruzen gadis itu dapat merasakan betapa berharga tempat ini.
"Apa boleh buat, kedai ini sudah tak terawat dan tak ada yang mau mengurusnya." jawab Hiruzen.
Obito tertawa cukup kencang mendengar persepsi mereka, "Jangan terlalu dipikirkan cukup nikmati saja suasana sepi dan menenangkan ini."
"Ya, nikmati saja," tukas Kakashi tiba-tiba.
"Kakashi-sensei sejak kapan kau membawa peralatan itu?" tanya Kiba terkejut melihat sensei-nya satu itu kini telah bersantai membaringkan diri di atas kursi jemur lengkap dengan payung dan meja yang diatasnya terdapat segelas Lemon tea.
Kakashi melepas kacamata hitamnya, "Sejak kalian berada di dalam," jawabnya dihiasi senyuman ramah tak berdosa.
"Curang!" teriak Naruto dan Kiba hampir bersamaan.
"Aku juga mau bermain di pantai, ayo Sakura-chan!" Naruto meraih tangan Sakura dan menariknya menuju arah Kakashi.
"Heh? Naruto?!" peki gadis itu terkejut.
"Hoi Baka! Kau lebih curang lagi!" teriak Kiba menyusul Naruto, di belakangnya pemuda-pemuda yang lain mengikutinya.
Mereka bermain bersama, menghabiskan waktu bersenang-senang. Hari yang menyenangkan itu harus berakhir.
.
.
~~Clover's Cafe~~
.
.
Tok Tok Tok Tok!
Suara geduran pintu yang cukup nyaring menggema di dalam villa membuat Sakura berlari kecil menuju kearahnya. Siapa orang yang sudah berkunjung ke villa disaat jam masih menunjukkan pukul 8 pagi. Padahal teman-temannya belum lama tertidur setelah semalaman suntuk bergadang mengajari Naruto belajar. Dan kini suara gedurang itu membuat Sakura harus menghentikan aktifitas membuat sarapannya.
"Ada apa pagi-pagi— Konohamaru?" tanya Sakura terkejut dan tak percaya melihat penampilan Konohamaru yang cukup berantakkan dan kedua matanya nampak memerah menahan tangis.
"Saku-nee!" isak bocah itu.
"Tenanglah Konohamaru! Ceritakan apa yang terjadi?" tanya Sakura ikut panik.
"Kakek..."
"Ya ada apa dengan kakek?" tanya Sakura tak sabaran.
"Kakek akan dibunuh... huaaaaa!" tangisan Konohamaru pecah sudah, dan Sakura benar-benar dibuat membeku ditempat karena pernyataan bocah itu.
Kakek akan dibunuh? Kenapa?
"Ku mohon Saku-nee, tolong kakek!" mohon Konohamaru dan menarik tangan Sakura berlari mengikutinya.
Tanpa pikir panjang Sakura berlari mengikuti Konohamaru dan berdoa agar kakek Konohamaru baik-baik saja.
TBC
Author Note:
.
.
.
Terima kasih...
Aku ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada semua Reader baik Reviewer maupun Silent Reader yang sampai sekarang masih menunggu cerita ini.
...?
Ah, aku benar-benar bingung mau mengatakan apa atau harus mulai dari mana. Aku sadar, aku benar-benar seseorang yang tidak bertanggung jawab mengabaikan semua Fict yang kubuat lebih dari 2 tahun. Aku benar-benar terkena WB super akut, jangankan mengetik lanjutan, membuka folder file saja aku malas. Ya, malas. aku kehilangan minat dan semangat tulisku bahkan password akun ini aku juga lupa, owh yang terakhir itu kecerobohan.
Mulai Chapter ini dan berikutnya mungkin aku akan membuat lebih pendek dari biasanya untuk memancing mood menulis muncul kembali, jadi maaf jika ada yang merasa tidak puas dan kecewa. Rencana awal aku ingin menyelesaikan Fict ini tidak lebih dari 20 Chapters tapi jika aku buat pendek seperti ini kemungkinan bisa melebihi itu. Dari awal aku sudah mengatakan bahwa tak akan menghapus cerita ini sampai selesai, aku akan terus berusaha menyelesaikannya, untuk itu aku mohon kesabaran semua Reader.
Semua Review dan PM sudah aku terima dan aku baca satu persatu, maaf tidak bisa ku balas di sini tapi aku senang sekali waktu membacanya karena itu juga membuat aku semangat dan kuputuskan untuk mempublish chapter terbaru ini sebagai ucapan terima kasih.
Terakhir, silahkan tinggalkan kritik maupun saran, aku akan senang menerimanya (^v^)
Sakura: Terima kasih sudah menunggu dan membaca Clover's Cafe.
Salam hangat,
Kimeka ReiKyu
Baturaja, 14 Desember 2015
