Cecil was borrowing Masashi's characters
#SasuHina#
.
.
Dua hari telah berlalu sejak kepergian Sakura dari Uchiha Kingdom. Tidak ada yang berubah, bahkan suasana kerajaan tampak hening. Hanya tampak beberapa gadis yang sibuk meributkan tentang penundaan pesta rakyat yang seharusnya akan dilaksanakan esok hari.
"Padahal ibuku sudah menjahitkan gaun cantik untukku." keluh seorang gadis berambut pirang.
"Sudahlah, lagipula pestanya hanya ditunda bukan dibatalkan. Jadi kau masih bisa mengenakan gaun barumu minggu depan." jawab temannya. Sang teman sudah terbiasa meladeni kecerewetan gadis disampingnya.
"Tetap saja aku kecewa. Memangnya kenapa pestanya ditunda?"
"Ibuku mengatakan pestanya ditunda karena raja dan ratu akan mengunjungi Hyuuga Kingdom. mungkin ada hal penting."
"Hanya karena itu?"
"Memangnya kau mau pergi ke pesta tanpa ada Uchiha-sama?"
"E-eum, ti-tidak juga sih. Hehe."
.
.
Hinata merasa ada yang aneh pada Sasuke dan Naruto sejak kepergian Sakura.
Naruto selalu menyibukkan dirinya dengan tugas-tugas kerajaan tanpa kenal lelah. Pemuda itu akan bangun lebih pagi dibandingkan dengan semua orang dan baru tidur menjelang dini hari, kemudian kembali lagi bekerja. Hinata sering berpikir, apa Naruto tidak tidur sama sekali?
Ingin rasanya ia menanyakan hal itu pada Sasuke, tapi Hinata mengurungkan niatnya karena mendapati Sasuke juga berperilaku aneh. Ia lebih banyak melamun. Pernah suatu ketika seorang pengawal memanggilnya karena Uchiha Kingdom kedatangan tamu, tapi Sasuke sama sekali tidak mendengar dan baru menyadarinya ketika Hinata memanggilnya. Menjelang tidur, Sasuke tidak banyak bicara. Ia hanya akan memeluk Hinata sampai kantuk menyerangnya. Jika ditanya, Sasuke hanya menjawab 'Tidak apa-apa' lalu mengeratkan pelukannya. Sasuke juga tiba-tiba membatalkan semua agenda kerajaan, mulai dari musyawarah kerajaan sampai pesta rakyat yang seharusnya diadakan esok hari.
Hinata mencoba mencari-cari jawaban atas keanehan kedua orang itu dan menemukan jawaban yang paling memungkinkan.
Kepergian Sakura.
Hinata dapat memahami perasaan Naruto. Ia tahu dari Sasuke bahwa Naruto sudah menyukai Sakura sejak kecil. Mungkin, ia menyibukkan diri dengan tugas-tugas kerajaan untuk melupakan kepergian Sakura.
Tapi bagaimana dengan Sasuke?
Apakah mungkin karena ia belum bisa merelakan kepergian Sakura?
Tapi, kenapa sebelumnya ia tidak terganggu? Hinata tahu, Sasuke juga menyesal Sakura harus pergi, tapi ia tidak seperti sekarang. Tidak fokus, banyak melamun dan terkadang tampak berpikir keras.
.
.
Matahari seakan lebih cepat terbit dan tenggelam. Hinata merasakan lelah, perjalanan mereka sudah dimulai sejak dini hari dan sekarang langit tampak kemerahan. Dari kejauhan, Hinata dapat melihat istana Hyuuga Kingdom. Walaupun masa remajanya dihabiskan di Hyuuga Kingdom, Hinata merasa asing dengan pemandangan Hyuuga Kingdom, sama halnya ketika ia memasuki Uchiha Kingdom dulu. Saat pertama kali meninggalkan Hyuuga Kingdom Hinata tidak terlalu memperhatikan pemandangan Hyuuga Kingdom. Sekarang ia menyadari bahwa tempatnya menghabiskan usia belasan tahun sangat indah. Dalam hatinya terbersit perasaan kagum pada tou-san-nya
Pikirannya teralihkan saat dirasakannya pelukan Sasuke semakin erat. Sejak mendekati istana pelukan Sasuke semakin erat sampai-sampai Hinata kesulitan bernafas.
"S-sasuke-kun, aku tidak bisa bernafas."
Dan butuh beberapa detik untuk Sasuke memahami maksud Hinata sebelum melonggarkan pelukannya. Pasti melamun lagi, pikir Hinata.
"Maaf, Hinata."
"Sebenarnya Sasuke-kun dan Naruto-san bisa mengunjungi Sakura-san kapanpun jika kalian begitu merindukan Sakura-san."
Sasuke mengerutkan keningnya karena tidak mengerti maksud Hinata. Sedangkan Hinata mengartikannya sebagai 'Apa kau yakin?'.
"Maksudku, jika itu benar-benar mengganggu Sasuke-kun." lirih Hinata.
"Apa yang kau katakan. Semua baik-baik saja."
Walaupun tidak yakin bahwa semua baik-baik saja, Hinata tetap menganggukkan kepalanya karena kereta kuda mereka telah berhenti tepat di depan istana Hyuuga Kingdom.
Sasuke turun terlebih dahulu kemudian membantu Hinata turun dari kereta.
Mata Hinata hanya fokus pada satu orang yang telah menunggu mereka tepat di depan istana. Hyuuga Hiashi tepat berada di hadapannya. Kerinduannya selama ini makin membuncah. Ingin rasanya ia memeluk pria tua itu. Tapi, bolehkah? Selama ini tou-san-nya tampak tidak menyukainya.
Hianta masih sibuk memikirkan boleh tidaknya memeluk sang ayah sampai wajah Hyuuga Hiashi tidak tampak lagi di hadapannya. Kemudian ia merasakan pelukan sayang di tubuh kecilnya. Tou-san-nya memeluknya.
"Kau baik-baik saja?"
"A-aku baik-baik saja, Tou-san."
Hyuuga Hiashi masih memeluk putrinya. Tanpa Hinata ketahui, Hyuuga Hiashi melayangkan tatapan tajam pada Sasuke.
Perasaan Sasuke semakin tidak enak. Walaupun ia hanya balas memandang datar tatapan Hyuuga Hiashi, tapi dalam hatinya tersimpan perasaan khawatir yang kian memuncak.
"Ada kejutan untukmu, Hinata."
"Kejutan?"
"Hn. Masuklah."
Sasuke hendak menggenggam tangan Hinata yang kemudian didahului oleh Hyuuga Hiashi. Keduanya saling melempar tatapan tajam beberapa saat. Hyuuga Hiashi berjalan menuntun Hinata memasuki istana seolah-olah tidak tahu apa-apa.
Hyuuga Hiashi menyembunyikan ketidaksukaannya ketika Hinata memanggil Sasuke dan menggenggam tangannya. Dan semakin gusar melihat seringai mengejek yang diberikan Sasuke padanya.
Hinata merasa bahagia berada diantara dua orang yang paling ia cintai.
.
.
Tidak ada yang berubah sejak terakhir kali Hinata meninggalkan istana kecuali satu. Lukisan dirinya. Dan ukurannya sangat besar. Lukisan terbesar di ruangan itu. Lukisan itu terlalu cantik, Hinata tidak yakin ia secantik itu. Ia sangat penasaran dengan tujuan tou-san-nya memajang lukisan dirinya, bukankah selama ini tou-san-nya tidak ingin menampakkan dirinya—Hinata—pada siapapun?
"Bagaimana?"
"Eh?"
"Lukisannya. Apa kau menyukainya?"
"Aku sangat menyukainya, Tou-san."
"Bagaimana menurutmu Uchiha-sama?"
"Kalau tidak salah, sekarang putrimu juga seorang Uchiha, Hiashi-sama."
"—dan lukisannya cukup bagus." tambahnya karena tidak menginginkan Hinata menyadari perang dingin mereka. Dalam hati Sasuke berjanji akan menuntut jawaban atas perlakuan Hyuuga Hiashi yang tidak beralasan padanya. Tapi tidak sekarang. Tidak dihadapan Hinata.
"Tentu saja bagus. Karena yang membuatnya juga 'berkualitas bagus'. Hinata, mungkin kau bisa mengucapkan terimakasih pada orang yang membuat lukisan ini."
"Aku akan melakukannya jika bertemu nanti, Tou-san."
"Kau bisa melakukannya sekarang. Ia ada di ruangan ini."
Sasuke dan Hinata sempat terkejut sebelum mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Ruangan santai ini tidaklah terlalu besar sehingga mereka langsung menemukan sosok yang dimaksud. Sasuke dan Hinata berpandangan sejenak sebelum mendekat pada sosok itu. Seorang perempuan berambut coklat panjang sedang duduk di kursi dengan membelakangi mereka. Ketika perempuan berambut panjang tersebut berdiri dan membalikkan badannya, ia bukan lagi seorang perempuan di mata Hinata.
"Apa kabar, Hinata-sama?"
"N-neji-nii!"
Detik berikutnya, Hinata sudah berada dalam pelukan Neji. Neji tidak tahu harus bersikap seperti apa. Ia ingin membalas pelukan Hinata. Tatapan Hyuuga Hiashi yang seolah memberikan izin padanya membuatnya tidak berpikir dua kali untuk membalas pelukan Hinata. Ia mengabaikan tatapan tajam dari Uchiha Sasuke.
"Aku merindukan Neji-nii."
"Aku tahu."—dan aku juga sangat merindukanmu, sambung Neji dalam hati.
Neji merasa kehilangan saat Hinata melepaskan pelukannya. Dan ia cukup tahu diri untuk tidak menahan Hinata lebih lama, walaupun ia sangat menginginkannya.
"Mengapa Neji-nii baru pulang sekarang?"
"Memangnya Hinata-sama mengharapkanku pulang sebelumnya?"
"Tentu saja. Seharusnya Neji-nii pulang saat hari pernikahanku." jawab Hinata tanpa menyadari wajah Neji yang kecewa dengan jawabannya.
"Ah! Aku belum mengenalkan Sasuke-kun pada Neji-nii." Lalu Hinata meperkenalkan kedua pria tampan itu. Keduanya tampak enggan berkenalan, tapi tetap melakukannya karena tidak ingin mengecewakan Hinata.
"Selamat datang Sasuke-sama. Saya Hyuuga Neji."
"Hn. Uchiha Sasuke."
.
.
Malam melelahkan itu dilanjutkan dengan makan malam. Tidak ada yang berbicara selama makan. Setelah menghabiskan makan malamnya, Hinata terus memandangi Neji. Ia sangat merindukan pemuda itu, yang sudah ia anggap seperti saudaranya. Hinata sangat senang mengetahui bahwa Neji baik-baik saja. Dia sempat berpikir Neji sakit sehingga tidak dapat menghadiri pesta pernikahannya. Bahkan, surat terakhirnya juga tidak dibalas.
"Aku tahu kau merindukan Neji, Hinata. Tapi sebaiknya kalian beristirahat sekarang, perjalanan kalian pasti melelahkan."
Hinata malu.
'Apakah tou-san menyadari aku terus memperhatikan Neji-nii?' pikirnya.
Jika Hinata memerlukan jawabannya, maka jawabannya iya. Bahkan Sasuke harus menahan kecemburuannya yang tidak beralasan.
Neji menjadi orang pertama yang beranjak dan meninggalkan ruang makan, kemudianHinata berdiri dan mengajak Sasuke.
"Kau duluan saja, Hinata."
"Sasuke-kun juga harus segera beristirahat."
"Aku akan segera menyusulmu, ada yang ingin kubicarakan dengan Hiashi-sama."
Walaupun bingung Hinata tetap mengangguk. Lagipula, ia sudah sangat mengantuk.
.
.
Sasuke geram dengan sikap tenang Hyuuga Hiashi. Seharusnya pria tua itu menyadari maksudnya mengajak berbicara. Sekarang tidak ada lagi Hinata. Seharusnya pria tua itu tidak perlu bersikap seolah-olah mereka baik-baik saja. Untuk kali ini Sasuke membenci ketenangan.
"Bicaralah."
Bahkan suaranya juga sangat tenang. Seakan bukan ia—Hyuuga Hiashi—yang memberikan tatapan tajam dan perkataan menyindir padanya tadi.
"Saya menuntut penjelasan."
"Penjelasan apa?"
"Jangan berpura-pura tidak tahu, Hiashi-sama. Saya merasa tidak perlu menjelaskan apa-apa karena anda lah yang telah merencanakan ini semua."
"Rencana?"
Sasuke benci kepura-pura tidaktahuan yang tampak dibuat-buat itu. Tapi, untuk jawaban masalah yang sudah ia pikirkan selama tiga hari ini, ia mencoba menahan kekesalannya.
"Undangan makan malam, sindiran, dan Hyuuga Neji." sasuke tidak dapat menahan geramannya saat menyebutkan kata terakhir, Hyuuga Neji.
"Aku tidak menyangka putriku menikah dengan seorang raja yang cerdas."
"Bukan pujian, tapi pen-je-la-san. Itu yang kubutuhkan." Sasuke mulai tak sabar.
"Undangan makan malam itu tentu saja karena aku sangat merindukan putriku. Lagipula kami jarang melakukannya—makan malam—ketika ia masih disini. Dan tentu saja untuk mempertemukan Hinata dengan Neji, mereka sudah lama tidak bertemu. Pasti mereka saling merindukan. Ada apa, Sasuke-sama? Jangan menatapku seperti itu. Kau seolah-olah ingin membunuhku. Bukankah kau yang meminta penjelasan?"
"Lanjutkan saja."
"Hinata sangat menyayangi Neji. Walaupun mereka jarang bertemu, tapi ketika berkunjung Neji selalu berada di samping Hinata. Jadi mereka sangat dek—"
"Langsung saja katakan apa yang anda rencanakan, Hiashi-sama."
Berani sekali.
Seumur hidupnya tidak pernah ada yang memotong ucapannya. Dan itu membuat Hyuuga Hiashi geram.
"Aku ingin kau melepaskan putriku." tegasnya.
Sasuke mengepalkan tangannya dan berusaha menahan agar tidak meledak saat itu juga. Darimana seorang Hyuuga Hiashi mendapatkan ide itu? sasuke tidak ingin mendengarkan lelucon.
"Apa yang anda katakan?"
"Bukankah tujuanmu menikahi putriku adalah untuk menguasai Hyuuga Kingdom?"
"Ya. Pada awalnya."
"Pada awalnya? Jangan katakan kau jatuh cinta pada putriku, Sasuke-sama. Apakah putriku sangat menarik sehingga raja besar sepertimu terjerat pesonanya?"
'Baiklah, aku akan meladeni permainanmu' ucap Sasuke dalam hati.
"Ya. Hinata sangat menarik sehingga aku terjerat pesonanya sehingga semua waktuku kugunakan untuk memperhatikannya. Anda tahu mengapa, Hiashi-sama? Karena aku bukanlah pria bodoh yang melakukan hal keji dengan mengabaikan Hinata. Karena pria bodoh lah yang tidak menyadari pesona Hinata."
"Beraninya! Kau mengatakan aku pria bodoh?"
Sasuke tidak menyembunyikan rasa senangnya karena berhasil membuat Hyuuga Hiashi keluar dari mode tenangnya.
"Oh, aku merasa tidak mengatakan bahwa pria itu anda, Hiashi-sama. Kecuali, anda merasa demikian."
Padahal Sasuke ingin mengatakan 'Ya. Pria itu memang anda, Hyuuga-sama. Kau hanya tidak tahu berapa lama kau membuat putrimu menderita'.
"Penjelasan? Baiklah aku akan memberikanmu penjelasan yang kau inginkan. Aku ingin kau melepaskan putriku dan aku akan memberikan Hyuuga Kingdom padamu."
"Bukankah Hyuuga Kingdom memang akan segera menjadi milik Uchiha ketika saya menikahi Hinata? Saya hanya tinggal menunggu hari penobatan, jadi saya tidak perlu melakukan hal konyol dengan melepaskan Hinata."
"Tidak tanpa seizinku. Tidak sampai aku turun tahta. Jangan lupa, hari penobatan hanya bisa dilakukan dengan persetujuanku. Dan juga, kita belum melakukan perjanjian tertulis apapun menyangkut Hyuuga Kingdom."
"Anda sangat licik, Hiashi-sama."
Licik? Uchiha itu mengejeknya lagi.
"Kau cukup meninggalkan Hinata. Tenang saja, ia akan bahagia bersama kami. Neji akan menggantikanmu."
Pengganti? Cih, jangan harap. Pria tua di hadapannya itu harus tahu bahwa merencanakan hal konyol seperti ini adalah sia-sia. Sasuke tidak menyangka bahwa Hyuuga Hiashi sudah menyiapkan rencananya dengan sangat matang, sampai kepada penggantinya.
"Hinata. Bahagia. Bersamaku."
"Benarkah? Jadi bagaimana dengan keamanannya? Bagaimana kau menjelaskan dirimu dan kerajaanmu yang tidak dapat melindungi putriku."
Sasuke tidak perlu membuat dirinya menjadi orang yang pamer dengan mengatakan bahwa ia mengorbankan nyawanya demi Hinata.
"..."
"Dan bagaimana jika ia lebih bahagia berada disini?"
Omong kosong.
"Dengan anda yang tidak pernah memperhatikan dan mengurungnya? Itukah bahagia yang anda tawarkan? Anda membuatnya menderita."
"Aku memiliki alasan sendiri, dan orang asing tidak perlu ikut campur."
"Untuk kembali mengingatkan anda, saya suami Hinata. Saya bukan orang asing."
"Terserah, aku tetap akan menjalankan rencana ini."
"Dan anda pikir ini akan berhasil? Jangan konyol, Hiashi-sama. Selain saya, Hinata juga tidak akan mau berpisah dengan saya. Itu yang harus anda ingat."
"Dan yang harus Sasuke-sama ingat, Hinata tidak pernah melawan perintahku."
"Anda tidak berencana mengatakan hal ini pada Hinata, kan?"
"Tergantung apakah kau bisa bekerja sama."
"..."
"..."
"Mengapa anda melakukan ini, Hiashi-sama?"
"Karena kau tidak bisa melindungi putriku. Aku tidak peduli dengan kau yang mengorbankan nyawa waktu itu. Aku hanya cukup tahu Hinata tidak aman berada denganmu. Uchiha Kingdom kerajaan yang besar, siapa yang tahu berapa banyak lagi musuhmu di luar sana?"
"Untuk itu anda mengurung Hinata? Anda harus tahu, itu membuatnya menderita."
"..."
"..."
"Paling tidak ia aman bersamaku. Apakah masih ada yang ingin kau sampaikan? Aku akan beristirahat." Hyuuga Hiashi berhasil mengembalikan ketenangannya.
Sasuke tidak akan membiarkan dirinya saja yang tidak tidur tenang malam ini. Hyuuga Hiashi juga harus merasakannya.
"Hiashi-sama."
Sasuke melanjutkan kata-katanya setelah Hyuuga Hiashi menghentikan langkahnya.
"Saya akan menjadi alasan pertama Hinata untuk melawan perintah anda."
Dan malam itu baik Uchiha Sasuke maupun Hyuuga Hiashi tidak dapat tidur dengan tenang.
.
.
Tbc
.
.
2k+ dadakan, maap untuk banyak typo.
Thanks untuk semua yang sudah membaca, terutama untuk reviewers yang sudah mengoreksi typo.
Sampai jumpa di 2 chap terakhir
