"Astronaut"

Author : eReL_Ra

Pair : Draco Malfoy x Harry Potter

Rate : T

Disclaimer : Harry Potter (still) belong to J.K. Rowling. And i had some inspiration for plot from 'astronaut'-simple plan- music video...

Ah iya... dan untuk diketahui bahwa "The First Kiss" memang terinspirasi dari film pendek berjudul "Orange".. Saya sudah tuliskan tapi sepertinya kurang jelas jadi ada yang tidak terbaca...

Sorry,keteledoran saya... -_-v

Genre : *masih mikir* angst aja deh atau Hurt/Comfort... tapi... ga juga sih.. intinya ga akan bener-bener happy ending aja..:P#digaplok yang ga suka angst

Summary:

"Kau sampai harus menghindar seperti ini,potter?"

"Aku tidak menghindar.",harry menatap si pirang lekat. "kita hanya tak seharusnya terhubung sejak awal..."

"i think... i wanna be an astronaut oneday"

"Why?"

"because being human is the most terrible loneliness in the universe.."

A/N: ok... Warning sama kayak yang kemarin.. ini sequel first kiss,dan kenapa judulnya beda jauh.. tanyakan pada isi kepala saya yang makin mumet justru saat liburan datang.. Untuk yang menanti Fireworks... Saya harap anda semua bisa menunggu lebih lama lagi ya? Karna yah... gitu deh... Lagi kekurangan inspirasi buat ngelanjutin..*haih*

Ok... semoga ga semengecewakan kemarin...*hiks*

Dan saya berfikir untuk menjadikan ff ini MultiChap... Jadi minta review ya.. supaya saya tahu pendapat anda,hhe*pemaksaan terselubung*

Well,nevermind... saya ga maksa coment,tapi demi wajah tanpa hidung voldy -nih author sumpahnya ga enak amat yak?- saya ..akan sangat sangat...sangaaaaaat..menghargainya komen anda,sependek apapun itu..:*

So,let's begin the show...

"Tidak apa-apa..", gumaman lelaki muda. Menggema di kisi-kisi toilet pria. Tidak

ada yang spesial dari ruangan tak terlalu luas itu. Standart sekolah-sekolah pada umumnya. Mungkin yang bisa dibanggakan cuma keran cuci tangan yang juga punya koneksi untuk mengalirkan air hangat.

Atau itu juga biasa saja?

Harry tidak berniat sama sekali memperdebatkannya.

"Wow! Sekarang Mr. Potter kita jadi sangat perduli dengan kebersihan rupanya ?", dua lelaki gempal. Harry tahu tanpa berbalik identitas dua orang itu. Tanpa melihat ke cermin di depannya.

Malas sekali harus menatap refleksi dari dua orang paling tidak ada kerjaan-selain mengusili Harry- di dunia."Abaikan saja aku! Bisa?", Harry mengatakannya sambil membasuh sikat gigi yang baru selesai ia gunakan.

Bukan apa-apa. Tapi bulir-bulir orange yang menyangkut itu bisa jadi masalah kalau dibiarkan.

"Well,abaikan katanya,Goyle? Lihat siapa yangmemerintah..?",lalu tawa melecehkan keluar dari dua mulut mungil ya tertutupi pipi tembam itu.

"aku hanya meminta secara baik-baik..",Harry meluruskan,sembari tangannya tak henti bergerak membereskan barang-barangnya memasukan ke dalam tas.

"Cih!",si gempal lain serius membuang ludah ke lantai kamar mandi. Sengaja mengenai sepatu Harry,"sok diplomatis,seperti otakmu ada isinya saja!",Goyle menoyor kening Harry. Membantu partnernya mengintimidasi.

Harry menggeser tubuhnya ke sisi kiri dan berusaha lepas dari kungkungan dua remaja tambun di hadapannya. Tapi percuma karna malah keduanya yang makin merapat. Dan terjebaklah si kacamata bundar saat Goyle memerangkap kerah kemeja Harry. Seragamnya acak-acakan sudah.

"Aku tidak mengerti kenapa selalu ada mahluk sepertimu di sekolah manapun? Cih!",kali ini air ludah tepat mengenai muka Harry. Harry tahu bahwa Crabe sudah cukup sering berpindah sekolah karna masalah bulliying macam begini. Tapi sepertinya ia selalu menemukan mangsa baru dimana pun ia berada.

Dan ia cukup lama berada disini karna satu alasan. Ia hanya mengganggu Harry. Dan coba tebak? Harry yang terlalu baik tidak pernah melaporkan keduanya ke guru kedisiplinan. Jadilah hari-hari High School Harry diisi oleh lingkaran setan macam begini.

"Lemah, payah, tidak berguna.. aku heran kenapa mahluk-mahluk seperti kalian tidak punah saja,Haaah?!", Harry berusaha keras menulikan telinganya. Berusaha keras menolak menyimpan kalimat – kalimat yang berkesan seperti teori 'evolusi' baru mengenai spesies mana yang seharusnya bertahan di dunia. Mengingatkan Harry kenapa ia sangat bersyukur tidak dilahirkan di Jerman pada masa Hitler berkuasa. Ia yakin isi pikiran pria yang kumisnya mirip Charlie Chaplin itu tidak jauh berbeda dengan dua remaja tambun di depannya.

Goyle masih setia mencengkram kerah Harry,sementara Crabe menjambak dan meninju perut Harry yang terasa begitu rapuh. Harry tak berani mengaduh. Sebisa mungkin tidak membuat pelaku kekerasan atasnya senang dengan suara kesakitannya.

Harry membuat catatan kecil di otaknya agar lain kali tak perlu mengikuti,menjawab atau bereaksi apapun atas kelakuan dua pria tembam ini padanya. Lihat? Setiap kali ia membalas perlakuan mereka keadaan justru bertambah buruk.

"Hey Goyle! Bagaimana kalau kita cuci kepalanya supaya isi otaknya yang sedikit itu lebih bersih?", Harry tidak berani melirik apa yang ditunjuk Crabe. Tapi melihat seringaian keduanya dan ke arah mana kini tubuh lemahnya diseret , Harry tidak dapat membayang kan sesuatu yang tidak buruk.

Nah,benarkan? Mereka ada di depan salah satu bilik toilet dimana Crabe sudah membuka peutup toilet duduk di dalamnya. Ia pernah mengalami ini di hari pertama Crabe pindah kemari. Bukan pengalaman yang patut dikenang saat wajahnya dimasukan ke dalam lingkaran kotor berisi air toilet.

Harry membenci pengalaman itu.

Dan tidak ingin mengalaminya lagi.

Jadi ia menghapus catatan kecil barusan di otaknya dan menggigit tangan Goyle yang mencengkram kerahnya. Saat Goyle berteriak mengaduh dan melepaskannya sekuat tenaga Harry menerobos tubuh pria gempal itu, dan menendang Crabe yang berusaha kembali memerangkapnya. Dan sebisanya berlari ke pintu toilet. Ia sudah menggenggam pegangan pintu saat kemejanya ditarik. Menyeretnya agar terjatuh di lantai. Dan sebagai konklusi tubuh besar Crabe menindih bagian perutnya sekarang. Sengaja menekankan lututnya ke dada Harry. Membuat jeritan yang Harry tahan akhirnya keluar.

"Aaakkh",dan sebuah suara jeritan lain Harry dengar. Setelah sekepalan tangan melayang di atas pandangannya dan memukul telak pipi remaja yang menindihnya barusan.

Harry yakin ia melihat seperti warna platina, sekelebatan barusan. Ia tidak yakin siapa yang membantunya karna kacamata miliknya terlempar entah kemana saat tadi Crabe menyeretnya. Tubuhnya ia paksakan bangkit. Sepertinya kedatangan pengusik ini membuat sibuk dua remaja yang menyerangnya. Maka ia lebih memilih menyibukan diri mencari kacamatanya.

Setelah itu? Melarikan diri. Tentu saja.

"Draco! APA MAkSUDNYA INI!",teriakan Goyle menghentikan gerakan tangan Harry yang menemukan kacamatanya sepersekian detik barusan. Draco? Malfoy?

Harry buru-buru berbalik sambil memakai kacamatanya. Lupa kalau ia berencana segera melarikan diri begitu menemukan kacamata.

"Draco?",ia menggumam sekali lagi. Bertepatan dengan tinjuan telak lainnya ke wajah Crabe.

"Aku yang seharusnya bertanya apa maksudnya ini? Kalian! Meskipun bukan tim inti klub Football! Setidaknya jaga nama baik tim kita!",nada suara Draco tegas. Tidak keras atau kehilangan kontrol emosi. Tapi cukup untuk membuat nyali kedua orang yang baru saja mem-bully Harry menciut.

"Kau berlebihan,Draco. Kau tahu Harry tak pernah punya nyali untuk melaporkan kami.",Goyle menyahut,dengan nada yang jauh lebih pelan. Kontras dengan oktaf yang ia gunakan saat tadi meneriaki Harry dengan cacian.

"Dia mungkin tidak. Tapi bagaimana dengan si Granger,hah?!",Draco melepaskan cengkramannya pada kerah Crabe. "Sekarang pergi! Pelatih sudah memulai latihan 15 menit yang lalu. Berdoa saja kalian berdua tidak dikeluarkan!",keduanya berpandangan. Ada wajah kusut tidak terima karena kesenangan mereka dihentikan. Tapi akhirnya menurut juga. Draco mungkin bukan kapten tim. Tapi ia salah satu pemain inti paling disegani di tim. Dan lagi keduanya tidak mau berfikir kemungkinan buruk apa yang mereka hadapi jika harus berhadapan dengan kekuasaan Malfoy.

Harry tahu,Draco tidak sedang membelanya. Jadi ia memperingatkan jantungnya yang berdebar tidak karuan untuk tidak berekspektasi berlebihan. Berusaha secepat mungkin bangkit sambil memikirkan alasan apa yang akan ia gunakan ke mommy-nya nanti soal luka-luka yang ia dapat hari ini. Berfikir untuk secepatnya mengenyahkan diri dari hadapan si Malfoy muda yang memandangnya dingin sedari tadi. Harry mengabaikan tatapan yang tak ia pahami itu.

"kenapa kau tidak melawan? Atau setidaknya melaporkan mereka?",Harry tidak yakin yang membawakan tasnya dan memapahnya keluar toilet itu Draco Malfoy. Ia yakin itu orang lain.

Harry menarik tangannya yang barusan ada di atas pundak Draco. Menjauh beberapa senti. Membiarkan wajah pria berambut platina di hadapannya terlihat kaget dengan penolakan Harry.

Ia hendak membuka mulut untuk meminta tasnya dari Draco saat pria itu kini malah membentaknya,"APA YANG SALAH DENGANMU!". Harry dibuat tertegun.

"Kenapa kau selalu berusaha kuat,hah? Kenapa selalu menolak uluran tangan orang lain?",Draco terdengar frustasi. Harry semakin kebingungan sendiri. Memangnya kenapa kalau ia sok kuat? Kenapa kalau ia ingin menyelsaikan segala urusannya dengan usahanya sendiri?

Apa urusannya dengan Tuan Muda Malfoy ini?

Ada jeda lama yang mencipta hening tak terpatahkan. Draco bahkan lupa kalau seharusnya ia sekarang sudah menyusul Crabe dan Goyle ke tempat latihan. Tapi pria ini menahannya.

Entah untuk alasan apa. Tapi Draco ingin tahu jawaban apa yang pria ini berikan. Dia memang tidak memungkiri kalau seharian ini ia menolak kontak mata dengan Harry. Bukan apa-apa. Ia hanya bingung pada retinanya yang langsung menjatuhkan bayangan bibir, milik Harry. Membuat fokus lensa matanya melulu tertuju ke sana.

Dan bukankah itu sesuatu yang gila?

Sedangkan pria ini? Apa alasan menghindarinya? Baiklah. Mereka mungkin tidak akrab selama ini. Tapi bukankah kemarin yang menyelamatkannya itu Draco? Setidaknya beri pria berambut pirang itu senyuman juga cukup.

Draco melihat bibir Harry bergerak membuka. Sepertinya akan bersuara.

"Malfoy.. tasku?", Harry mengulurkan tangannya. Draco menambah kadar sinis pada tatapannya. Walau pada akhirnya menyerahkan juga tas selempang itu pada si empunya.

Harry berusaha keras tak menanggapi tatapan sinis Draco padanya. Tidak membiarkan sayatan di hatinya menganga lebih lebar karena taburan garam dari sikap dingin Draco. Jadi ia tersenyum.

"Thanks,Malfoy...", lalu ia menyeret kaki ringkihnya. Ia yakin bebatan luka di pergelangan kakinya membuka. Karna ia mencium bau amis darah yang cukup kuat. Memang ada sobekan kecil di bibirnya tapi pasti tak akan menguarkan aroma sepekat ini,yakinnya.

Baru beberapa langkah,saat ia yakin sebuah telapak mencengkram lengannya.

"Kau menghindariku..",bisik Draco dingin. Tidak perduli membuat Harry bergidik ngeri. "Kenapa?",Malfoy muda itu melanjutkan lagi.

Harry berfikir cepat dan menjawab asal," Perasaanmu saja... Kita memang tidak pernah dekat,lagipula..". Harry mengigit bibirnya,memerihkan sisi yang terluka disana. Ia tidak suka suaranya yang keluar melemah barusan.

"Tapi tidak pernah sejelas ini..",ucapan Draco makin keras terdengar. Bukan lagi bisikan ragu-ragu.

Apa maksudnya tidak pernah sejelas ini? Demi Merlyn! Malfoy dan Potter adalah musuh bebuyutan! Mereka sering sekali bertengkar. Dan selalu memperebutkan posisi pemilik nilai tertinggi setiap tahunnya-bersama Hermione tentunya-. Harry yakin barusan Crabe atau Goyle berhasil meninju Malfoy juga? Kalau tidak ia tidak akan mengatakan hal aneh macam begini.

"Kenapa kau sampai harus menghindar seperti ini,potter?",Draco melepas cengkramannya. Yakin bahwa Harry akan menjawab kalimatnya dan tidak melarikan diri di tengah perbincangan.

"Aku tidak menghindar.",Harry menatap si pirang lekat. "kita hanya tak seharusnya terhubung sejak awal...", ada kernyitan hebat di kening Draco. Ia sungguh-sungguh tidak mengerti dengan kalimat yang Harry lontarkan barusan.

"Maksudmu?",dijawab dengan sebuah gelengan. Dan sebuah kalimat sederhana,"Kau ada latihan tim Football kan?". Lalu Harry yang kembali menyeret langkahnya menjauh. Berusaha secepat mungkin menghilang dari sana.

Sonata in E major. Perlahan gesekan violin memulai penitian nada. Ketika semakin meninggi masuk suara denting piano. Mempercepat tempo,memperlambat lagi. Suara Cello mengiringi beberapa instrumen lain masuk satu persatu meramaikan permainan nada yang dipimpin dengan lembut oleh gesekan violin.

Draco menutup mata,saat sekali lagi giliran cello miliknya masuk ke dalam arena titian nada. Lalu menghembuskan nafas lega saat gilirannya disudahi oleh gerakan anggun tongkat Dirigen. Mulai membiarkan lagi kelopaknya menutup saat violin kembali meniti nada dengan tempo cukup gesit. Kembali masuk arena,lalu memperlahankan gesekannya. Dan menikmati nada klimaks yang dimainkan cepat antara violin dan piano.

Sonata ini seperti menceritakan sesuatu yang diperjuangkan dengan penuh dinamika. Naik turun semangat. Draco menutup kembali matanya,memastikan mampercepat tempo pada detik yang tepat. Ia tidak suka jika menjadi satu-satunya yang kehilangan konsentrasi di saat-saat nada indah mengalun seperti ini.
Meskipun senyuman dipaksakan milik pria bernama Harry Potter terus mengganggunya selama 3 pekan terakhir. Ia harus menyelesaikan permainannya dengan baik pada latihan kali ini. Minggu depan akan ada pertunjukan, dan ia harus pastikan permainannya sempurna sebelum gladi resik lusa siang.

Dan tongkat derigen mulai membuat gerakan mendatar. Jika tadi violin yang membuka,maka kini piano yang menutup jamuan nada-nada. Bertambah lengkap kemudian dengan tepuk tangan dari pelatih dan kru studio seni tempat Draco berlatih cello sejak berusia 10 tahun.

Ayahnya yang mendaftarkan,awalnya ia memulai dengan piano. Tapi kemudian ternyata lebih tertarik pada alat musik gesek. Dan berpindah ke violin,sampai akhirnya coba-coba memainkan cello saat seniornya tiba-tiba sakit perut di pertunjukan pertama Draco. Dan yah.. pelatihnya mengatakan teramat disayangkan jika ia tidak menekuni cello lebih jauh lagi. Ia berbakat,singkatnya. Panjangnya? Saaaaaaaaaangat berbakat..

"Kerja bagus semuanya... Terutama aku suka konsentrasimu Mr. Malfoy..",Draco sudah hapal dengan pujian itu dari pelatihnya. Perfect adalah nama tengahnya.

Setelah basa-basi motivai untuk pertunjukan minggu depan. Draco segera menghampiri Cellonya dan merapikan barang-barang di tasnya. Hari ini ia tidak membawa motor. Katanya ayahnya akan menjemputnya. Sekarang yang mengganggu pikiran Draco adalah apa ada tempat yang nyaman di sekitar sini untuk menunggu jemputan.

Well, karna biasanya ia selalu lebih memilih segera pulang dan mengabaikan ajakan kawan-kawannya untuk sekedar nongkrong-ngongkrong di kafe-kafe dekat sini.

"Uhmm..",seorang gadis, manis, bajunya longdress dengan pita pink sebagai hiasan di bagian kerahnya. Simple,anggun dan modis. Draco suka dengan cara gadis ini memilih style-nya.

"Ya?",draco menjawab praktis seperti biasa. Ia sudah terlanjur dikenal sebagai pangeran es, dan ia tidak merasa perlu repot-repot merubah imagenya itu.

"Senior Malfoy... kakakku mengajak mu ikut pesta besok malam di rumah kami..?",Draco mengernyitkan dahinya. Menemukan Daphne disana,salah satu teman yang bisa dibilang cukup akrab dengannya.

"Dan kenapa ia tidak mengatakannya langsung padaku? Astoria? Benar?", gadis itu mengangguk antusias. Bahagia sekali nampaknya Draco mengetahui namanya.

"Baiklah.. katakan saja akan ku usahakan,ok?", dan pria itu berbalik meninggalkan senyuman mengembang gadis itu di belakangnya.

Draco memutari tangga besar yang menghubungkan studio tempatnya latihan tadi dengan lantai dasar. Gedung yang cukup besar dan klasik. Ini sekolah seni ternama di kota London. Beberapa anak malah mengambil kelas penuh yang artinya tidak mengikuti pelajaran di sekolah formal pada umumnya. Draco sebenarnya mau-mau saja mengikuti kelas seperti itu. Artinya kuantitas gadis-gadis penguntit yang mengaguminya akan berkurang bukan?

Sayangnya, Lucius Malfoy tidak suka dengan ide soal putra tunggalnya menjadi seorang seniman. Ada perusahaan keluarga yang membutuhkan pewaris. Dan banyak tanggung jawab keluarga Malfoy yang akan terabaikan jika Draco menjadi seniman. Setidaknya begitu menurut Lucius, ayahnya.

Lamunan yang panjang. Draco sudah menginjakan kaki di depan pintu putar untuk keluar gedung tua itu. Menghirup udara musim semi yang mulai mengabur. Terik matahari lumayan menyengat,ia meyakinkan diri bahwa musim panas bukan salah satu musim kesukaannya. Kau tahu kan? Kulit pucatnya kekurangan pigmen untuk melidunginya dari serangan ultraviolet atau apapun itu namanya. Membuatnya akan terlihat belang jika bercermin ketika hanya menggunakan handuk,persiapan untuk mandi atau setelah mandi malfoy muda ini.

Uhm... dan Draco baru sadar kalau minggu depan sudah mulai liburan musim panas. Sial!

Draco Malfoy tidak pernah menyukai liburan musim panas karena itu artinya ia akan ditinggal berdua dengan Bibi Bellatrixnya menjaga rumah. Karna biasanya Daddy dan Mommynya selalu punya urusan dengan kolega di Prancis. Draco mengistilahkan hal itu dengan Honeymoon tahunan terselubung.

Dan alasan paling menyebalkan yang diungkapkan padanya adalah karena ia sudah High School sekarang, Lucius tidak merasa harus membawa-bawa Draco bersamanya seperti saat ia kecil dulu. Haaah..

Draco tidak pernah keberatan dengan ide ditinggal sendirian di rumah,sebenarnya.

Yang membuatnya berat adalah keberadaan Bibi Bellatrix disana.

Benar-benar berat.

Ia meneliti jalan kota London yang lumayan lengang. Seseorang menabraknya saat ia menuruni tangga menuju trotoar. Basa-basi minta maaf dan keduanya berpisah. Draco heran sendiri di jalanan lengang begini masih ada orang yang bisa menabrak.

Whatever... sekarang yang harus ia pikirkan adalah menemukan tempat lain agar tidak jenuh menunggu ayahnya - Lucius Malfoy- datang menjemput.

"Awas!", Draco menoleh ke arah selatan dan seseorang bersepeda baru saja menabrak seorang pejalan kaki. Dan tunggu dulu...

Draco mengenal cengiran itu,juga dompet yang direbut si pemilik cengiran dari pejalan kaki yang ditabraknya.

Ah!"Itu pria yang tadi menabrakku kan?",ia memeriksa saku mantelnya dan benar saja tak menemukan dompetnya disana.

Setelah perebutan dan sedikit ancaman dari si pemilik cengiran sepertinya pria yang baru saja Malfoy muda itu ketahui sebagai pencopet kabur begitu saja. Si pemilik cengiran itu membawa sepedanya mendekati Draco. Ada raut terkejut yang kentara saat sepertinya si pemilik cengiran mengenali siapa yang baru saja ditolongnya. Langkahnya melambat. Harry masih tidak merasa nyaman untuk menemuinya?

Draco menatap emerald itu dari jauh. Seperti pada umumnya warna mata,dari jauh warna mata pria itu lebih mirip coklat ketimbang hijau. Yah.. coklat muda memang.

Dan bagusnya tanpa perlu Draco menghampiri, iris hijau itu memperjelas dirinya sendiri dengar berjalan mendekati. "Kau katakan apa pada pencopet itu sampai lari seperti di kejar setan begitu?",Draco membiarkan suaranya keluar agak kencang.

"Aku bilang ayahku pimpinan polisi di sekitar sini..",jawab lelaki yang menetralisir raut terkejut pada wajahnya. Ia kembali memasang cengiran sekarang.

"Sedang banyak pikiran, Malfoy?",Harry Potter, sepertinya kakinya sudah benar-benar sembuh sekarang. Ouh ya.. Draco baru sadar bahwa waktu 3 minggu sudah cukup panjang untuk menyembuhkan kaki pria ini yang cedera.

Lalu kenapa tidak cukup lama untuk membuatnya tak memikirkan remaja ini ? Lagi?

"Hanya sedikit lelah dengan latihan intensif..", Harry menyodorkan dompet tuan muda Malfoy itu sambil melirik jinjingan besar yang Draco bawa di pundak kirinya.

"Cello?",Draco mengangguk. Menikmati sedikit perbincangan tak berkualitas dengan pria ini. Sungguh benar-benar basa-basi. Entah apa yang membuat Draco menikmati?

"Dan apa yang kau lakukan disini?",sejujurnya Harry ingin sekali mengabaikan nalurinya untuk membantu seseorang yang dicopet tadi,jika saja ia tahu seseorang itu adalah Draco Malfoy. Tapi sudah terlanjur. Sekarang yang ia fikirkan adalah secepat mungkin mencari alasan untuk pergi.

Dan pertanyaan Draco barusan memberikan peluang. Ia harus membuat kalimat yang membuatnya berkesan buru-buru harus pergi.

"Yah.. Pertemuan dengan Daddy... setiap hari minggu di dekat sini..", sebenarya ia baru saja akan pulang. Ia sudah bertemu Ayahnya yang lagi-lagi tidak bisa pulang di ulang tahunnya nanti. Ada urusan dengan pembunuhan berantai pejabat China. Kenapa tidak ada beritanya di internet,televisi dan media cetak? Gampang saja. Ini China. Mereka tidak suka kedigdayaan yang terancam tersebar kemana-mana.

Ah.. dan kembali ke Harry yang berharap Draco Malfoy akan segera mengambil dompet yang sedari tadi ia ulurkan. "Begitu... berarti Kau sedang terburu-buru?",ada kecewa yg tersirat dengan baik di wajah dingin itu.

Bingo! Itu kalimat yang Harry tunggu dari tadi.

Harry melebarkan cengirannya dan bersiap mengucapkan selamat tinggal. Saat Draco Malfoy mengambil dompetnya dengan gerakan perlahan dari tangan Harry.

"Padahal aku berniat mentraktirmu di toko es krim dekat sini sebagai ucapan terimakasih..",Harry menelan ucapan sampai jumpanya pada Draco.

Dan buru-buru menjawab,"es krim?". Baiklah itu pertanyaan yang dimaksudkan sebagai jawaban.

Draco menaikan sebelah alisnya,merasa heran dengan ekspresi antusias lelaki di depannya. Mereka seangkatan kan? Kenapa ia harus bereaksi seperti anak TK begitu?

"Yeah..",ujar Malfoy muda itu tidak yakin.

"Tenang saja... aku tidak sedang buru-buru.. jadi kita akan makan es krim dimana?"

" Dan janji dengan Daddy-mu?",Draco mengkonfirmasi sekali lagi. Ia berusaha keras agar suaranya tak keluar sama antusiasnya dengan nada suara Harry saat mempertanyakan es krim tadi.

"Aku baru saja mau pulang",Harry menelan ludah, jadi merasa bersalah barusan hampir aja berbohong pada pria ini. "Sebenarnya... Sorry..",Draco ingin terpingkal menemukan ekspresi merasa bersalah dari pria itu. Tapi ia menahannya.

Dia terlalu baik... sudah kuduga...

"Ok... Itu berarti aku tidak merebut waktu berkualitasmu dengan Daddymu kan?", Draco mulai memapah sepeda Harry. Mendorongnya lebih dulu,sementara si empunya mengikuti di belakang.

Harry tak menjawab pertanyaan Draco sepanjang perjalanan menuju toko es krim yang sekarang ada di hadapan mereka. Tidak juga saat mereka sampai di bangunan dengan aksen kayu dicat merah yang mengundang citarasa dengan papan nama berbentuk es krim di atap bangunan. Ada tanaman rambat yang menghiasi pot-pot memanjang dekat jendela. Menghijaukan suasana. Harry suka toko es krim yang dipilih Draco ini. Jadi mengendapkan rasa bersalah karna ia hampir berbohong tadi.

Sementara Cellonya ia taruh di sandaran tangga menuju pintu masuk toko. Draco memarkirkan sepeda Harry dan membantu pria berkawat gigi itu menggembok sepeda barunya.

Draco meraih cellonya,"Kau mau masuk dan makan es krim atau bengong disana dan membiarkan kulitmu terpanggang matahari?". Harry tersadar dari lamunannya yang baru saja mengutuki dirinya sendiri.

Kenapa dia mudah sekali dibujuk sih?

Cuma es krim lagi?

Kan nanti juga ia bisa minta belikan pada mommy-nya?

Tapi es krim di alun-alun kota london itu mahal. Mommy juga jarang punya waktu untuk pergi bersama?

Tapi tidak pergi dengan Malfoy juga kan? Aaaaaarghh!

Harry berharap diilhami sebuah alasan bagus untuk melarikan diri.

"Malfoy... kurasa aku..",mata Harry bertumpu iris abu milik remaja angkuh itu.

"Sekali ini saja Harry.", nada suaranya sama sekali tak mirip seseorang yang memohon. Tapi juga bukan sebuah perintah. Entahlah. Harry hanya tidak sanggup mengabaikannya.

"Bagaimana jika seseorang melihat? Seseorang yang tahu bahwa bukan hal wajar seorang Pangeran Malfoy mentraktir es krim pada si pecundang Potter?", Harry bersyukur setelah kalimat panjang barusan belum ada pengunjung lain yang melewati mereka. Karna posisi keduanya kini menghalangi jalan masuk ke toko es krim.

"Tempat ini jauh dari sekolah, dan mayoritas anak-anak sekolah kita jarang pergi ke alun-alun kota..",Harry sekali lagi menelan kecewa. Ia mengharapkan Draco meyakinkan bahwa tidak apa-apa jika bahkan mereka terlihat.

Pria ini malah bersikeras bahwa tak akan ada yang melihat. Jadi, tidak ada jaminan kalau sesuatu dari hubungan mereka akan berubah.

Sekali lagi Harry mengutuk ekspektasinya sendiri.

"Bisa jangan memulai pertengkaran,Harry? Aku hanya berfikir untuk mulai berteman denganmu.", telinga harry menggaris bawahi kata berteman. Memberitahu pikiran gilanya supaya tak mengharap macam-macam.

Pria ini hanya ingin berteman.

Pria berambut acak-acakan itu sudah berdiri di depan cermin selama 15 menit. Berusaha sekuat tenaga agar membuat rambutnya terlihat klimis. Setidaknya untuk malam ini.

Baiklah. Apa ada yang bertanya kenapa Harry malam ini memakai tuxedo terbaik miliknya-karna memang satu-satunya juga- ? Dan kenapa remaja pria yang cuek luar biasa pada penampilannya bisa sampai berdiri di depan cermin selama 15 menit? Hanya untuk merapikan rambut pula,belum termasuk tadi saat ia bolak-balik membuka tuxedonya?

Memakai pakaian formal adalah salah satu diantara banyak hal yang paling Harry hindari selama hidupnya. Dan ia sudah bertanya pada Hermione lebih dari sepuluh kali,apa boleh ia pergi ke pertunjukan musik klasik mengenakan hoodie dan celana jeans?

Jawaban gadis itu tidak. Dan telephon kemudian akan segera diputus.

"Harry? Kau jadi pergi tidak? Ini sudah jam 7 lebih 10 menit. Mum antar ya?", Harry melirik jam begitu ibunya memperingati. Sial! Ibunya benar. Tidak akan sampai tepat waktu jika ia menggunakan sepeda atau kereta api bawah tanah atau Bus tingkat.

"Ok..Mum.. Thanks..",Harry menyahut setengah tidak enak hati. Ia tahu mommy-nya tidak punya banyak waktu libur. Dan jum'at malam seperti ini adalah waktu yang tepat untuk memanjangkan kaki dan meregangkan tangan. Setelahnya sabtu dan minggu diisi dengan pengabdian di LSM yang ia dirikan. Nyaris tak punya waktu bersantai. Itu sebabnya Harry tak pernah berharap banyak. Pada Mommynya. Atau Daddy-nya.

Dan tidak juga pada 'teman' barunya.

Jadi? Masih ada yang bertanya kemana Harry pergi?

Tepat! Pertunjukan musik klasik di Balai Kesenian Kota London. Dan jika kalian bertanya apa Harry suka musik klasik. Jawabannya adalah TIDAK. Ia kesana karena permintaan seseorang.

Bisa tebak?

Tentu bisa,siapa lagi yang Harry kenal dan bermain di pertunjukan malam ini kecuali Draco Malfoy?

Tapi kalau kalian tanya bagaimana bisa? Berarti itu harus mengulang kejadian beberapa hari yang lalu. Sehari setelah acara Pangeran Malfoy yang mentraktir si pecundang Harry,kalau boleh meminjam istilah Harry untuk kejadian hari itu.

Jadi,itu hari senin yang membosankan dengan jadwal pelajaran yang diawali dengan matematika dan diakhiri dengan fisika. Harry sama sekali tidak keberatan dengan 2 mata pelajaran itu. Tapi ia kelelahan karna jam pelajaran olahraga sebelum jam istirahat. Ketika semua anak sibuk memasukan bola basket ke ring. Sementara Crabe senang sekali mencuri-curi kesempatan untuk menjadikan Harry sebagai ring.

Beruntung bagi Crabe,Madam Hooch baru saja didiagnosa bertambah minusnya. Itu artinya ia harus membeli kontak lensa baru. Yah itu artinya mengganti lensa kontak kesayangannya yang memiliki pinggiran berwarna kuning dan iris hitam yang pekat di tengahnya. Dan sepertinya belum sempat ia lakukan karena ia melewatkan hampir setiap lemparan kejam Crabe pada sialnya lagi bagi Harry, ia tidak satu tim dengan Ron. Jadi tak ada yang melindunginya saat latihan melempar. Kalau Hermione jelas tak bisa diharapkan karna murid perempuan sudah jelas dipisah dengan murid laki-laki pada kelas olahraga seperti ini.

"Crabe!",Goyle memeperingatkan Crabe yang mulai keterlaluan. Beberapa kali melempar secara sengaja ke arah rusuk Harry bisa menimbulkan sesuatu yang parah,pada tubuh selemah milik Harry.

Jika sudah begitu tanpa Harry memberitahu, orangtuanya pasti akan mencari tahu. Dan itu masalah mendecih.

Mereka melanjutkan kelas olahraga hari itu dengan semacam latih tanding. Seperti biasa Draco dan kawan-kawan tim inti Football clubnya langsung mendominasi permainan. Sementara Harry hanya bertahan tidak lebih dari 10 menit di lapangan. Ron sepertinya berusaha keras agar bisa bertahan.

"Aku minta maaf.", Harry kaget sendiri saat Crabe tiba-tiba datang dan menyodorinya sebotol minuman dingin. Minuman isotonik sepertinya.

Sejujurnya Harry cukup khawatir dengan minuman yang pria itu sodorkan. Tapi ia tidak suka dengan ide berburuk sangka kepada orang lain. Jadi ia menerima uluran botol itu.

"Aku hanya berusaha membuat pass-ku lebih kuat. Tapi sepertinya tidak pernah cukup kuat untuk melawan mereka", Crabe dan harry mengalihkan pandangan pada Draco Malfoy yang baru saja memberikan operan dan berlari melewati 2 pemain lawan. Blaise memberikan lagi sebuah operan pada Draco dan pria itu melakukan Fade-Away sekali lagi. Dan tim Ron sekarang unggul dua kali lipat dari tim Harry.

Remaja berkacamata bundar itu memuji sahabatnya yang bisa mengimbangi 3 pemain Tim inti Football club di timnya itu.

"Mereka itu tak bisa diimbangi dengan mudah...", Crabe menggumam. Harry membiarkan saja pria itu berbicara sesukanya sembari membuka tutup botol. Kebetulan sekali ia haus.

"Priiiiiiiit! Quarter pertama selesai! Istirahat 5 menit!",para pemain yang masih bertahan di pertandingan segera berhamburan keluar lapangan. Dan yang membuat Harry tidak segera meminum minumannya adalah sesosok Draco Malfoy yang menghampiri mereka.

"Crabe? Bukankah aku juga memintamu membeli minuman untukku? Kenapa kurang satu?!",Malfoy muda itu dengan lagak sok perintah menghampiri Crabe. Mereka kembali seperti semula,Harry sudah yakin akan seperti itu. Draco Malfoy tidak menganggapnya apa-apa kecuali 'teman' disaat teman-temannya yang lain tak ada.

"eh? Sungguh? Aku sudah belikan.. Malah kulebihkan satu untuk Harry.. Tapi aku yakin sudah menyiapkan untukmu dan Blaise..",Crabe meyakinkan.

"Tapi tidak ada...",muka Draco bertambah kusut. Ia menatap mengancam pada pria tambun yang duduk di dekat Harry.

"Kalau begitu kemarikan punyamu, Kutu Buku!",Draco merebut dalam sekejapan mata botol yang barusan cairannya hampir saja masuk kerongkongan Harry.

"Kau tidak ikut main kan? Tidak usah sok manja... sok-sok ingin minuman dingin segala? Lagipula tumben-tumbennya kau baik pada si Pecundang Potter ini,Crabe?",Draco meminumnya. Dan setelah itu ada wajah ketakutan Crabe yang berusaha agar Draco tidak meminumnya.

Tapi pria berkulit pucat itu terlanjur meminumnya.

Dan... 3 menit kemudian, remaja berambut platinum itu ambruk dengan kedua tangan yang memegangi perut. Sepertinya kesakitan sekali.

Crabe berusaha meracuninya. Harry berfikir kemudian sesaat setelah Draco dibawa ke ruang perawatan sekolah. Harry baru menyadarinya. Bodoh sekali dia.

Itu sebabnya botolnya sudah tek tersegel lagi dan mudah Harry buka. Dan itu sebabnya Draco tersenyum padanya saat meninggalkannya setelah merebut minuman itu darinya.

Pria itu...baru saja menyelamatkan 'teman'nya.

"Ayolah Pansy... biarkan Draco istirahat..",Harry menundukan pandangannya lebih dalam ke buku yang tengah ia baca. Berusaha untuk sama sekali tidak dirasakan keberadaannya oleh Pansy dan Blaise yang baru saja menengok Draco.

Sepi. Kesempatan bagus sekali.

"Malfoy?",Harry membisikan nama itu perlahan sambil menggeser pintu ruang perawatan yang berderit karena engselnya mulai berkarat.

Pria berkacamata bundar itu melangkah hati-hati. Baru menyadari bahwa wajah draco bisa jadi lebih pucat lagi. Biasanya saja sudah sangat pucat, sekarang lebih kusam lagi. Untungnya yang Crabe berikan Cuma obat pencuci perut. Kalau tidak, bisa persis mayat wajah pangeran Hogwart's Highschool ini.

"Malfoy? Kau tidur?",Harry tidak berani lebih dekat dari satu meter. Lama tak ada respon, baru ia mendekat lagi. Sekarang jaraknya hanya setengah meter dari ranjang Draco.

"Malfoy? Kau Tidur?", Harry merasa idiot karena menanyakan hal yang sama kepada orang yang jelas-jelas sama sekali tak meresponnya.

Jadi ia membuat kesepakatan jika Draco tidak merespon sekali lagi. Ia akan berbalik dan mengucapkan terima kasih lain kali. Ia maju dua langkah,mengeliminasi lagi jaraknya berdiri dengan ranjang ruang perawatan. "Draco? Kau tidur?",harry terkejut sendiri dengan kelancangan lidahnya. Bisa-bisanya ia memanggil remaja yang terbaring di depannya ini dengan nama depannya?

Harry jadi kikuk sendiri. Menggaruk kepala,dan bolak-balik memastikan situasi.

"Malfoy... aku hanya ingin bilang terima kasih dan maaf membuatmu berada dalam situasi seperti ini!",Harry menangkupkan kedua telapak tangannya di depan kening. Kemudian membungkuk. Ia mengulang-ngulang kalimat tadi dan membungkuk lagi. Seperti beritual sendiri.

Tidak sadar kalau Malfoy muda itu mulai tak bisa menahan senyum jahil dari tadi.

"Maaf!",harry membungkuk ke 7 kalinya lalu buru-buru menuju pintu. Tapi langkahnya terhenti begitu mendengar suaar terbahak.

"Bodoh!",ia berbalik menemukan pangeran Malfoy itu berusaha bangkit dari posisi berbaring. Harry dengan gerakan sigap, mendekat cepat-cepat. Membantunya untuk duduk. Sama sekali tidak marah karna Malfoy sedari tadi mengelabuinya. Juga mengenyahkan pikiran untuk segera pergi dari ruangan ini.

"Kau yang bodoh! Malah mengataiku bodoh!",Harry menoyor kening Draco. Ringan saja. Seperti kawan akrab,yah.. lalu kemudian Harry menyesalinya.

"Maaf..",Draco hanya memamerkan senyum mengintimidasi andalannya.

"Kenapa buru-buru pergi?"

"Aku tidak perlu mencium si Pangeran Tidur, kan?",jawab Harry asal. Dan kembali menyesali perkataannya kemudian.

"Kau tidak menyadarinya?", Draco menahan tawanya. Berusaha kembali serius. Ia harus memperingatkan remaja ini untuk lebih hati-hati. Lain kali Crabe bisa lebih berbahaya lagi.

"Apa?",Draco melepas nafas panjang. Seperti orangtua yang berusaha sabar menghadapi anaknya yang membangkang.

"Tentu saja jebakan Crabe! Kau ini polos atau bodoh atau naif atau apa?!",Harry beringsut, wajahnya merengut. Tahu betul kalau ia salah karena tidak waspada. Walau sebenarnya tak terima juga seenaknya dikatai oleh si Pangeran Angkuh satu ini. Tapi biar sajalah...Toh,hari ini ia menyelamatkan Harry.

Malfoy muda itu melepas nafas lelah."Haaaah.. ambilkan tasku!",nada sok memerintah lagi. Dasar bos tengil! Pikir Harry,tapi menurut juga dan mengambilkan tas ransel Draco yang disimpan di meja kecil putih di ujung ruang perawatan.

"Ini.. Sudah? Aku Cuma mau bilang terima kasih. Jadi aku pergi sekarang! Bye Malfoy!",

"Kau pikir berterima kasih pada Malfoy hanya cukup dengan ucapan pendek seperti itu?",Harry mengutuki kakinya yang refleks berhenti setiap kali Tuan Muda Malfoy ini bicara.

"Lalu?",Harry menyandarkan tubuhnya ke dinding. Sambil pandangannya masih tetap berusaha fokus pada sosok angkuh 1 meter di depannya.

Draco memamerkan senyum jahil. "ambil ini! Dan pastikan jangan datang terlambat,ok?",Harry kembali mendekati ranjang Draco dan meraih sesuatu yang Draco sodorkan padanya.

"Tiket pertunjukan? Musik Klasik? Malfoy... Dengar aku tidak suka musik kuno mac—",Draco menatap Harry sinis. Mengunci kalimat apapun yang akan bergulir dari bibir tipis, milik Harry.

"Kau tidak datang untuk kesenanganmu. Kau datang karena tidak ada satupun dari teman tim Football-ku mau datang ke pertunjukan itu.. Dan Father bilang aku harus memberikannya ke seorang temanku atau ke Pansy parkinson? Jadi kau temanku sekarang. Setidaknya kau tak akan membuatku malu bukan?",Baiklah,sekali lagi Harry berekspektasi terlalu tinggi. Ia harap semburat merah di pipinya saat ia merasa gembira barusan tidak muncul terlalu kentara.

"Ok.. Kau bisa andalkan aku..",Harry memasang cengiran kuda andalannya. Dan segera melangkahkan kaki keluar dari ruangan itu.

"Ah ya! Potter!",Harry sekali lagi mengutuki kakinya yang teramat patuh pada suara perintah Tuan Muda Malfoy itu.

"Ya?",Harry tidak berbalik. Malas bertemu sorot sinis itu. Lagi.

"Boleh kapan-kapan aku memanggilmu 'Harry'?",Dan pria berkacamata bundar itu menyesal tak berbalik. Karna ada sebuah senyuman manis yang Draco sampir setelah Harry menutup pintu dengan sebuah gebrakan kencang.

Dan tak menjawab pertanyaan terakhirnya. Setidaknya tidak dengan suara.

Maka begitulah kisahnya kenapa Harry bisa berada di mobil mommy-nya kini dan menjauh dari pemukiman sepi di pinggir kota itu menuju alun-alun kota London. Harry tidak yakin keputusannya tepat. Ia tidak pernah berhasil menghabiskan satu lagu jika tidak tertidur kemudian. Daddynya dan dia pernah pergi ke sebuah pertunjukan musik klasik 3 tahun yang lalu pada malam setelah natal. Jadi akhirnya Harry ingat kapan terakhir ia merayakan natal bersama seorang James Potter. 3 tahun yang lalu.

Mungkin ia harus berterima kasih pada Draco karna pemaksaannya datang ke pertunjukan kali ini memaksanya mengingat. Tapi ia tidak yakin. Mungkin lebih baik ia tak pernah mengingatnya.

"Coba Mommy tahu lebih awal kalau kau akan datang ke pertunjukan temanmu..", perasaan Harry saja atau telinganya selalu terasa perih setiap kata teman disebutkan untuk mendefinisikan hubungannya dengan Draco.

"Anak aneh itu juga baru memberiku tiketnya sekitar 4 hari lalu...",Harry tersenyum pada mommy-nya dan menatap jalanan yang cukup ramai. Menghambat perjalanannya untuk segera sampai.

"Tapi ia tetap teman yang baik... menurut mum.. maksudku memberikan gratis tiket mahal seperti itu,berarti kau cukup penting untuknya..",Lily menatap punggung anaknya yang memandangi keluar jendela.

"Itu cukup melegakan. Mengetahui kau punya teman lain selain Ron dan kekasihnya.. Kau harus punya banyak teman agar tak kesepian,sweetheart",Harry merasakan usapan sekilas pada bagian belakang rambutnya.

Harry berbisik sambil tetap memandangi jalanan yang semakin memadat. "Ia hanya membutuhkanku untuk sebuah kursi kosong,tidak lebih..",ia membisiki hatinya. Menegaskan pada dirinya sendiri agar tak ada ekspektasi berlebihan lagi.

Lalu kata apa yang ia harapkan..?

Mereka hanya musuh bebuyutan yang entah bagaimana di permainkan takdir. Mungkin Takdir merasa prihatin dengan hubungan mereka berdua yang tak kunjung membaik sampai-sampai harus membuat Harry menabrak mobil tetangga Draco. Atau mungkin saja Harry yang terlalu idiot sampai tak melihat mobil sebesar Fortuner di hadapannya. Entah... mobil itu tidak benar-benar Fortune sepertinya?

"Oh iya... Bagaimana tentang tawaran ayahmu? Kami akan usahakan biayanya untuk biaya hidup selama di Amerika..",Harry memandang ibunya sambil tersenyum. Ia senang menemukan emerald hijau mirip miliknya bercahaya di sana.

Sebenarnya karna barusan saja mereka baru berpapasan dengan truk besar berlampu menyilaukan. Tapi itu membuat Iris ibunya nampak bersinar.

"Akan kupertimbangkan."

Harry mengambangkan pandangannya pada langit malam. Polusi cahaya kota London mengganggu sinar bintang-bintang mencapai permukaan bumi. Harry hanya menemukan satu. Itu bintang utama Rasi Crux. Kalau Harry tidak salah tebak.

Melihat bintang mengingatkannya pada percakapan berkesan basa-basi lainnya dengan si Tuan Muda Malfoy saat di toko es krim.

Draco mengelap sudut bibirnya yang ternodai es krim perlahan,"Yah.. jadi begitulah.. aku tidak punya pilihan lain selain mengambil alih bisnis keluarga.".

"uhmm..",Cuma suara gumaman itu saja yang bisa Harry keluarkan. Ia masih sibuk dengan es krim coklat kesukaannya. Satu dua sendok lagi es krim itu akan lenyap dari penglihatan. Ternyata Harry tetap anak laki-laki kalau sedang makan. Suapannya besar.-_-"

"Dan kau?",Harry baru menyadari setelah jawaban tadi Draco tidak melanjutkan melahap es krimnya. Ia memandangi Harry dengan tatapan mengintimidasinya.

Harry terdiam,kali ini mengumpulkan semua keberaniannya untuk balas menatap.

"Tapi janji jangan tertawa?!", Draco mengernyit heran tapi mengangguk kemudian.

"i think... i want be an astronaut oneday",kerutan di dahi Draco makin melebar.

"Why?".

"Because being human is the most terrible loneliness in the universe..",Kali ini sudah berlipat-lipat kening Draco Harry buat.

"Hanya berfikir untuk mengabsolutkan kesepianku. Tanpa perlu merasa ketakutan akan hal itu",dan ajaibnya Draco Malfoy justru kehilangan segala kernyitan di dahinya.

"Kau memang terlalu baik..",itu saja yang ia katakan dan kemudian memanggil pelayan untuk meminta bill mereka.

End or TBC?

Jadi karna saya diatas udah banyak ngomong kan ya? Untuk akhir kata ini saya cuma punya 2 kata: Review,please...