Yooo~ Pertama kali main ke fandom kurobas nih~
Sebenernya sih aku biasa aja ama Akakuro tapi fic ini dibuat atas request dari sahabat tercintaku :**** /yaterus
Udahan aja ya curhatannya, langsung aja oke?
Discalimer : Semuanya punya bang ganteng Tadatoshi Fujimaki. Aku cuma minjem chara-charanya kok.
Warning : OOC, typo(s), gajeness, abal, kampungan daaan lain-lain.
Don't like don't read.
Enjoooy~
"Library and Innocent Stalker"
Angin siang menerpa daratan dan lautan ditemani cahaya matahari yang sangat terik sehingga banyak orang yang membutuhkan tenaga yang lebih banyak untuk menahan rasa panas di siang itu sambil melakukan pekerjaannya sehari-hari.
Tapi tidak bagi Akashi.
Ia terduduk manis di sebuah perpustakaan kota sambil membaca salah satu buku milik perpustakaan itu dengan santainya.
Perpustakaan itu selalu kosong di jam makan siang dan seterusnya sampai malam dan akhirnya pun ditutup dalam keadaan kosong pula. Paling-paling hanya ada beberapa orang yang datang hanya untuk mengambil atau mengembalikan buku tanpa menempati di kursi yang sudah disediakan oleh perpustakaan.
'Perpustakaan ini sudah dibuat dengan desain yang besar dan bagus, mengapa tetap saja hanya sedikit orang yang datang?' Pikiran itu selalu terselip saat Akashi membaca buku di sana.
Ya. Kegiatan Akashi selain melatih kemampuan basketnya, bermain shogi dan bersekolah, adalah berkutat di dalam perpustakaan kota. Baginya, kalau hanya berdiam di dalam rumahnya, biarpun ia kaya, tetap saja membosankan. Ia bisa menjamur di dalam rumah besar itu.
Di rumahnya memang banyak buku. Bahkan ia mempunyai ruangan perpustakaan sendiri di rumahnya. Perpustakaan itu berisi rak-rak buku yang sangat besar beserta isinya. Namun Akashi sudah menghabiskan semua bahan bacaan di dalam perpustakaan itu dari kecil karena kegemaran membacanya itu sudah terbawa dari ia kecil. Apapun jenis buku itu, bisa langsung ia habiskan dalam sekejap.
Karena itu, ia sekarang selalu berada di perpustakaan kota. Di perpustakaan itu, ia menemukan sebagian besar buku yang belum pernah ia baca dan buku yang unik-unik serta sangat langka. Ia selalu menetap di perputakaan itu sampai ditutup pada malam hari.
"Shin. Kamu masih ada di sana? Ayo pulang, ini sudah malam. Perpustakaan ini sudah mau ditutup loh," tegur penjaga perpustakaan itu kepada Akashi.
"Ya, Keito-san. Saya akan segera pulang. Lagipula namaku Akashi, bukan Shin," kata Akashi sambil membereskan barang-barangnya dan membawa buku yang ia baca sedari tadi lalu menghampiri orang yang ia panggil 'Keito-san' itu. "Aku mau pinjam ini,"
"Hai, ini pulpennya Shin," ujar Keito sambil menyodorkan sebatang pulpen biru.
"Akashi,"
"Sudahlah, Shin lebih cocok untukmu,"
Akashi menerima pulpen itu dengan pasrah lalu mengeluarkan kartu di halaman terakhir buku itu dan menuliskan namanya.
"Sumimasen, saya juga mau pinjam buku,"
Suara asing tepat di sebelah Akashi langsung membuat Akashi dan Keito terkejut, namun ekspresi Akashi jauh lebih tenang dari pada Keito yang melotot sambil setengah berteriak.
'Sial. Kalau guntingku tidak disita semua, sudah kuserang orang ini,' batin Akashi kejam.
"Ka-kamu datang dari mana, nak? Aku tidak melihatmu masuk barusan…" sahut Keito sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Saya sudah tiga jam yang lalu ada di sini,"
"Eh?! Maji? Tiga jam yang lalu? Uso!" ucap Keito tak percaya. "Saya sudah mengelilingi perpustakaan ini sepanjang hari tapi saya tidak melihatmu loh!"
"Kalau begitu maaf kalau saya mengangetkan anda…"
"Eh, bukan itu masalahnya sih tapi ya sudahlah…kumaafkan. Ini pulpennya," kata Keito sambil sweatdrop dan menyerahkan sebatang pulpen lain. "Shin, kau sudah selesai?"
"Ah, ya. Ini pulpen dan kartunya. Arigatou," ucap Akashi sambil melangkah menuju pintu perpustakaan.
"Jangan lewat sampai dua minggu ya pinjamnya. Nah, nak. Kau su—eh?! Kemana anak itu? Sudah hilang saja!" ujar Keito kaget lalu pandangannya bergeser ke sebuah kartu di depannya.
"Ah, ini kartu dari buku yang dipinjam si anak berambut biru itu…Kuroko Tetsuya…? Jadi namanya itu. Loh, pas sekali di atas namanya ada nama Shin," komentar Keito sendiri di ruangan besar berisi beribu-ribu buku itu.
Sembulan hawa putih menyebar dari mulut Akashi. Udara malam itu sangat dingin. Tangannya juga memutih karena tidak tahan dengan udara itu sehingga ia menaruh tangannya di dalam saku celana sekolahnya. Akashi menuruni tangga di depan gendung perpustakaan itu. Daun-daun bertiupan sehingga berguguran dan menghiasi tangga di depan perpustakaan itu.
"Haah…aku menyesal tidak membawa syaldan sarung tanganku," ucapnya tiba-tiba.
"Kau bisa pinjam punyaku kalau kau mau,"
Akashi langsung menoleh cepat ke sebelahnya sambil melotot karena kaget lalu mengerjap tak percaya.
"Kau…"
"Ini," laki-laki berambut biru itu melingkarkan syal berwarna kuning pucat dengan jahitan huruf 'T' pada kedua ujung syal itu di leher Akashi.
"Hei, kau tidak perlu melakukan hal ini. Aku bukan anak kecil,"
"Daijobou. Saya tidak akan kedinginan. Mata ashita,"
"Hoi, bukan itu masalahnya tapi—eh? Hilang lagi…" Akashi sempat terdiam karena berpikir tentang bagaimana anak tadi itu bisa menghilang seperti ninja di novel jaman dulu yang pernah ia baca lalu ia pun melangkah pulang tanpa mendapatkan hasil dari pemikirannya itu.
Lagipula, mengapa ia harus memikirkan laki-laki aneh itu. Tidak penting. Itu hanya membuang waktu dan kalori saja.
Setelah hampir dua puluh menit berjalan, ia pun sampai di gerbang di depan rumahnya yang cukup besar dan ia pun menghela napas. Kemudian ia membuka gerbang tersebut dan berjalan masuk.
Seorang perempuan yang cukup muda ber-yukata Olive Green menghampiri Akashi dan mengambil tas sekolahnya. "Ah, tuan muda. Okaerinasai,"
"Tadaima. Ayah mana?"
"Eh, beliau masih bekerja. Jadi masih belum pulang,"
"Oh,"
Akashi pun melepas sepatunya dan berjalan di lorong rumahnya seperti biasa dengan wajah cuek menuju kamarnya. Ia menggeser pintu kamarnya dan teringat sesuatu.
"Ah, syal ini. Punya orang aneh tadi. Sebaiknya, ini dicuci dan dikembalikan besok…"
'Tunggu dulu…besok? Memangnya kita akan bertemu lagi? Oh iya, tadi dia bilang 'sampai besok' kan? Memangnya dia tahu sekolahku? Atau rumahku? Ah, kami bahkan belum saling memperkenalkan diri. Tidak mungkin kami bertemu lagi…eh? Bukannya tidak mungkin sih, kami mungkin bisa bertemu lagi di perpustakaan. Tapi...aku hanya kesana kalau latihan basket cepat selesai,'
"Aaah, kenapa aku memikirkan soal sepele beginian saja sampai pusing? Why I am so overthinking just because him and his thing?" ucap Akashi sambil menghela napas panjang sambil berbaring di tempat tidurnya itu.
Kemudian ia membiarkan dirinya terbenam dengan rasa kantuk yang sudah menggerogoti tubuhnya dari tadi.
Akashi menghela napasnya dengan berat seiring berlangkah pulang. Hari ini, seperti biasanya. Membosankan. Tak ada hal baru yang mengejutkan harinya ataupun hal yang membuatnya kembali bersemangat. Bahkan latihan basket hari ini terlalu mudah baginya. Ah, tidak. Memang mudah baginya setiap saat. Itulah Akashi.
'Ah, mungkin memang lebih baik aku menghibur diri di perpustakaan itu,' pikir Akashi.
Ia pun berjalan menuju perpustakaan itu dengan langkah yang lebih ringan daripada langkah saat ia mau pulang tadi. Perpustakaan memang tempat Akashi membunuh banyak waktu di saat-saat membosankan.
"Ah, berarti aku akan bertemu dengan lelaki kemarin? Aku tidak bawa syal miliknya hari ini berhubung belum kering. Aku juga tidak kepikiran akan ke perpustakaan hari ini. Apa aku akan bertemu dengannya lagi lain waktu?" gumam Akashi pada dirinya sendiri.
"Sudahlah, kenapa aku terus memikirkan hal sepele begini," lanjutnya hingga langkahnya membawa dirinya ke depan perpustakaan kota tersebut.
Ia pun masuk ke dalam dan seperti biasa, Keito si penjaga perpustakaan menyapanya dengan ramah dan ceria.
"Hoh, Shin. Konbanwa. Tumben kau datang dua hari berturut-turut," sapa Keito dengan senyum ramahnya.
"Ya, aku bosan seperti biasanya. Kalau aku ke sini, mungkin aku bisa membunuh rasa bosanku," ucap Akashi tanpa menghentikan langkahnya.
Seperti biasanya, perpustakaan itu kosong. Tapi ia tak peduli. Ia menaruh tasnya di spot favoritnya lalu berjalan ke tempat rak-rak buku dan mencari buku yang dianggap menarik olehnya. Lalu ia menemukan sebuah buku yang menarik perhatiannya. Saat ia berusaha menyentuh buku itu, di saat bersamaan, ada tangan lain yang ikut berusaha menyentuh buku itu.
Akashi setengah kaget melihat sosok di sebelahnya yang mendadak muncul—atau ia memang tidak menyadarinya dari awal.
"Kau...! Selalu saja membuatku kaget seperti kemarin!" omel Akashi jengkel.
"Kaget? Padahal aku sudah dari tadi di sini," ucap lelaki berambut biru muda dengan tampang innocent -nya.
'Bayangannya terlalu tipis. Aku memang susah menyadari kehadirannya,' pikiran Akashi melayang.
"Kalau kau mau ambil buku itu, silahkan duluan saja. Aku tidak keberatan menunggu kau selesai membacanya. Aku bisa membaca buku yang lain," ucap lelaki itu lagi dengan nada datar pada Akashi.
"Ya sudah," Akashi pun mengambil buku itu dengan cuek lalu menempati spot favoritnya itu.
Awalnya Akashi hanya mengamati gerak-gerik lelaki berambut biru itu dari spot-nya tetapi lama kelamaan, ia tenggelam sendiri dalam bacaannya.
"Kau suka membaca buku ya,"
Kalimat itu membuat Akashi tersentak menatap sosok di depannya lagi dan membuat Akashi mencari-cari gunting di dalam tasnya.
"Wah, kalian walaupun berbeda sekolah tapi akrab ya," sahut Keito dari jauh yang kebetulan lewat sambil membawa setumpuk buku baru.
Akashi langsung mengurungkan niatnya untuk mengambil guntingnya karena takut Keito akan menyuruhnya keluar dan tidak diperbolehkan datang kemari lagi.
"Tidak juga. Ia menggangguku," ucap Akashi singkat sambil kembali mengambil bukunya dan mulai membaca.
Ia merasa harus membiarkan lelaki aneh yang duduk di hadapannya itu namun ia malah tidak bisa berkonsentrasi membaca dan mulai merasa sangat jengkel. Namun di saat bersamaan, pikirannya melayang ke arah syal milik lelaki itu yang belum siap dikembalikan.
"Hoi. Namamu siapa?" tanya Akashi tanpa menggeser pandangannya dari buku yang dibacanya.
Namun tidak ada jawaban.
"Hoi...eh? Lagi-lagi hilang..." keluh Akashi setelah menyadari bahwa lelaki di hadapannya sudah hilang tanpa jejak.
"Apa-apaan dia, menghilang seperti siluman begitu. Dasar aneh," gerutu Akashi lagi dan mulai membaca buku bacaannya dengan seksama dan nyaman.
Tak terasa, waktu pun berjalan sangat cepat hingga datanglah malam. Seperti biasa, Keito menyuruh Akashi untuk pulang karena perpustakaan akan ditutup. Akashi sedikit mengeluh namun bagaimana lagi. Ia harus menuruti Keito sebelum dikurung di dalam perpustakaan gelap yang terkunci rapat. Ia tidak akan mau.
Ia pun menaruh buku yang ia baca dari tadi dan sengaja menjatuhkan satu buku yang ada di sebelahnya.
'Ini kan buku yang pernah kupinjam,' batinnya sambil mengambil buku yang jatuh itu.
Ia sempat melihat-lihat kembali buku itu dan entah apa yang menggodanya untuk mengecek kartu perpustakaan yang tertempel di halaman terakhir buku itu. Ia sedikit heran melihat sesuatu yang tidak biasa dilihatnya.
Biasanya, buku yang dipinjam Akashi selalu sepi akan peminjamnya. Jarang sekali ada yang mau meminjam buku yang pernah Akashi pinjam sehingga nama lengkap Akashi selalu paling atas, dan tentunya sendirian.
Tapi kali ini tidak. Namanya tetap paling atas, namun terdapat nama orang lain tertulis di bawah namanya. Namanya tidak sendirian.
'Kuroko...Tetsuya? Mungkin yang meminjam buku ini setelahku adalah seorang kutu buku yang mau meminjam buku seperti ini. Namanya saja kelihatan seorang kutu buku,' batin Akashi sambil mengembalikan buku itu dan berjalan ke pintu keluar.
"Tuan muda! Ini syal milik teman anda. Sudah saya cuci sebersih mungkin supaya teman anda tidak kecewa," sahut salah satu pembantu rumah Akashi sambil membawa sebuah tas berisi syal kuning pucat dan menyerahkannya pada Akashi.
"Arigatou. Tapi dia bukan temanku. Ia hanya orang aneh yang tidak kukenal," balas Akashi sambil menerima tas itu.
"Tapi, bukankah meminjamkan syal itu merupakan tanda perhatian bagi seorang teman? Kalau tuan muda belum mengenalnya, mungkin ia bermaksud ingin berteman dengan tuan muda dengan cara berbagi kehangatan. Bukankah itu hal yang bagus?"
Akashi sempat menghentikan langkahnya setelah mendengar perkataan pembantunya itu.
"Eh? Apa ada yang salah, tuan muda? Saya minta maaf jika saya salah," ucap pembantu itu sedikit panik.
"...Tidak. Kau tidak melakukan kesalahan sama sekali. Ittekimasu," Akashi mulai melangkah lagi menjauhi rumahnya.
"Ah! Itterashai, tuan muda!" ucap pembantunya itu sedikit keras supaya terdengar oleh Akashi dari kejauhan.
Selama perjalanannya, pikiran mengenai si pemuda biru pimilik syal ini berputar-putar di otak Akashi.
'Benar juga...lelaki itu sepertinya mendekatiku. Ia meminjamkanku syal, menyapaku, memperbolehkanku duluan membaca buku yang hendak ia baca pula. Apa ia ingin berteman denganku? Tapi anehnya, sudah dua kali kami bertemu tetapi kami tak saling mengenal satu sama lain. Haruskah aku yang menanyai namanya duluan? Kalau ditunggu-tunggu mungkin akan lama,' pikir Akashi.
Tidak pernah ia memikirkan hal seperti ini begitu lama. Pasti akan terselesaikan dengan cepat dan tidak menganggu pikirannya saat ia melakukan aktivitasnya. Tapi kali ini tidak. Pikiran itu terus melayang di pikiran Akashi di setiap pekerjaan yang ia lakukan. Namun, pikiran ini tidak mengacaukan pekerjaannya. Apapun pekerjaannya, selalu ia selesaikan dengan baik dan benar tanpa kekurangan sesuatu apapun.
"Ah, kita bertemu lagi,"
Lagi-lagi Akashi tersentak kaget melihat sosok laki-laki berambut biru yang menganggu pikirannya terus. Namun, biarpun tempat mereka bertemu sekarang sepi, Akashi tetap tidak ingin mengeluarkan guntingnya untuk menyerang lelaki itu. Ia merasa tak tega entah kenapa. Kemudian ia teringat akan syal yang ia bawa sekarang.
"Hei, ini syal-mu kemarin. Maaf baru bisa kukembalikan sekarang. Baru kering. Terima kasih atas pinjamannya. Aku tertolong," ucap Akashi sambil menyerahkan tas yang ia pegang dari tadi.
"Oh, sampai dicuci segala. Demo, arigatou gozaimasu," ucap lelaki itu dengan mata yang sedikit berbinar dan membungkuk ke arah Akashi.
Binaran mata lelaki tadi itu membuat Akashi sedikit tertegun. Entah kenapa, bola mata lelaki itu sangat indah menurutnya.
"A-ano...?"
"Ah! I-iya! Ti-tidak apa-apa kok. Itu dengan senang hati. Lagipula aku sangat tertolong akan syal itu," ucap Akashi sedikit terbata-bata.
"Baiklah, saya permisi dulu. Saya sedang cepat-cepat. Permisi," ucap lelaki itu membungkuk lalu berlari ke arah yang berlawanan dengan arah yang akan Akashi tempuh.
Akashi terus memandang sosok lelaki berambut biru itu yang perlahan-lahan semakin mengecil dan mengecil. Setelah sosok itu menghilang, barulah Akashi tersadar.
'Eh...? Ada apa dengan diriku? Kenapa aku merasa ingin bertemu dengannya lagi? Tidak biasanya aku begini. Ada apa ini?' batin Akashi terbingung-bingung akan ulahnya sendiri yang tidak biasa.
'Aku lupa menanyakan namanya pula. Hah...kenapa aku bisa sepikun ini?'
Akashi pun mulai melangkah kembali menuju sekolah sambil memandang langit cerah di pagi itu yang bagaikan lukisan di pandangannya.
'Warna langit ini...sama seperti warna bola matanya tadi. Eh? Kenapa aku...berharap ingin bertemu dengannya lagi?'
Gimana? Gaje kan? Iya makasiiiih~~~ /apa
Ya udah, tunggu aja apdetannya dengan sabar. Soalnya aku author yang hobinya hiatus dan mengecewakan tentunya.
REVIEW ONEGAISHIMASU!~
Oke, papaaaiiii~