Disclaimer:

Vocaloid punya Yamaha dan Crypton Future Media.


Warning:

Typo, OOC, dan lainnya.


Summary:

Kagamine Len adalah seorang anak kecil yang membunuh kedua orang tuanya saat usianya tujuh tahun. Karena hal itu, ia ditahan di selnya selama tujuh tahun. Tapi, ia tetap diberikan pengajaran sebagaimana anak seharusnya, dengan bantuan pihak polisi. Tapi, bagaimana dengan kelanjutan dari kisahnya setelah pembunuhan itu? Apa alasannya membunuh kedua orang tuanya? Bagaimana kehidupannya setelah bebas?


Happy Reading!


Pagi itu, adalah pagi paling menggemparkan di Tokyo. Di mana, terjadi sebuah insiden pembunuhan yang dilakukan oleh seorang bocah lelaki berusia tujuh tahun pada kedua orang tuanya.

Sirine mobil polisi mengiringi kepergian bocah yang tengah berlumuran darah kedua orang tuanya itu.

Hal ini pun langsung menjadi bahasan hangat di surat kabar dan media elektronik. Sebenarnya, tetangga sekitar tak ada yang tahu persis insiden pembunuhan itu. Karena hal itu terjadi tengah malam. Dan kejadian ini terungkap paginya karena tercium bau amis dari rumah sederhana tersebut.

Bocah berambut honeyblonde dengan iris sapphire yang menjadi tersangka itu, hanya bisa diam membisu saat ditanyakan oleh petugas mengenai motif pembunuhan itu.

Seharusnya, bocah itu dijatuhi hukuman yang berat. Tapi, atas kebijaksanaan Kepala Polisi, ia hanya dipenjara selama tujuh tahun dan tetap diizinkan sekolah, namun pihak polisi 'lah yang akan mengajarkannya segala hal.

Kira-kira, apa rencana Kepala Polisi untuk bocah ini?


Sudah tujuh tahun berlalu sejak kejadian yang menggemparkan Tokyo selama satu minggu itu. Ya, tentang seorang bocah berusia tujuh tahun yang tega membunuh orang tuanya. Sampai sekarang, bocah itu pun belum memberi tahu alasan ia membunuh kedua orang tuanya itu.

Sekarang, bocah itu sudah menjadi seorang pemuda remaja yang tampan. Sayangnya, ia memiliki sifat yang dingin dan sulit untuk diajak bicara. Selama ditahan, ia hanya mau membuka suaranya pada beberapa orang saja. Di antaranya Kamine Rinto si Kepala Polisi, Shion Kaito yang menjaga selnya, Megurine Luka yang mengajarkannya segalanya dan Kamui Gakupo, kekasih Luka.

Walau ia sudah bebas, bukan berarti ia lepas dari kepolisian untuk selamanya. Ia masih harus wajib lapor pada pihak kepolisian selama seminggu sekali.

Sekarang, ia sedang menyusuri lorong-lorong dari sebuah apartemen. Ia tak mau tinggal di rumah itu. Jadi, Kepala Polisi memberikannya sebuah kamar apartemen.

Tak lama setelah mencari kamarnya, ia pun segera menemukan kamarnya. Ia segera membuka pintu kamarnya dan memasukinya diikuti koper yang dibawanya.

Ia segera menaruh kopernya di dekat meja, lalu ia pun terduduk di kursi di sebelah meja itu sambil menghela nafas berat. Ia membuka kertas yang diberikan oleh Kepala Polisi sebelum ia meninggalkan selnya tadi.

Mulai besok, kau akan mulai bersekolah di Crypon High School. Ini keputusanku. Jadi, jangan membantah.

Ia kembali menghela nafas. Ia sudah hapal, sifat-sifat yang dimiliki tiap petugas polisi di kantor itu. Toh, ia selalu memperhatikan mereka.


Pemuda berambut honeyblonde yang diikat ponytail asal itu langsung meninggalkan kamar apartemennya dengan terburu-buru. Masalahnya, sekolah hampir masuk. Mungkin, karena terbiasa bangun siang selama ditahan, jadi ia susah menghilangkan kebiasaannya selama tujuh tahun belakangan itu.

Ia berlari dengan seluruh kekuatannya. Seragam yang dikenakannya masih berantakan karena ia memakainya secara cepat, tanpa merapikannya terlebih dahulu.

Setelah sampai di sekolahnya, ia langsung berlari menyusuri koridor menuju ruang kepala sekolah. Semalam, Rinto menelponnya dan bilang, kalau nanti, ia harus menemui Kepala Sekolah dulu. Jadi, ia menuruti.

Ia mengetuk pintu coklat itu secara perlahan. Ia juga segera mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Untungnya, ia sering dilatih untuk berlari marathon oleh Luka selama ia ditahan. Jadi, ia sudah terbiasa lari cepat dengan jarak jauh.

"Masuk!"

Mendengar balasan dari dalam, ia segera membuka pintu coklat itu secara perlahan. Ia segera memasukinya dengan tenang. Lalu, ia berjalan menuju Kepala Sekolah yang berada di depan meja kerjanya. Ia pun berdiri di depan meja kerjanya dan menatap Kepala Sekolah itu lurus.

"Wah… Jadi, kau yang menggemparkan Tokyo tujuh tahun lalu?"

Entah kenapa, tak ada tampang ketakutan dari pria paruh baya di hadapannya itu. Justru, ia mengatakannya dengan senyum miring. Tapi, sepertinya ia cukup senang melihat bocah yang dulu pernah menggemparkan Tokyo dengan aksi pembunuhan yang dilakukannya itu.

"Iya."

"Kupikir, tampangmu menyeramkan. Tapi, dugaanku benar-benar berbeda."

Oke, sepertinya arah pembicaraan sudah melenceng jauh dari yang seharusnya. Dan hal ini harus segera dihentikan, sebelum ia benar-benar terlambat masuk kelas!

"Maaf, kalau boleh tahu, kelas saya di mana?" tanyanya dengan tenang. Yah, dia 'kan sudah diajarkan untuk selalu tenang dalam segala situasi. Dan hal itu membuat sifatnya berubah menjadi dingin.

"Sabar. Kau bisa ke kelasmu bersama Wali Kelasmu. Sebelum itu, apa benar namamu Kagamine Len?" tanya Kepala Sekolah seakan menahan pemuda itu untuk segera ke kelasnya. Sepertinya, ia sedikit tertarik dengan pemuda di hadapannya.

"Ya, Kagamine Len."

"Oke, kau bisa keluar. Wali Kelasmu sudah menunggumu di luar."

Mendengar perintah itu, pemuda bernama Len itu segera meninggalkan ruangan itu. Saat di luar, ia melihat seorang wanita yang sepertinya Wali Kelasnya, sedang menatapnya takut-takut. Sepertinya, ini akan sulit.


"Kagamine Len, yoroshiku."

Hanya tiga kata itu yang diucapkan Len saat diminta untuk memperkenalkan dirinya di depan kelas. Para siswa pun mencibirnya, tapi para siswi justru berteriak histeris. Hampir seluruh siswi, kecuali satu, yang masih sibuk dengan bukunya.

"B-baiklah… K-kau bisa d-duduk di sebelah… Kamine-san."

Manik Len sedikit membulat saat mendengar marga itu. Kamine. Marga Kepala Polisi yang memintanya untuk bersekolah.

Len segera berjalan menuju tempatnya, di pojok kelas.

Ia segera menarik kursi kosong di sebelah gadis berambut honeyblonde yang dikuncir dua di bawah itu. Ia pun segera menaruh tasnya dan duduk di kursinya.

Sesekali, ia melirik ke arah gadis di sampingnya melalui ekor matanya. Ia ingin tahu, apa hubungan gadis di sampingnya itu dengan Rinto.


Bel istirahat sudah berbunyi beberapa saat yang lalu. Meja Len langsung dikelilingi oleh para siswi yang sepertinya tertarik padanya.

Para siswi itu pun mulai menanyakan banyak pertanyaan. Dari yang penting, sampai yang tak penting sama sekali. Yang pasti, Len hanya diam tak membalas pertanyaan yang menurutnya tak perlu dibalas itu.

"Maaf. Tapi, Kagamine-san akan ikut denganku."

Hening. Para siswi itu langsung berbisik satu sama lain setelah gadis bermarga Kamine yang duduk di sebelah Len angkat bicara.

Len yang mendengarnya pun segera berdiri dari kursinya dan mengikuti gadis itu pergi. Yang pasti, mereka pergi ke arah belakang sekolah.

Selama mereka berjalan, tak ada satu pun yang membuka suara. Len yang sibuk melihat-lihat sekolah dan gadis itu yang berjalan di depan dengan santainya.

Mereka pun tiba di taman belakang sekolah yang sepi dan cukup terawat. Bagusnya, bunga sakura sedang mekar saat itu, jadi menambah suasana indah di taman itu.

Gadis itu pun berhenti, begitupun dengan Len. Gadis itu segera membalikkan badannya dan menatap Len dari balik lensa kacamatanya. Dan Len memandangnya dari atas sampai bawah.

"Ada perlu apa, Kamine-san?" tanya Len memulai pembicaraan.

"Tak usah terlalu formal. Tou-san sudah menceritakan semuanya padaku," balas gadis bernama lengkap Kamine Rin itu dengan senyum kecil.

"Tou-san? Rinto-sama?" tebak Len dengan matanya yang menyipit seakan tak percaya.

"Iya. Memang kenapa?" tanya Rin heran dengan pandangan Len.

"Kupikir, ia belum menikah," jawab Len sambil menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.

"Wajar 'sih. Kaa-san sudah meninggal saat aku lahir. Jadi, wajar jika kau berpikir bagitu," balas Rin dengan senyumnya.

"Maaf, aku tak tahu," ucap Len sedikit merasa bersalah karena mengatakan itu.

"Tak apa, aku sudah biasa 'kok. Oh ya, aku boleh memanggilmu Len 'kan?" pinta Rin dengan senyum lebar.

"Tapi, aku memanggilmu Rin. Bagaimana?" tawar Len dengan senyum miring.

"Kau tahu nama kecilku dari mana?" tanya Rin heran. Seingatnya, ia atau pun Wali Kelasnya belum menyebut nama kecilnya sama sekali.

"Dari buku pelajaranmu," jawab Len dengan senyum miring. Rin hanya mengangguk paham.

"Sebaiknya, kita segera kembali ke kelas. Setelah ini pelajaran Matematika, bisa gawat jika terlambat!" ucap Rin cepat.

Len hanya mengangguk dan langsung menarik tangan Rin. Lalu berlari menuju kelas sambil menarik Rin yang sedikit sulit menyeimbangi kecepatan larinya dengan Len. Rin 'kan payah dalam olahraga.


Sementara itu di kantor kepolisian, terlihat Luka, Kaito, Gakupo dan Rinto sedang berada di ruangan Rinto. Entah untuk apa.

Keempatnya sama-sama terdiam dan saling pandang untuk memberi kode siapa yang mulai bicara. Tapi, sepertinya tak ada yang mau mengalah.

Rinto menghela nafas berat. Mendengarnya, Luka dan kedua rekannya langsung tersenyum penuh kemenangan karena sang Komandan mengalah untuk mulai bicara.

"Len sudah bebas, benar?"

Luka dan kedua rekannya mengangguk setuju dengan serempak.

"Kalian sudah bisa bertugas lagi 'kan?"

Luka dan kedua rekannya kembali mengangguk.

"Kalian mau gaji?"

Luka dan kedua rekannya kembali mengangguk semangat saat menanggapi pertanyaan yang bagi mereka penting itu.

"Kalian rindu Len?"

Ketiganya mengangguk dengan mata berkaca-kaca.

Rinto menghela nafas berat. Baru kemarin Len keluar dari selnya. Dan pihak kepolisian sudah merindukannya?! Ada kejadian kayak begini 'ya di dunia kriminal?

"Ayolah… Ia baru keluar kemarin…" hibur Rinto dengan wajah aneh.

"Karena gak ada Len, aku jadi gak bisa mengerjainya!" protes Gakupo sambil menggebrak meja kerja Rinto.

"Karena gak ada Len, aku jadi ngantuk pas jaga sel!" protes Kaito ikutan menggebrak meja.

"Karena gak ada Len, aku jadi banyak kerjaan!" protes Luka yang ikut-ikutan kedua rekannya, menggebrak meja.

Rinto memijit pangkal hidungnya sejenak. Pikirannya serasa penuh hanya karena satu tahanan yang masih bocah keluar sel. Kenapa pas tahanan bocah yang keluar, ketiga rekannya justru rewel? Biasanya, mereka akan sangat senang karena tahanan berkurang.

Oke, kita bahas satu-satu alasan mereka!

Gakupo protes karena ia bisa mengerjai Len yang terbilang masih polos dengan ajarannya yang sedikit menyesatkan. Yah, Gakupo memang sering mengajarkan Len diwaktu senggangnya. Daripada kena omelan Rinto. Berhubung Len yang sudah bebas, Gakupo jadi kembali diomelin karena gak kerja.

Kaito protes karena ia jadi mengantuk pas jaga sel-sel para tahanan. Biasanya, ia selalu bercanda dan mengobrol dengan Len tentang kehidupan di luar. Sayangnya, Len keluar dan Kaito makin sering tertidur saat menjaga sel.

Luka protes karena kerjaannya jadi numpuk. Biasanya, ia selalu mengajarkan Len tentang pelajaran dan lainnya. Sekarang, ia harus mengerjakan semua pekerjaan Rinto yang dialihkan padanya karena ia senggang.

Sepertinya, Len sangat berpengaruh bagi ketiga polisi ini 'ya?


Rin dan Len sedang berjalan menuju apartemen mereka yang kebetulan bersebelahan. Tentunya, Rinto yang mengaturnya.

Rin sibuk melihat ke arah langit yang bersinar terang di atasnya. Sementara Len sibuk mengotak-atik handphone miliknya yang diberikan oleh Rinto.

Terdengar bunyi handphone Len yang berdering. Si pemilik pun segera menekan tombol hijau pada ponselnya untuk mengangkat panggilan itu. Sementara Rin hanya memperhatikannya dengan pandangan heran.

"Halo… Ah, Rinto-sama. Ada apa?... Ke kantor? Untuk apa?... Mereka?... Tapi, saya sedang sibuk… Yah, tugas sekolah… Begitulah… Baiklah."

Rin masih memandang Len yang sedang memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Len pun segera menoleh ke arah Rin yang masih memandangnya heran.

"Tou-san?"

"Iya. Katanya, aku diminta untuk ke kantor polisi. Ada keperluan."

"Tapi, kau 'kan baru keluar?"

"Entahlah. Mungkin, masih ada yang tertinggal."

Rin hanya mengangguk paham mendengar balasan dari Len barusan.

"Kapan kau ke sana?"

"Minggu depan. Minggu ini 'kan, minggu pertama aku menghirup udara bebas. Jadi, aku bisa ke sana seminggu lagi."

Rin kembali menganggukkan kepalanya. Ia jadi ingat sesuatu tentang kantor polisi.

"Aku boleh ikut denganmu?"

"Tidak. Nanti kau lari ketakutan lagi."

Rin menggembungkan kedua pipinya karena jawaban Len. Takut? Atas apa?

"Kenapa harus takut? Ayahku 'kan Komandan di sana!"

"Tapi, mereka menakutkan Rin. Kalau kau tak terbiasa, kau pasti sudah takut saat pertama kali melihat sel tahanan."

"Masa?"

"Setidaknya, itu menurutku."

"Ayolah, aku tak akan merepotkanmu! Aku janji!"

Rin meletakkan kedua tangannya di depan dadanya dengan wajah memohon pada Len. Len sendiri jadi tak tega melihatnya.

"Baiklah… Tapi, jangan berbuat yang aneh-aneh."

"Oke! Aku tak akan merepotkanmu!" balas Rin dengan gaya hormat.

Len tersenyum tipis melihat tingkah Rin yang mudah berubah-ubah.

Saat pertama bertemu, ia pikir Rin orang yang dingin dan cuek. Tapi, sekarang semua pemikirannya terbukti salah. Karena Rin mempunyai sifat yang ceria serta easy going.

"Kau tak takut denganku?" tanya Len tiba-tiba. Rin menatapnya sejenak, sebelum ia mulai membalas.

"Tidak. Kau baik 'kok. Lagipula, kau tak terlihat seperti penjahat," jawab Rin dengan polosnya.

Len hanya tersenyum kecut mendengarnya. Padahal ia sudah membunuh kedua orang tuanya. Tapi, kenapa Rin tak takut denganya?

"Tapi, aku 'kan sudah membunuh orang tuaku. Jadi, aku tetap pembunuh 'kan?"

"Tou-san bilang, semua penjahat punya alasan sendiri atas perbuatan jahatnya. Dan itu berlaku untukmu! Walau, alasan kau membunuh orang tuamu belum diketahui 'sih…"

Rin menundukkan kepalanya menatap trotoar yang sedang dilaluinya. Len hanya bisa menatapnya sebentar, sebelum pandangannya beralih pada langit yang masih bersinar.

"Kalau kau mau, aku bisa memberitahumu alasannya."

Rin berhenti. Matanya terbelalak kaget mendengar ucapan Len barusan. Alasan pembunuhan yang dilakukan Len? Polisi sudah tujuh tahun menyelidikinya dan hasilnya gagal, Len sama sekali tak mau membuka mulutnya atas alasannya itu. Dan sekarang, Len mau memberitahukannya padanya?

"Aku mau!"

"Nanti malam, aku akan datang ke apartemenmu. Saat itu, akan kuceritakan semuanya."

TBC

A/N: Fic baru!~ Padahal banyak fic yang belom kelar… -.-a. Lupakan. Oke, ini pertama kalinya saya buat fic ber-genre crime. Ada romancenya 'sih. Semoga fic ini laku… Review please! XD