Title : Joonmyeon's Diary (Journal I mean)
Author : Christian Wu
Rated : K maybe M later (?)
Genre : General, Romance
Warning : Typo, Yaoi, AU.
Disclaimer : EXO is not mine!
Pairing : Krisho and more to come!
.
.
.
Chapter 6
.
.
.
.
.
.
.
"Kai…"
"…"
"Kai~"
"…"
"Kkamjong-ah~"
"Mworago!?"
"…"
"Yah!"
"Apa kau pernah melihat pria itu?"
Kai yang sedari tadi sedang mencoba gerakan menarinya di kamar Sehun akhirnya membalikkan badannya dan menatap Sehun heran.
"Mwo?"
Sehun yang sedang tiduran di atas tempat tidurnya dengan posisi telentang tidak balik menatap Kai. Ia memandangi langit-langit kamarnya yang polos dan tidak terdapat glowing sticker seperti yang ada di kamar Joonmyeon. Ia memang suka kamarnya tidak ditempeli apapun termasuk poster boyband atau girlband favorit layaknya anak muda seumuran dirinya. Ia terdiam sebentar menerawang ke atas, seperti sedang mencari-cari sesuatu di sana.
"Apa kau pernah bertemu pria itu di suatu tempat?"
Pemuda berambut coklat gelap yang menjadi kakaknya itu ikut melihat ke atas. Badannya masih tidak henti-hentinya bergerak menari tarian yang akan ia tampilkan beberapa hari lagi. Tangannya meliuk-liuk dengan cepat juga anggun dan hentakkan badannya mantap. Tidak salah ia dulu ikut kursus balet meskipun teman-temannya pada waktu itu sering mengejeknya.
"Tidak. Memangnya kenapa?"
"..."
Hujan masih cukup deras di luar sana. Suhu di dalam kamarnya menjadi sedikit lebih dingin karena itu ia menggunakan pakaian yang lumayan tebal untuk menghangatkan tubuhnya. Kai tidak terlalu memusingkan hal itu karena sedari tadi ia sudah banyak bergerak dan kini tubuhnya sudah hangat, panas malah karena ia mulai berkeringat. Ia masih terus mencoba satu atau dua gerakan yang masih belum ia kuasai dengan benar tapi ia menyerah dan memutuskan untuk berlatih keesokan harinya karena besok adalah hari Minggu. Ia mendudukkan dirinya di lantai kamar Sehun dengan menyenderkan lehernya ke tempat tidur adiknya dan kakinya menyila. Ia menghembuskan nafas pelan dan mengibaskan kerah kaus putihnya. Sepertinya ia harus mandi lagi sebelum tidur.
Kai lalu mendongakkan kepalanya mencoba untuk menatap Sehun meskipun itu mustahil karena Sehun berada cukup jauh dari jarak di mana ia duduk.
"Yah, kau pernah melihat pria itu memang?"
Sehun masih setia memandangi langit-langit kamarnya, namun otaknya terus berputar mencari-cari sesuatu. Rasanya ia pernah melihat pria itu tapi... kapan? Atau hanya perasaannya saja?
"Mungkin hanya perasaanmu saja Sehunah. Lihat saja, wajahnya terlihat seperti model bukan? Siapa tahu dia memang pernah bekerja sebagai model,"
Sambil mengangguk-angguk Sehun berusaha mengiyakan perkataan Kai ke dalam pikirannya. Tapi tetap saja ia merasa ada sesuatu yang masih mengganjal dalam hatinya.
Ia mendengar Kai bangun dari posisinya dan berjalan.
"Sudahlah, tidak usah kau pikirkan sekeras itu. Aku yakin dia bukan pria yang bermaksud jahat,"
Sehun berbalik dan menelungkupkan badannya sambil menatap Kai heran.
"Kenapa kau bisa yakin?"
Kai mengambil botol air minum yang memang sengaja ia bawa ke kamar Sehun dan menegaknya habis. Ia mendesah saat dahaganya terpuaskan lalu mengusap mulutnya menggunakan punggung telapak tangannya.
"Entahlah, aku hanya yakin saja. Dan lagi, Tao-hyung bilang ia kakaknya bukan? Jadi, tidak masalah bagiku,"
Pemuda berambut pirang pucat itu terdiam mendengar jawaban Kai. Dirinya memang tidak memiliki prasangka buruk apapun terhadap kakak kandung Tao. Yaa walau ia akui tatapan pria itu cukup bisa membuatnya merinding. Tapi setelah mendengar nada ramah saat pria itu mengenalkan dirinya, image-nya berubah dari pria seram menjadi sesosok kakak juga senior.
Namun tetap, ada sesuatu yang membuat Sehun tidak bisa dengan mudah untuk tidak memperdulikan pria tersebut.
Tapi...apa?
"Hei, aku pinjam handukmu ya? Aku mau mandi lagi,"
Ia sedikit tersontak karena suara Kai kemudian mulutnya mengerucut dan tatapannya berubah menjadi sebal.
"Argh kau ini. Selalu saja seperti itu,"
Kai cengengesan tidak mempedulikan perkataan anggota keluarga termuda itu. Ia mengambil handuk Sehun yang ia tahu adiknya selalu simpan di lemari pakaian dalamnya dan beranjak keluar menuju kamar mandi. Ia sudah tidak tahan dengan bajunya yang melekat karena keringat yang bercucuran.
.
.
.
"Hey, Ge"
Tao yang sekarang sedang sibuk memeriksa ulang tugas kuliahnya sambil mendudukkan dirinya di dekat tempat tidur kakak kandungnya tiba-tiba saja teringat sesuatu yang sedari tadi ingin ia tanyakan.
"Hmm?"
Yang ditanya malah menjawabnya setengah memperhatikan. Kedua mata tajamnya menatap langit-langit kamar yang ditempatinya, menerawang entah kemana. Baju dan celananya sudah diganti dengan milik adiknya, hanya sedikit kebesaran karena secara fisik badan Tao memang lebih besar darinya, tapi ia tetap nyaman dengan pakaian yang ia kenakan sekarang ini. Badannya direbahkan diatas tempat tidur yang sementara menjadi miliknya, kedua tangan menopang kepalanya dari belakang dan salah satu kaki jenjangnya ditumpukan diatas kaki yang lain.
"Mama bagaimana?"
"...dia baru sampai di bandara tadi siang. Sekarang ia akan berangkat ke Taiwan,"
"Oh..."
Keduanya kembali terdiam, sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Sesekali suara beberapa carik kertas dan suara hujan di luar mengaluni keheningan yang tercipta di antara mereka. Waktu sudah hampir menuju tengah malam namun hujan masih tidak kunjung reda. Dan kakak-beradik itu pun tidak ada satupun yang menunjukkan rasa lelah setelah seharian telah beraktivitas, mungkin karena kegiatan fitnes mereka yang dapat dibilang rajin membuat stamina mereka lebih besar dan tahan lama?
Sepertinya tidak, buktinya sekarang Wu termuda telah menunjukkan gelagat mengantuk. Kedua tangannya memang masih sibuk membolak-balikkan halaman-halaman kertas namun ia sudah menguap lebar dan matanya kini berair. Pemuda berstatus mahasiswa itu menggaruk-garuk kepalanya, sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil setiap kali ia menguap seperti itu.
Kris yang menyadari adiknya sudah lelah membalikkan wajahnya, menatap belakang kepala Tao yang tertutupi surai hitam yang lebat.
"Tidurlah Tao. Besok hari Minggu bukan? Kau masih bisa memeriksa ulang tugasmu esok hari,"
Ia melihat adiknya menggelengkan kepala perlahan, matanya yang sudah lelah masih setia memeriksa kalimat per kalimat yang tertulis di kertas-kertas tersebut.
"Justru karena besok hari Minggu aku tidak mau dibebani dengan tugas-tugasku. Aku ingin main sepuasnya,"
Wu tertua memutarkan kedua bola matanya mendengar respon yang telah ia dengar dari bertahun-tahun yang lalu. Memang sulit untuk mengubah pola kebiasaan itu. Memang ia harus memberikan poin untuk tingkat kerajinan dan kedisiplinan adiknya itu, tapi jika suatu hari ia terlalu berlebihan dan akhirnya jatuh sakit? Bukankah hanya akan mempersulit diri sendiri dan juga membuat khawatir orang-orang?
Sayang ia sendiri tidak menyadari bahwa kebiasaan yang dimiliki adiknya terjiplak dari kebiasaannya sendiri.
"Kau saja yang tidur terlebih dulu, Ge. Aku masih ada beberapa halaman lagi yang perlu diperiksa ulang,"
"Dan membiarkanmu tidur sangat larut sampai kau memutuskan untuk menyelesaikan kertas-kertas itu?"
"Sama halnya saat kau menyuruhku untuk tidak menunggumu tidur ketika kau masih memiliki setumpuk dokumen yang harus kau baca dan tanda tangani,"
Pernyataan itu sukses membuat Kris membungkam mulut. Ia tidak akan mengelak karena memang itulah kenyataannya. Ia memang selalu menyuruh Tao untuk tidur terlebih dulu dan tidak menunggunya karena ia takut kesehatan adiknya akan terganggu. Dan kini, adiknya berlaku hal yang sama padanya. Ironis sekali, pikirnya, seharusnya akulah yang menjaganya.
"Sudahlah, Ge. Kau terlalu berlebihan, lagipula aku akan baik-baik saja. Kesehatanmu itu lebih penting, kau memiliki perusahaan yang harus dijalani dan itu tidak akan terjadi jika kau sakit seperti Baba,"
"Baiklah, baiklah. Aku mengerti, tidak usah menceramahiku. Kau ini,"
Sedikit kesal karena pada akhirnya ia kena ceramah adiknya, ia akhirnya memutuskan untuk mengiyakan perintah adiknya. Ia menarik selimut yang terlipat dengan rapi di bawahnya dan menutupi dirinya sampai sebatas dada. Ia membalikkan badannya, memunggungi adiknya karena ia masih sedikit jengkel.
"Selamat tidur, Ge"
"...selamat tidur,"
Dan pada akhirnya anak Wu tertualah yang memutuskan untuk pergi ke alam mimpi, mendahului adiknya yang masih setia berkutat dengan kertas-kertasnya. Beberapa kali tubuhnya menggeliat mencari posisi yang dikiranya nyaman. Hal ini sempat membuat Tao mengintip ke belakang dan tertawa kecil. Boleh saja kakaknya lebih tua dan lebih dewasa darinya, tapi Tao bukan anak kecil lagi. Ia pun sudah menjadi pemuda yang dapat dibilang dewasa. Sesekali kakaknya pun harus diingatkan agar tidak selalu mengkhawatirkannya melainkan mengurusi dirinya sendiri. Ia tahu kakaknya kesal karena ia yang pada akhirnya harus mengikuti kemauan Tao. Hanya masalah kecil, tapi Kris adalah orang yang sangat memperhatikan hal-hal seperti itu. Wajar saja kalau ini akan berpengaruh padanya.
Yaah, terkadang memang kakaknya dapat berperilaku seperti anak kecil dan Tao harus berlagak seperti orang dewasa untuk menyandinginya. Lucu sekali bukan?
Sekian menit telah berlalu tanpa disadarinya dan waktu sudah lewat dari tengah malam. Untungnya ia sudah beres memeriksa tugasnya. Sambil menghela nafas dengan lega ia bangkit berdiri dan meregangkan badannya yang terasa pegal. Ia mengerang puas ketika punggungnya berbunyi lalu ia membungkuk untuk mengambil kertas-kertas yang berceceran di bawah dan menyimpannya dengan rapi di atas meja kecil di antara tempat tidur miliknya dan Kris. Sebelum ia memutuskan untuk tidur, ia berjalan dengan cepat menuju kamar mandi. Ia sudah tidak bisa menahan kantung kemihnya yang serasa akan meledak sesaat lagi.
Ia mengintip dari balik pintu kamar mandi setelah ia beres dengan urusannya di dalam sana. Ia menghela nafas tanpa suara dan melangkahkan kakinya pelan agar tidak mengganggu tidur putra tertua Wu. Untungnya Kris tidak terlalu peka dengan suara saat ia sudah tertidur dan bermimpi. Tao merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur dan menarik selimutnya, cuaca masih terasa dingin sedari tadi dan ia tidak mau tidur dengan kondisi tubuh menggigil hingga keesokan harinya.
Tunggu sebentar. Hari ini sudah menjadi besok.
Argh lupakan, pikirnya.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk dirinya tertidur karena memang sedari tadi ia sudah mengantuk. Tapi apa boleh buat, ia tidak mau hari liburnya terganggu. Sebelum ia menutup matanya ia mengintip keluar jendela yang dialiri oleh cabang-cabang air, memberi kesan tenang sekaligus damai padanya meskipun hujan deras di luar sana. Ia membetulkan posisi tidurnya dan menghela sekali lagi hingga akhirnya ia terlelap.
.
.
.
"Mmgh,"
Kedua pelopak mata yang terpejam kini mengerjap, berusaha untuk bangun dari tidurnya. Tubuh mungil yang masih terbalut dengan selimut yang hangat kini menggeliat. Kedua kakinya ditekuk ke perutnya, meringkuk berusaha untuk mendapatkan kehangatan dan tidurnya kembali. Sayang tidak ia dapatkan. Ia mengerang dan bangkit perlahan dari posisinya dan meraba-raba ponselnya yang berada di bawah bantal. Sinar dari layar ponselnya sempat membuat matanya perih. Beberapa kali ia kerjapkan akhirnya ia bisa melihat dengan cukup jelas jam yang tertera di layar.
04.58
Pria mungil itu sempat terdiam dan menatap ponselnya dengan tampang konyol. Sepertinya kemarin malam ia tidur terlalu awal sehingga bangun pada jam seperti ini. Ah, biarkan sajalah. Tidak ada ruginya bangun lebih awal.
Tangannya menyibakkan pelan selimut hangat yang tadi dipakainya untuk tidur dan ia menjejakkan kedua kakinya ke lantai, masih berusaha untuk mengumpulkan tenaga dan nyawanya. Selang beberapa menit, akhirnya ia dapat mengumpulkan energinya untuk berjalan keluar dari kamarnya. Ia menggigil kedinginan saat hawa pagi yang dingin menusuk tubuhnya. Padahal ia sudah mengenakan sweater putihnya tapi ia masih tetap merasa kedinginan. Kedua tangannya mengusap-usap lengan dan bahunya, berusaha untuk menghangatkannya, sambil melangkahi menuruni anak-anak tangga.
Joonmyeon berjalan menuju lemari dapur dan mencari-cari sebuah gelas. Disimpannya gelas tersebut di atas meja dapur dan kembali ia langkahkan kaki-kakinya menuju lemari pendingin yang terletak di dapur. Dibukanya pintu lemari pendingin itu dan diambilnya susu coklat dari sisi pintu tersebut.
Matanya menatap jendela yang berada di samping depannya. Langit pada subuh hari itu masih terlihat gelap, mungkin diakibatkan dari hujan yang baru reda beberapa jam yang lalu. Joonmyeon menyesap susu coklatnya sedikit demi sedikit, berusaha menikmati suasana yang dingin namun menenangkan hati. Kepalanya masih setia menghadap ke arah jendela sambil berdiri dan memegang gelas berisi minuman dinginnya. Seharusnya susu ini disimpan di luar saja jika aku tahu pagi ini akan dingin seperti ini, pikirnya.
Hari ini ia hanya akan bekerja separuh waktu saja karena memang setiap Minggu memang seperti itu. Kibum dan Donghae-hyung yang membuat aturan 'hari Minggu, semua bekerja separuh waktu' yang kemudian ditambahkan oleh Kibum 'agar aku bisa menghabiskan waktuku untuk kencan'. Perkataannya disambut dengan semburat merah tipis di wajah Donghae yang kemudian memukul pelan kepala kekasihnya. Joonmyeon masih ingat bagaimana tatapan Kibum terhadap Donghae, begitu dalam dan hangat. Senyumannya khas selalu terukir saat ada Donghae di sampingnya.
Joonmyeon tersenyum dengan lamunannya. Gelasnya masih berada dalam genggamannya dan sedari tadi ia masih setia berdiri. Terkadang ia penasaran apakah nanti ia pun akan mengalami hal yang sama seperti Kibum dan Donghae suatu hari ketika dirinya sudah memiliki seorang kekasih? Tapi, ia bahkan tidak sedang dekat dengan siapapun saat ini.
Tiba-tiba saja ia ingat waktu ia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, ada seorang siswa dan tiga orang siswi yang menyatakan cinta pada dirinya dalam hari yang sama. Joonmyeon sempat malu karena tiga dari empat orang tersebut dengan begitu kerasnya menyatakan cinta padanya saat dirinya berada di ruangan kelas dan di kantin. Sayang harus ia tolak karena ia memang tidak mengenal dan menyukai mereka. Bukan ia tidak suka, hanya saja ia tidak memiliki perasaan apapun terhadap mereka. Beruntung mereka mengerti penolakannya. Jika tidak, Joonmyeon akan direpotkan dengan adanya penguntit 'terang-terangan'.
Ia menggeleng-gelengkan kepalanya pelan sambil merasa malu mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu itu. Ia menyesap lagi susu coklat itu dan menghela nafas pelan. Kepalanya berbalik menuju arah ruang keluarga dan kedua matanya menatap lorong yang tertutup dinding. Telinganya mendengar suara langkah kaki.
'Tumben sekali Tao bangun pada jam seperti ini,'
Namun dugaannya salah ketika orang yang berjalan kerluar dari lorong itu adalah Kris. Matanya berkedip terkejut, ia tidak menyangka pria jangkung itu akan bangun sepagi ini. Tangan besar yang sempat menahan pinggangnya agar ia tidak terjatuh mengusap-usap rambutnya yang berantakan acuh. Pria itu terhenti di tengah perjalanannya saat ia menyadari ada kehadiran tuan rumah di dapur. Ia mengedip pelan dan tersenyum kecil dengan ramah.
"Pagi, Joonmyeon"
Suaranya lebih berat dan serak dari biasanya karena baru bangun tidur. Belum penampilannya yang sekarang nampak sedikit berantakan dari yang pernah Joonmyeon lihat kemarin.
Joonmyeon membalas senyuman itu dengan miliknya saat Kris menarik salah satu kursi dari meja makan dan duduk di depan pria mungil berambut merah itu.
"Pagi... Apa kau mau susu?"
Kris mengangguk sambil menundukkan kepalanya saat ia menguap. Kedua lengannya disilangkan di atas meja dapur yang dingin. Ia menengokan kepalanya ke belakang untuk melihat jam dinding yang sayangnya terhalangi oleh dinding. Suara gelas menyambut telinganya dan ia segera berbalik mendapati segelas susu coklat telah disuguhkan di hadapannya.
"Terima kasih. Ngomong-ngomong, apa kau tahu jam berapa sekarang?"
Joonmyeon berusaha mengingat-ingat waktu yang ditampilkan ponselnya dan ia mengkalkulasikan lama waktu yang sudah berjalan. Sayang otaknya tidak terlalu berguna saat pagi hari. Ia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum sebagai tanda maaf yang diterima dengan anggukan dari pria jangkung yang duduk dihadapannya sekarang.
"Yang aku tahu, sepertinya kita terlalu pagi untuk bangun," ujar Joonmyeon dengan suara yang kecil dan lembut.
Kris tertawa pelan dan mengangguk lagi setuju dengan pernyataan pria mungil itu. Bodohnya kenapa ia tidak melihat ponselnya saat ia terbangun tadi, malahan ia bangun dan berjalan keluar untuk mencari minum. Tapi pagi ini menjadi sebuah keberuntungan untuknya, andai saja ia tidak keluar ia tidak akan bisa melihat Joonmyeon di pagi buta seperti ini. Sejujurnya ia bukanlah tipe orang yang menyukai pagi hari karena ia harus bangun dari tidurnya yang nyenyak dan hangat. Tapi jika setiap pagi matanya akan disuguhkan oleh pemandangan indah seperti ini, siapa yang akan menolak?
Kedua pria itu terdiam sambil menyesap minuman mereka. Keheningan yang melingkupi mereka tidak membuat mereka merasa kaku, malahan mereka menikmati ketenangan itu. Tanpa sadar, mata Joonmyeon melirik dan mengamati pria bersurai pirang itu. Rambut pirang itu tidak beraturan dan berantakan, namun tidak menyurutkan ketampanan pria pemilik surai itu. Malahan ia jadi terlihat...sexy.
Joonmyeon mengerjapkan matanya beberapa kali dan menggelengkan kepalanya pelan, berusaha menyingkirkan pikirannya tadi.
Tak lama kedua matanya kembali mengamati pria itu, kini matanya turun dari rambut pria jangkung tersebut menuju ke wajahnya. Wajah yang pernah berjarak sangat dekat dengan miliknya kemarin saat kejadian itu terjadi. Meskipun wajah pria itu terlihat sedikit lesu, tapi wajahnya tidak pernah berubah menjadi aneh. Ada satu bagian dari wajah Kris yang menari perhatian Joonmyeon, hidungnya.
Batang hidungnya yang terlihat tegas, ujung hidungnya yang sedikit bulat namun mancung. Ingin rasanya Joonmyeon bisa menyentuh hidung tersebut dengan jarinya. Dan setelah dilihat-lihat, wajah Kris tidak terlihat seperti orang Korea pada umumnya. Wajahnya memang asiatis, tapi...entahlah. Oh, tunggu.
Dia berasal dari Negeri Tirai Bambu bukan? Bodoh sekali dia ini.
Selagi Joonmyeon berada dalam pikirannya sendiri, objek perhatiannya pun tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada untuk mengamatinya. Kris sudah mulai hafal dengan lekuk-lekuk wajah Joonmyeon. Terutama senyumnya.
Senyuman khas miliknya yang selalu bisa membuat jantungnya berdegup lebih kencang dan membuat perutnya terasa geli. Dan tentu saja bibir merah muda yang terlihat manis milik pria mungil tersebut. Sejak kejadian kemarin, ia sedikit kesulitan untuk tidak mengamati wajah Joonmyeon lebih lekat. Ingin rasanya ia mengulang kejadian kemarin hanya agar ia bisa menangkup tubuh kecil Joonmyeon dalam dekapannya. Mendekap, memeluknya dan tidak pernah melepaskannya.
Matanya kemudian menangkap sesuatu yang menempel di bibir atas Joonmyeon. Ia tertawa pelan sambil bergembira dalam hati. Ya ampun, seacuh itukah Joonmyeon? Atau ia memang sengaja melakukan hal itu untuk menggodanya?
Joonmyeon terperanjat mendengar Kris tertawa tiba-tiba. Ia menatap ragu pria yang sedang duduk dihadapannya itu.
"Apa yang lucu?"
Kris menyimpan gelas yang isinya tinggal seperempat di depannya. Ia mecondongkan badannya sedikit ke depan, ditumpu kedua siku dan lengannya. Sudut-sudut bibirnya tertarik membentuk sebuah seringaian.
"Kau,"
"A-aku?"
"Iya, kau"
Kedua alis Joonmyeon terpaut tidak yakin dengan perkataan pria tersebut.
"Maksudmu apa?"
Sungguh. Rasanya Kris ingin mencubit kedua pipi putih Joonmyeon karena gemas dengan kelakuan pria mungil tersebut. Sepertinya Joonmyeon memang orang yang lugu, bagaimana bisa ia tidak menyadari maksud perkataannya?
"Kemarilah,"
Sekali lagi, Joonmyeon menatapnya dengan ragu. Namun pada akhirnya ia menurut dan mencondongkan wajahnya mendekati Kris. Matanya berkedip saat tangan Kris tiba-tiba terangkat dan ia merasakan wajahnya di tangkup oleh tangan besar itu. Ia tersentak kebelakang namun ada sesuatu dari tatapan Kris yang membuatnya terhenti.
"K-kris?"
Ia sempat hampir panik ketika Kris hanya menatapnya sedari tadi. Ia mulai bingung dengan tindakan pria jangkung tersebut. Kenapa tiba-tiba ia berperilaku seperti ini? Pikiran Joonmyeon dipenuhi keraguan yang tidak pasti.
"Aku heran,"
Kemudian ia membelalakan matanya saat Kris mengusap bibir atasnya menggunakan jempolnya dengan lembut. Otaknya seakan berhenti bekerja sementara dan mulutnya menganga sedikit, tapi tidak ada satu katapun yang dapat ia ucapkan saat itu. Ia terlalu terkejut dengan tindakan Kris.
"Aku heran...kenapa kau itu sangat menggemaskan,"
Pria mungil itu mengedipkan matanya terkejut dan menatap kedua mata Kris. Apa...yang ia katakan barusan?
"Eh?"
Semburat merah menjalar ke wajahnya saat ia mendengar perkataan Kris, sayangnya ia tidak menyadari hal tersebut. Ia mendapati Kris menyeringai kemudian menghisap jempolnya yang bernodakan kecoklatan.
Coklat?
Tunggu.
Jadi, daritadi...Kris...?
Joonmyeon berkedip berkali-kali dan memundurkan wajahnya dengan cepat sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya. Wajahnya semakin memerah saat ia akhirnya sadar Kris telah membersihkan susu coklat dari bibirnya.
Astaga.
Sedari tadi ia tidak menyadari susu coklat yang diminumnya telah mengotori daerah disekitar bibir atasnya dan membentuk kumis. Ya ampun, memalukan.
'Bagus Kim Joonmyeon, kau sepertinya berbakat untuk kembali menjadi anak kecil,'
Joonmyeon akhirnya memilih untuk kembali menyesap susu coklat miliknya, dengan hati-hati. Sesekali ia akan mengusap bibirnya menggunakan punggung tangannya malu-malu. Bagaimana tidak? Sedari tadi ia terus diperhatikan oleh pria jangkung yang sukses membuatnya berperilaku seperti anak kecil.
Ia melihat pria bersurai pirang itu bergerak dari sudut ekor matanya. Ia menengok hanya untuk memalingkan wajahnya kembali dengan semburat merah kembali menghiasi wajahnya. Mulutnya ia kerucutkan karena malu juga kesal.
Sedangkan Kris, ia masih asik mengamati wajah Joonmyeon yang lucu. Seringaian terukir di wajahnya dan salah satu alisnya naik, memberikan ekspresi jahil dan juga kemenangan. Ia harus menahan tawanya ketika ia mendapati Joonmyeon kini cemberut. Pria mungil berambut merah itu memang telah menarik perhatiannya sejak pertama ia melihatnya.
Jarang sekali ada yang dapat menarik perhatiannya secepat ini. Biasanya hanya akan bertahan beberapa jam saja atau bahkan beberapa menit sebelum akhirnya ia bosan dengan orang tersebut. Tapi, entah kenapa...Joonmyeon tidak seperti itu.
Mata tajam Kris mengamati wajah Joonmyeon yang masih berpaling darinya. Apa sebenarnya yang membuat ia tertarik dengan pria manis itu? Apakah parasnya yang tergolong cantik sebagai seorang pria?
Tidak. Kris sudah pernah melihat banyak pria cantik di luar sana, bahkan tidak jarang beberapa dari mereka pernah mendekatinya. Sayang Kris tidak pernah tertarik dengan mereka. Baiklah ia akui, meskipun Joonmyeon bukan termasuk pria tercantik yang ia temui, pria mungil itu memang memiliki paras yang cantik. Terdengar aneh di pikirannya mengulang kata 'cantik', tapi memang itulah yang ia lihat.
Belum lagi, ekspresi-ekspresi yang dikeluarkan oleh Joonmyeon yang kebanyakan dari mereka membuat perutnya terasa geli. Yang pasti bukan karena jijik karena ia sendiri menikmatinya. Kris tidak pernah merasakan apa yang namanya jatuh cinta, tapi ia tahu apa yang sedang ia rasakan saat ini.
Siapa tahu dugaannya benar dan...terbukti.
Satu hal yang pasti, adalah ia ingin berada di sekitar Joonmyeon. Entah jika itu hanya mengamatinya atau berbincang-bincang dengannya, ia hanya ingin berada dekat dengannya. Hatinya tenang setiap saat pria mungil itu berada dekat dengannya atau membuat dirinya tersenyum dari kejauhan.
"Emm, bisakah kau berhenti...?"
Seringaian yang terukir di wajah tampannya memudar menjadi sebuah senyuman santai.
"Hmm...?"
"Bisakah...kau− lupakan,"
Kris berusaha menahan tawanya setelah mendengar respon dari Joonmyeon. Sepertinya memang Joonmyeon tipe orang yang tidak pernah memaksa. Lihat saja bagaimana sekarang ia pasrah membiarkan Kris memandanginya layaknya patung-patung indah yang berada di taman dekat dengan rumah neneknya.
Itu sarkasme, perlu diingat.
Terkadang Joonmyeon masih bingung apa yang sebenarnya membuat ia mudah dijahili sampai seperti ini? Ia masih bersyukur tidak pernah ada yang menjahilinya secara ekstrem. Tapi tetap saja, siapa yang menjadi bahan tertawaan seperti ini? Andai saja ia seorang komedian sudah pasti akan ia sambut gelak tawa yang diberikan.
Di lain pihak, Kris yang sudah merasa cukup menjahili Joonmyeon untuk pagi ini akhirnya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa pelan. Ia menegak habis susu coklatnya dan bangkit berdiri, berjalan menuju tempat pencucian piring dan menyimpan gelasnya dengan hati-hati. Kaki-kaki panjangnya ia langkahkan ke belakang Joonmyeon dan ditepuknya punggung Joonmyeon pelan sambil melewati pria mungil yang masih setia berdiri itu.
"Sudahlah, jangan cemberut begitu. Maaf sudah membuatmu kesal," katanya lembut.
Memang menyenangkan menjahili Joonmyeon, tapi ia tidak tega jika akhirnya ia akan melukai perasaan pria manis tersebut. Itu tidak bisa terjadi.
Pria keturunan Wu itu akhirnya beranjak meninggalkan Joonmyeon menuju kamar yang ia tempati, hendak mencuci mukanya dan mandi pagi. Kira-kira sudah sekitar jam setengah enam pagi sekarang dilihat dari langit dan kicauan burung di luar sana.
Kedua mata Joonmyeon menatap punggung lebar milik pria bersurai pirang itu. Entah kenapa tubuhnya terasa hangat memandangi sosok tinggi Kris. Dan area punggung yang tadi disentuh oleh pria jangkung tersebut terasa aneh. Bukan dalam arti yang buruk, tapi...entahlah. Ia tidak menemukan kata yang tepat untuk menjelaskannya. Yang ia yakin, ia merasa nyaman dengan perkataan maaf Kris yang terdengar tulus di telinganya.
.
.
.
"Kai, ambilkan kimchi itu"
"Enak saja kau menyuruhku. Mana kata ajaibnya?"
Anggota keluarga Kim termuda dengan malas memutarkan kedua bola matanya dan memalingkan wajahnya kepada orang yang duduk di seberang Kai.
"Tao-hyung, bisa kau tolong ambilkan kimchi itu?"
"Tentu,"
Sehun memeletkan lidahnya kepada Kai yang dibalas dengan gerutu. Mentang-mentang umur mereka hanya berbeda beberapa bulan saja Sehun tidak mau jika ia harus memanggil Kai dengan panggilan 'Hyung' atau panggilan sopan lainnya. Dasar.
Kimchi yang dihidangkan diatas piringnya menjadi sasaran pelampiasannya. Andai saja makanan bisa berbicara sudah dipastikan kimchi itu sedang teriak meminta tolong agar Kai berhenti menusukinya dengan garpu.
"Kai, berhentilah bermain-main dengan makananmu"
Ia mendesah pasrah, "Nde, hyung"
Joonmyeon tersenyum kecil melihat Kai kembali menusuk-nusuk makanannya lalu memakannya. Memang sulit untuk mengubah kebiasaan adik-adiknya yang masih saja bertingkah seperti anak kecil. Tapi apa boleh buat? Mereka tidak mendapatkan kasih sayang dan didikan dari orang tua mereka semenjak mereka menginjak umur remaja. Sebagaimanapun usaha Joonmyeon untuk menggantikan posisi orangtuanya, itu mustahil. Sosok ayah dan ibu mereka tetap tidak akan tergantikan dan akan tetap abadi dalam hati mereka.
Pria manis itu kemudian melahap makanannya sendiri sambil mengedarkan pandangannya di sekitar meja makan. Matanya tertuju kepada Tao yang sedang menyuapi dirinya sendiri sambil memegangi kertas di tangannya yang lain. Tak lama pemuda bersurai hitam itu menepuk lengan kakaknya yang duduk di ujung meja makan dan menyodorkan kertas tersebut. Telinganya samar-samar mendengar 'apa aku harus...apa ini sudah benar?' yang kemudian dibalas dengan 'seharusnya seperti ini...kau tidak perlu...kenaikannya tidak sejauh itu...'.
Kedua alis Joonmyeon berkerut dengan bingung mendengar obrolan mereka yang terpotong-potong. Ia menyuap sehelai kimchi ke dalam mulutnya sambil terkadang memperhatikan interaksi dua Wu bersaudara itu. Ia tidak pernah menanyakan jurusan apa yang diambil oleh Tao, memang karena awalnya ia tidak memperhatikan, dan Wu termuda itupun tidak pernah mengungkitnya. Yang Joonmyeon tahu adalah Tao adalah anak yang rajin dan disiplin. Ia ingat saat pertama kali pemuda itu menginap di rumahnya, ia hendak menanyakan Tao apakah ia butuh selimut tambahan atau tidak malam itu. Namun ia urungkan itu setelah ia mendapati Tao sedang berkutat dengan buku-buku dan kertas berserakan di dekatnya. Nampaknya ia sedang belajar dengan serius jadi Joonmyeon memutuskan untuk tidak menganggunya saat itu.
"Hyung, aku dan Kai akan keluar nanti. Apa kau mau ikut?"
Lamunannya buyar saat suara Sehun memanggilnya.
"Kalian mau ke mana?"
"Aku akan menemani Kai membeli aksesoris untuk dia tampil nanti,"
"Sekalian Magnae mau membeli bubble tea," tambah Kai yang disambut dengan cengiran di wajah Sehun.
"Oh, begitu. Aku tinggal di rumah saja. Aku masih lelah,"
"Kau mau kubelikan sesuatu, hyung?" tanya adik tertuanya.
Pria bersurai maroon itu menggelengkan kepalanya sambil melanjutkan makannya. Sayang ia melewatkan sepasang mata menatapnya sedari tadi.
.
.
.
"Maukah kau ikut denganku ke suatu tempat setelah jam kerjamu usai?"
Kedua adik Joonmyeon sudah pergi sesudah makan beberapa jam yang lalu. Meninggalkan dirinya, Tao, dan Kris di rumah. Seberes makan, Tao langsung menuju kamar dan mengurung dirinya di sana. Entah sedang memeriksa ulang lagi tugasnya atau menambahkan beberapa kata di sini dan di sana atau hanya sedang enggan keluar.
Kini pria mungil tersebut sedang membereskan kartu-kartu yang berserakan sejak kemarin malam di lantai ruang keluarga ketika Kris menanyakan hal tersebut padanya sambil menyandarkan dirinya di belakang sandaran sofa, memunggunginya.
"Eh? Ke mana?"
"Ke sebuah taman dekat cafe tempatmu bekerja,"
Joonmyeon nampak sedang berpikir sambil tetap menyusun urutan kartu-kartu di tangannya. Ia sedang berjongkok sedikit jauh dari jarak meja yang berada di tengah-tengah ruangan tersebut.
"Aku tidak akan menghambat jam kerjamu. Lagipula jarak taman tersebut cukup dekat dari EXOtic,"
Mencoba mengkalkulasi sisa waktu yang tersedia untuknya sebelum ia harus bekerja, akhirnya ia mengiyakan tawaran pria jangkung tersebut.
"Baiklah,"
Ia melihat Kris mengangguk sambil masih memunggunginya. Joonmyeon menatap punggung lebar itu sebentar sebelum akhirnya menaruh tumpukan kartu yang dipegangnya ke rak buku di belakangnya. Sampai ia akhirnya teringat sesuatu,
"Bukankah kau seharusnya sudah berada di perusahaanmu pagi ini?"
Kris memalingkan wajahnya ke samping, menatap pria mungil berambut merah tersebut dari sudut pandangnya yang menyamping.
"Aku masih harus mengurusi sesuatu sebelum pergi ke sana,"
Entah kenapa, nadanya terdengar seperti ia tidak ingin pembicaraan itu berlanjut. Joonmyeon mengernyitkan dahinya bingung, baru beberapa jam yang lalu pria itu begitu jahil padanya. Sekarang?
Ia menghiraukan ada rasa yang khawatir menggelitik hati dan pikirannya. Sebelum perasaan itu sempat bersarang di dalamnya, ia segera mengalihkan pikirannya dengan perhitungan uang belanja kemarin. Tidak masalah baginya untuk menghiraukan perasaan tersebut.
Iya bukan?
...iya...'kan?
"Aku mandi dulu," katanya tanpa mengharapkan balasan dari lawan bicaranya.
Ia berjalan melewati Kris menuju anak-anak tangga. Ia merasakan pandangan pria jangkung itu tertuju padanya saat ia menaiki tangga-tangga tersebut sampai akhirnya ia menghilang dari pandangan pria berambut pirang itu.
Kris kemudian menghela nafasnya pelan dan mengusap kepalanya pelan. Rambutnya memang ia biarkan berantakan bahkan setelah ia selesai. Ia benar-benar butuh untuk melakukan sesuatu untuk menghilangkan pikirannya yang sudah menumpuk banyak. Ia sudah hampir tidak bisa berpikir dengan lurus dengan sekian banyak hal yang harus ia urus dan selesaikan di perusahaannya. Belum perkataan Daesung yang masih bersarang di otaknya. Tadinya ia hanya akan diam dan memperhatikan Joonmyeon membereskan rumahnya, namun tubuh dan mulutnya berbelot dari komando otaknya. Ia tidak sadar kapan ia menyandarkan tubuhnya di punggung sofa dan secara tiba-tiba perkataan tersebut keluar begitu saja dari mulutnya.
Ia sadar dirinya sedang dalam masa titik jenuh hingga ia sulit berkonsentrasi, walaupun itu tidak terlihat karena hanya sedikit fokus yang hilang darinya. Tapi ia tidak akan menyangka pada akhirnya ia, tanpa berpikir, mengajak Joonmyeon untuk menemaninya pergi ke taman.
Putra sulung Wu tersebut mengerang sambil memijit jidatnya pelan. Berusaha menghilangkan pening yang mulai menjalar kemudian helaan nafas keluar dari mulutnya dengan lembut.
Yaah, anggap saja sebagai waktu merelaksasikan dirinya bersama pria mungil itu. Siapa tahu menyenangkan.
Tidak ada pikiran lain yang berlarian di otaknya setelah itu. Yang ada hanyalah bagaimana keadaan perusahaannya sekarang, apakah para pegawai bekerja dengan baik, apakah suasana bekerja di sana kondusif, apa masih ada dokumen yang harus ia tanda tangani dan sebagainya.
.
.
.
"Joonmyeon-ah, tolong kau bersihkan meja nomor 9 dan antarkan pesanan ini ke meja nomor 4,"
Tanpa basa-basi Joonmyeon segera melaksanakan pekerjaannya. Senyuman terulas di wajahnya ketika ia memberikan pesanan yang diantarkannya kepada sepasang gadis remaja yang terlihat sedang menertawakan sesuatu dari ponsel mereka. Salah satu dari mereka mengangkat kepalanya dan terkikik semakin menjadi-jadi saat ia menyikut temannya lalu menunjuk wajah Joonmyeon secara sembunyi-sembunyi −sayang Joonmyeon masih dapat melihatnya dengan jelas−.
Pria manis itu semakin dibuat bingung oleh tingkah kedua gadis tersebut. Ia memutuskan untuk meninggalkan mereka dan segera berjalan dengan gegas menuju meja nomor 9. Kebetulan Yesung sedang lewat didekatnya, ia panggil seniornya dan menyimpan gelas-gelas dan piring kotor di atas nampan namja yang menunggu di sampingnya.
Setelah beres, ia melepaskan handuk yang ia gantungkan di bahunya dan segera mengelap meja kayu tersebut hingga bersih dan tidak lengket. Selama ia melakukan itu, pikirannya melayang kembali mengenai seorang pria jangkung tertentu berambut pirang dengan alis tebal.
'Aku harap dia baik-baik saja,'
Memang Joonmyeon tidak dekat dengan pria tersebut, tapi bukan berarti Joonmyeon tidak peduli dengannya. Entah jika dugaannya benar atau tidak, tapi sepertinya Kris sedang memiliki masalah. Tapi, orang-orang yang dekat dengan Kris pun sepertinya akan menyadari hal tersebut. Bodoh sekali kau ini Kim Joonmyeon.
Tetapi tetap saja, entah kenapa, Joonmyeon merasa ada sesuatu yang sedang terjadi pada pria tersebut.
'Argh, sudahlah Joonmyeon. Fokus pada pekerjaanmu!'
Pria berstatus pelayan tetap cafe tersebut menggelengkan kepalanya namun wajahnya cemberut ketika poninya menjadi berantakan. Ia menggelengkan kepalanya lagi, berharap itu akan membuat posisi poninya kembali rapi. Sayang usahanya gagal.
Ia menghembuskan nafasnya keras dan mengedikkan bahunya tidak peduli. Ia melangkahkan kakinya menuju meja barista yang di belakangnya terdapat Kyuhyun juga Yesung yang terlihat sedang membicarakan sesuatu dengan serius.
"Tidak, aku harus mendapatkannya bagaimanapun caranya Kyu"
"Bagaimana bisa? Kau bahkan tidak pernah berkunjung hanya untuk menyapanya,"
Joonmyeon mengerutkan keningnya, bingung dengan pembicaraan kedua seniornya yang tak sengaja terdengar oleh telinganya. Ia menyimpan nampannya dan segera mengambil gelas yang hanya berisikan es batu untuk diantarkan ke meja nomor 2.
"Tapi aku sudah berusaha untuk mengunjunginya! Setiap kali aku ke sana dia hanya tidur atau enggan menemuiku karena malu!"
Samar-samar ia masih dapat mendengar perkataan Yesung karena letak meja pelanggan nomor 2 tidak terlalu jauh dengan letak meja barista. Atau mungkin karena Yesung dan Kyuhyun berbicara dengan suara yang cukup keras.
"Tsk, tidak heran. Kepalamu sama besarnya dengan rumahnya, bagaimana ia tidak akan takut untuk menemuimu?" sindir Kyuhyun.
"Aish! Aku sedang serius, Kyu!"
"Aku pun begitu,"
Joonmyeon memutuskan untuk segera membuka mulutnya, takut kedua seniornya akan bertengkar lagi dan membuat keributan seperti kemarin.
"Eum...Yesung-sunbae, Kyuhyun-sunbae...mianhae, aku tidak bermaksud mengganggu tapi, apa yang sebenarnya kalian bicarakan? Dan tolong kecilkan suara kalian sebelum Donghae-hyung mendengarnya,"
Yesung dan Kyuhyun menolehkan kepala mereka dan mendapati Joonmyeon sedang berdiri di balik meja barista dengan ekspresi penasarannya. Yesung hanya berdehem dan ia mulai membersihkan cangki-cangkir yang basah di sampingnya. Kyuhyun mendengus melihat tingkah Yesung sebelum akhirnya ia mencondongkan badannya ke depan dan mengisyaratkan Joonmyeon untuk melakukannya juga. Ia menangkupkan tangannya di samping mulutnya dan berbisik dekat dengan wajah Joonmyeon.
"Aku hanya akan memberitahumu sekali dan jangan kau umbar hal ini kepada siapapun atau si Kepala Besar itu akan bertingkah,"
Joonmyeon menganggukkan kepalanya. Sesaat ia melirik Yesung, takut jika seniornya yang satu itu akan mengetahui pembicaraan dirinya dengan Kyuhyun.
"Sebenarnya, Yesung sedang mengincar seorang gadis,"
Pria manis di hadapan Kyuhyun mengedip beberapa kali sambil tersenyum kecil.
"Mwo? Benarkah itu?"
Kyuhyun mengangguk dengan wajah yang serius. Ia mengisyaratkan Joonmyeon untuk mendekat lagi karena tadi pria mungil tersebut sontak memundurkan kepalanya karena tidak percaya dengan info yang diterimanya.
"Sayang gadis itu tidak pernah mau untuk bertemu dengannya,"
"Eh? Waeyo? Yesung-sunbae bukan orang yang buruk menurutku,"
"Menurutmu begitu? Hm, aku tidak tahu apakah telingaku sudah tuli atau kau saja yang mulai gila,"
"Sunbae~", rengek Joonmyeon sambil memukul pundak Kyuhyun.
"Nde nde, mianhe. Yang aku tahu, gadis ini selalu membawa rumahnya kemana-mana,"
Sesaat setelah Kyuhyun mengutarakan hal tersebut, Joonmyeon membelalakan matanya.
"M-mworago?"
Apa maksudnya gadis yang diincar Yesung selalu membawa rumahnya? Itu tidak mungkin 'kan? Kecuali jika gadis itu suka berkelanana dengan mobil van besar yang selalu ia lihat di televisi. Iya, mungkin itu maksudnya.
"Hei hei! Seenaknya saja kalian membicarakanku di depanku!"
Ketahuan.
Joonmyeon melihat Kyuhyun memutarkan kedua bola matanya malas dan menolehkan kepalanya.
"Oh ayolah, hyung. Bahkan sepertinya itu tidak akan menjadi rahasia lagi setelah kau memberitahu hal ini kepada Donghae-hyung,"
Yesung berkacak pinggang, tidak sadar handuknya yang lembab mulai membasahi celananya.
"Bukan berarti kau turut andil menyebarkannya bodoh!"
"Aku tidak peduli. Dan kalau aku bodoh, lalu kau apa?"
Yesung mengerang keras dan bergumam-gumam tidak jelas. Tidak ada yang berani menyatakan ada yang lebih pintar dari Kyuhyun setelah mereka mengetahui seberapa tinggi IQ dari Magnae Setan. Lagipula, sebagaimana pun usaha mereka beradu mulut dengan Kyuhyun pasti akan selalu berakhir dengan senjata makan tuan bagi mereka dan juga seringai kemenangan yang menyebalkan di wajah Kyuhyun.
"Dasar Bocah," bisiknya. Berharap Kyuhyung tidak mendengarnya karena−
"Apa kau bilang?"
−...terlambat.
Dan hari itu, Joonmyeon menjadi saksi penyiksaan Yesung oleh Kyuhyun yang entah mengapa wajahnya berubah seperti 'setan'. Semoga ia tidak menjadi santapan yang sama seperti Yesung, pikirnya sambil merinding karena takut.
.
.
.
Seorang pria manis baru saja keluar dari sebuah ruangan yang di pintunya bertuliskan 'STAFF ONLY'. Pakaiannya berubah dari seragam pelayan yang biasa ia pakai setiap kerja menjadi kaos abu tentara lengkap dengan jaket corak tentara berwarna abu juga dengan celana jeans hitam dan sepatu sneakers berwarna putih.
"Sudah mau pulang Joonmyeon-ah?"
Pria manis dengan nama Joonmyeon sontak menoleh ke arah suara yang berasal dari sampingnya. Shindong yang hendak memasuki ruangan belakang cafe tersebut memandanginya dengan sebuah cengiran ramah. Joonmyeon balas tersenyum sambil membungkukkan badannya sebagai hormat.
"Ah, nde Shindong-sunbae. Sunbae tidak pulang?"
"Aish, kau terlalu sopan denganku Joonmyeon. Panggil aku 'hyung' saja arra? Aku harus menjaga toko ini sampai dua orang nafsuan itu pulang,"
Joonmyeon mengerjapkan matanya beberapa kali.
"Dua orang...nafsuan? Nugusseyo?"
Shindong hanya mengacungkan jempolnya ke arah di mana kantor Kibum terletak. Kedua mata coklat Joonmyeon mengikuti arah yang ditunjuk Shindong hanya untuk terbelalak dan mukanya terasa panas.
Di sana, tepatnya di depan pintu kantor Kibum, sang kedua pemilik EXOtic kini tengah sibuk bercumbu. Tidak ada orang di sana selain para pelayan yang belum pulang saja karena cafe memang sudah tutup sejak setengah jam yang lalu. Entah ini memang sudah menjadi hal yang biasa atau apapun alasannya, tidak ada yang berani mengganggu mereka meskipun mereka semua dapat mendengar satu atau dua erangan yang keluar dari mulut Donghae yang sedang dicumbu oleh Kibum, kekasihnya.
Joonmyeon cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke lain arah asal tidak ke arah pasangan kekasih tersebut. Ia menepuk-nepuk kedua pipinya, berusaha untuk menghilangkan rasa panas yang menjalar ke wajahnya.
'Apa yang baru saja aku lihat? Ommo...', batinnya.
Sayang sekali untuk Joonmyeon, ia memang hampir tidak pernah melihat hal-hal senonoh seperti yang baru saja ia saksikan. Wajar bila ia kadang merasa malu sendiri melihatnya.
Shindong yang melihat reaksi Joonmyeon hanya cengengesan saja.
"Maaf kau harus melihat itu Joonmyeon-ah. Tapi memang kedua orang itu selalu seperti ini setiap kali Kibum harus meninggalkan Donghae karena ada keperluan bisnis di lain tempat. Dan yaaah, mereka memang memiliki nafsu seks yang besar jadi...kau mengerti bukan?"
Joonmyeon hanya mengangguk-angguk saja, masih dengan wajah yang merah, tanpa memperhatikan Shindong yang masih setia mengamati ekspresi wajahnya sambil berusaha menahan tawa. Sepertinya karyawan EXOtic yang satu ini memang masih perawan, pikirnya.
"Kau pulanglah dulu. Kurasa wajahmu akan berubah semerah tomat jika kau terus berada di sini,"
Tanpa banyak basa-basi, Joonmyeon langsung melangkahkan kakinya menuju pintu keluar sebelum ia membungkukkan badannya sekali lagi kepada Shindong. Menghiraukan tawa geli yang keluar dari mulut pria bertubuh gemuk itu.
Sesampainya di luar, ia menghela nafas dan mengusap wajahnya dengan lembut. Berusaha untuk mengembalikan akal sehatnya dan untuk menghilangkan penatnya. Ia hendak berjalan saat ada seseorang memanggil namanya,
"Joonmyeon,"
Pria manis itu menoleh dan mengedip dengan lucu.
"Kris?"
Pria jangkung itu menghampirinya sambil memegang minuman berwarna hijau di tangannya. Pakaiannya berbeda dengan yang tadi pagi dipakainya. Kini ia mengenakan jaket tipis berwarna abu dan kaos putih dengan sebuah kalung berbentuk sayap tergantung di lehernya. Kaki-kaki panjang tersebut berbalut celana jeans hitam dan sepatu sneakers putih. Di pergelangan tangannya yang sedang memegang minuman terdapat gelang hitam dengan sebatang titanium kecil terukir di sekitarnya. Rambutnya juga berbeda dengan yang kemarin ia lihat, surai pirang pria jangkung tersebut terlihat sedikit berantakan dan diturunkan ke bawah. Sepertinya ia lupa untuk menyisir? Atau memang disengaja menjadi seperti itu?
Ia tidak sadar subjek yang sedari tadi ia perhatikan kini tengah berdiri di sampingnya dengan tatapan jahil, salah satu alis tebalnya terangkat. Namun Kris memutuskan untuk tidak membahasnya kali ini.
"Apa kau sudah selesai bekerja?"
"E-eh? Ohh...n-nde, sudah"
Kris mengangguk sambil menyesap minumannya menggunakan sedotan berwarna pink.
"Apa kau hendak pergi ke suatu tempat sebelum kita pergi ke taman?"
Taman?
Oh, iya. Ia berjanji akan menemani Kris pergi ke taman setelah ia selesai dengan shift kerjanya.
"Eum...aku harus pergi ke apotek dulu. Apa...tidak apa-apa?"
Mendengar kata 'apotek', Kris menolehkan wajahnya dengan ekspresi yang sulit diartikan oleh Joonmyeon.
"Apa kau sakit?"
"Eh? B-bukan...persediaan obat di rumahku sudah habis. Aku memang selalu memiliki persediaan obat supaya aku tidak harus keluar membelinya saat aku sedang sakit," jelasnya panjang.
Entah kenapa ia melihat Kris menghela nafasnya pelan dan menatap lurus ke depan.
"Oh... Aku kira kau sedang sakit," gumamnya sangat pelan.
"Apa?"
"Tidak apa-apa,"
Joonmyeon sempat dibuat bingung oleh tingkah Kris yang aneh beberapa saat yang lalu. Belum lagi tadi ia sepertinya mendengar pria bersurai pirang tersebut mengatakan sesuatu, tapi...apa memang hanya dirinya saja yang mengada-ada?
"Ayo kita pergi,"
Joonmyeon sontak tersadarkan dari pikirannya mendengar ajakan Kris. Ia juga mulai melangkahkan kakinya dan berjalan di samping Kris. Beberapa langkah pertama tidak menjadi masalah untuknya, tidak begitu banyak orang yang keluar di akhir minggu ini. Namun setelah mereka hampir melewati sekitar empat atau lima bangunan sedang, langkahnya mulai tertinggal dengan Kris. Ia berlari kecil berusaha untuk mengejar Kris namun sayang, usahanya tetap tidak berhasil.
Ia berhenti dan hendak memanggil Kris saat pria yang sudah berjalan jauh darinya ikut berhenti dan membalikkan tubuhnya.
"Joonmyeon?" panggilnya heran dengan keadaan Joonmyeon yang kini sedang terengah-engah.
Sampai akhirnya otaknya berhasil menemukan masalah yang sedang dialami Joonmyeon. Ia tersenyum kecil dan dengan cepat senyuman itu hilang sebelum Joonmyeon dapat melihatnya lalu ia berjalan dengan langkah besar menuju pria manis yang sedang memegangi pinggangnya.
Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut Kris karena ia mengerti. Ia hanya diam berdiri di sana sambil memperhatikan Joonmyeon yang sedang berusaha mengatur pernafasannya. Kris segera menghabiskan minumannya dan melemparnya tanpa ada kesulitan ke tempat sampah yang terletak beberapa langkah di depannya. Saat itu juga Joonmyeon telah berhasil mengumpulkan oksigen ke dalam paru-parunya.
"Maaf," ucap Joonmyeon pelan.
Ia merasa tidak enak membuat Kris harus menunggunya. Belum lagi ia sudah berjanji akan menemani pria keturunan Cina itu di taman.
"Kau sudah tidak apa-apa?" tanya Kris.
Joonmyeon menganggukkan kepalanya dengan lucu, membuat Kris ingin sekali memeluk pria mungil tersebut dengan erat. Beruntung ia memiliki pengendalian diri yang baik, kalau tidak Joonmyeon pasti sudah berakhir diciumi olehnya saat ini juga.
Mereka berdua kembali jalan. Joonmyeon dengan langkahnya yang biasa sedangkan Kris dengan langkahnya yang kecil, menyesuaikan dirinya dengan pria manis di sampingnya. Setelah melewati dua bangunan kecil dan sebuah kedai, mereka akhirnya sampai di sebuah apotek berukuran sedang. Kris diam menunggu di luar, ia tidak memiliki kepentingan di sana jadi ia tidak memasuki bangunan tersebut. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk Joonmyeon keluar dengan sekantung plastik kecil yang berisi obat-obat yang dibutuhkannya.
"Kajja," katanya dengan senyuman kecil.
.
.
.
Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah taman, tidak terlalu luas ataupun ramai, tapi cukup untuk dijadikan sebagai tempat bersantai bagi Kris. Ia lebih menyukai taman atau duduk di tepi danau yang tidak memiliki banyak pengunjung bila ia ingin bersantai di luar. Meskipun taman dimana sekarang ia berada tidak terlalu besar, taman tersebut masih terjaga dengan baik kebersihannya. Mungkin salah satu faktornya adalah jumlah pengunjung yang datang kemari hanya sedikit atau mungkin memang petugas kebersihan di sini memang rajin.
Kini kedua pria tersebut sedang berjalan-jalan santai di sekitar taman tersebut. Hanya segelintir orang saja yang berada di taman hijau tersebut. Joonmyeon sibuk melihat-lihat pemandangan di sekitarnya. Jujur ia baru tahu ada taman di daerah dekat tempat kerjanya. Ia memang jarang pergi ke tempat-tempat lain selain cafe EXOtic, rumahnya, apotek dan market. Sesekali ia akan tersenyum dan tertawa geli saat ia melihat beberapa tupai berlarian menuju pohon mereka. Jarang sekali ia dapat melihat tupai selain di kebun binatang.
Sedangkan di lain pihak, Kris tidak tertarik untuk memperhatikan hal-hal yang Joonmyeon lihat sedari tadi. Itu dikarenakan pikirannya sedang tidak berada bersama mereka sejak ia menginjakkan kakinya di taman ini. Wajahnya pasif, tidak terdapat ekspresi apa-apa di sana, memberikan kesan dingin namun tetap tampan di saat yang bersamaan. Ia tidak sadar−tepatnya tidak memperdulikan− seorang gadis yang lewat di dekatnya dan Joonmyeon memperhatikannya dengan wajah merah dan tertawa geli.
Genit sekali.
Tapi, tidak akan ada yang berani menyangkal ketampanan dari sosok putra sulung keluarga Wu. Wajahnya yang jarang sekali memiliki berbagai macam ekspresi selain wajah dinginnya dan juga senyuman kecil. Itu saja yang mungkin diketahui oleh orang banyak. Belum lagi perawakannya yang begitu sempurna layaknya seorang model, tidak terlalu berotot seperti binaragawan namun cukup membuat puas bagi mata yang melihatnya.
Joonmyeon sadar ketika gadis tersebut sedari tadi memperhatikan Kris sebelum akhirnya gadis tersebut memutuskan untuk pergi menjauh dari mereka dengan tatapan kecewa. Pria manis itu mengernyitkan dahinya heran. Kenapa dengan gadis itu? Pandangannya kemudian tertuju ke arah Kris yang sedari tadi hanya diam saja. Ia tidak mendapati ekspresi apapun yang dibuat oleh wajah pria tampan tersebut. Ia juga tidak melihat pria jangkung di sampingnya ini menyegarkan matanya dengan pemandangan di taman ini.
"Kris?" dengan suara pelan dan ragu ia akhirnya memanggil nama pria di sampingnya.
Kali pertama ia pikir gagal, namun ternyata Kris mendengar panggilannya dan ia berhenti berjalan.
"Hm?" gumamnya pelan.
Sontak saat pria berambut pirang itu berhenti Joonmyeon pun menghentikan langkahnya beberapa langkah di depan Kris. Ia sempat berkutat dengan pikirannya sendiri apakah ia akan bertanya kepada pria jangkung di hadapannya atau tidak. Sepertinya Kris tidak menyadari persoalan Joonmyeon yang masih berdebat dengan dirinya sendiri karena ia mengedarkan pandangannya ke sekitar taman. Mata tajamnya mendapati sebuah bangku taman yang terletak menghadap ke arah kota. Bangku itu tepat terletak di pinggir jalan setapak kecil dan berada di pinggir taman.
Tanpa basa-basi ia melangkahkan dirinya ke arah bangku taman tersebut, ia tidak perlu memanggil Joonmyeon karena ia tahu pria mungil itu pasti akan mengikutinya. Dan benar saja dugaannya.
Kris menempatkan dirinya di atas bangku taman itu dan menyamankan posisinya. Ia menghela nafas lega dan menatap Joonmyeon yang masih berdiri beberapa kaki darinya.
"Kemarilah,"
Kris mengisyaratkannya dengan menepuk-nepuk tempat kosong di sampingnya lembut. Wajah Joonmyeon berubah menjadi tidak yakin, cuaca sudah mulai terasa dingin dan sepertinya akan hujan. Tapi, benarkah perkataan pembawa acara bahwa langit akan tetap cerah meskipun sedikit berawan?
Akhirnya pria manis itu pun menyerah dan melangkahkan kakinya menuju bangku taman yang diduduki Kris dan duduk di sebelahnya. Ia sempat merinding karena ia tidak menyangka bangku tersebut akan sedingin ini.
Sepertinya ekspresi wajahnya berubah karena Kris tertawa kecil di sampingnya.
"Kau kedinginan?"
Joonmyeon dengan keras kepala menggelengkan kepalanya. Hanya bangku saja Joonmyeon, pikirnya.
Kris kembali tertawa pelan dan mengarahkan pandangannya lurus ke depan, seperti sedang menerawang. Kedua lengannya ia silangkan di atas dadanya, begitu pula dengan kakinya. Ia tumpukan salah satu kakinya di atas kaki yang lain dan ia mendesah pelan. Sedari tadi ia berusaha untuk menghilangkan beban pikirannya mengenai perusahaan milik ayahnya dan juga yang akan menjadi miliknya. Belum lagi pikirannya melayang kepada setumpuk dokumen yang sudah tertumpuk rapi di atas meja kantornya saat ia tadi sempat mengunjungi Wu Corp sebelum ia menunggu Joonmyeon di depan cafe. Dan satu hal lagi, hak kepemilikan perusahaan ayahnya.
Apa sebenarnya yang ada dalam benak ayahnya? Kenapa secepat ini? Padahal ia sudah berunding dengan ayahnya bahwa ia akan mengambil posisi tersebut sampai ia merasa dirinya sudah mapan.
Tapi...
...ia sendiri tidak tahu kapan ia akan siap.
Belum lagi, ia tidak memiliki seorang kekasih yang akan dijadikan pasangan hidupnya kelak. Ini juga menjadi beban tersendiri baginya. Kris tahu meskipun kedua orangtuanya tidak pernah membicarakan persoalan ini kepadanya, ayah dan ibunya telah menanti seorang kekasih untuk dirinya dan mungkin juga untuk Tao. Ia masih bersyukur orangtuanya tidak pernah memaksanya untuk segera mendapatkan seorang kekasih atau menjodohkannya dengan seseorang yang tidak ia cintai. Ia lebih memilih perjuangan yang ia kerahkan sendiri ketimbang pemberian orangtuanya.
Ia menghirup nafas dalam-dalam melalui hidungnya yang mancung dan menghembuskan kumpulan oksigen tersebut perlahan melalui mulutnya.
Tapi di lain sisi, meskipun ia merasa beberapa tahun terakhir ini hubungannya dengan orangtuanya semakin merenggang, ia tetap tidak bisa untuk tidak menuruti perkataan orangtuanya. Ia sangat setia kepada orangtuanya. Hal ini memang memiliki nilai positif, tapi...setiap hal yang positif punya hal yang negatif yang menyandinginya bukan? Ini juga yang menjadi perdebatan dirinya. Ia memang diberi kebebasan yang begitu luas oleh ayah dan ibunya, tapi mengapa terkadang ia juga merasa hidupnya masih dikekang dengan kekang yang tak terlihat?
Apa benar ia merasa terkekang oleh orangtuanya...
...ataukah...
...ia yang mengekang dirinya sendiri?
"...ris? Kris?" suara lembut itu lagi, batinnya.
Ia menolehkan wajahnya menghadap Joonmyeon yang kini tengah memandanginya dengan khawatir. Entah apa pria mungil itu menyadarinya atau tidak, tapi Joonmyeon kini terlihat begitu menggemaskan di matanya. Tidak, Joonmyeon memang selalu terlihat seperti itu di matanya.
"...Kris...?"
Kris mengedipkan matanya lalu menarik nafas dalam sebelum menutup matanya dan menghembuskan nafas tanpa suara.
"Aku tidak apa-apa Joonmyeon," ucapnya lembut dengan suara khasnya yang berat.
Ia berterimakasih kepada Joonmyeon dalam hati ketika pria manis itu tidak mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang ia sendiri masih belum temukan jawabannya.
"Bagaimana harimu?" tanyanya dengan rasa penasaran yang jujur.
Ia memperhatkan gerak-gerik Joonmyeon dari sudut ekor matanya. Ia tidak menerima jawaban darinya selama beberapa saat sampai pada akhirnya ia melihat Joonmyeon menyandarkan badannya ke belakang dan mengela nafas sebelum tersenyum.
"Melelahkan. Meskipun hanya setengah hari tapi hari Minggu terasa sama seperti hari-hari yang lainnya," tuturnya lambat.
Joonmyeon sedang menikmati hijaunya taman yang ia kunjungi. Jarang sekali ia ada kesempatan seperti ini. Bersantai di sore hari tanpa khawatir ia merusak jadwal kerjanya. Ini sudah cukup membuat rasa lelahnya terobati.
"Bagaimana denganmu? Apa perusahaanmu baik-baik saja?" tanya Joonmyeon sambil menolehkan wajahnya, mengamati Kris dari samping.
"Baik,"
Singkat sekali, batin Joonmyeon sambil cemberut sedikit.
Ia menoleh ke depan dan memandang ke bawah. Tidak ada kata-kata yang terucap di antara mereka. Yang satu teralihkan dengan tekstur tanah jalan setapak yang diinjaknya sambil sesekali memainkan kantung plastik yang ia pegang sedari tadi sedangkan yang lain sedang memandangi langit senja yang indah yang terlukis begitu sempurna.
"Aku harap kau...menikmati ini semua sama sepertiku,"
Joonmyeon mengedip dan membalikkan wajahnya sekali lagi untuk menatap Kris yang masih setia memandangi langit. Wajah tampannya terlihat lebih rileks dan juga tenang dibandingkan dengan yang tadi pagi dan beberapa menit yang lalu. Cahaya mentari yang sudah mau terbenam menyinari taman tersebut dan wajah Kris dengan indah. Sesaat Joonmyeon merasakan jantungnya berdebar lebih cepat dari sebelumnya saat ia melihat Kris berbalik menatapnya. Tatapan tajam pria tersebut tergantikan dengan tatapan yang lembut. Lalu bibir itu...terukir sebuah senyuman kecil di wajah tampannya.
Joonmyeon harus mengerjapkan matanya beberapa kali kala ia merasakan sesuatu jatuh tepat di pelupuk matanya. Dan lagi tepat di wajah dan kepalanya. Ia mendongak ke atas dan lagi wajahnya terasa geli.
Hujan...
Sayang pembawa berita cuaca kali ini tidak tepat dalam memprediksikan cuaca hari ini. Buktinya, hujan turun kian deras. Orang-orang yang berada di taman berlarian pulang ke rumah mereka, sebagian berteduh di bawah pohon berharap hujan akan reda dengan cepat, beberapa tidak memperdulikan langit yang telah menjatuhkan butiran kristal beningnya dan tetap lanjut berjalan menyusuri taman tersebut.
Sayang Joonmyeon dan Kris bukan termasuk dari beberapa orang tersebut.
Mereka berdua segera bangkit berdiri dan berlari menuju sebuah pohon besar di tengah taman tersebut. Tidak ada siapa-siapa di sana setelah mereka sampai di bawah naungan pohon besar tersebut. Pohon itu padahal cukup untuk menaungi sekitar empat pasangan di sana.
Tunggu.
Pasangan...?
Mungkin Joonmyeon tidak menyadarinya, tapi Kris sadar.
Mereka...terlihat seperti...
...sepasang kekasih.
Sepasang kekasih yang sedang...kencan.
Ia sadar sedari tadi dirinya dan Joonmyeon diperhatikan oleh beberapa pasang mata. Tapi tidak sempat di dalam benaknya terbesit dua kata tersebut.
'Sepasang kekasih'
Ia mendengus pelan dan tertawa pelan saat ia menyadari apa yang sedari tadi dilihat oleh orang-orang yang melewati mereka saat mereka berjalan menyusuri taman. Pantas saja, pikirnya.
Pikirannya terhenti saat ia melihat Joonmyeon menyandarkan dirinya sambil berusaha mengeringkan wajahnya menggunakan ujung lengan jaketnya. Nafasnya tercekat saat ia mendapati wajah Joonmyeon yang kini terlihat...sangat cantik.
Entah jika ini memang karena efek air hujan yang telah membasahi wajah pria manis itu atau hanya matanya saja yang mengelabuinya, tapi sungguh...ia tidak pernah melihat pria secantik Joonmyeon saat ini. Rambut merah marunnya kini terlihat basah, poninya menempel di dahi pria bewajah cantik tersebut. Terlihat berantakan namun...–
Kris segera menggelengkan kepalanya dan menghindar dari tatapan Joonmyeon yang sekarang tengah memperhatikannya. Ia menjaga jaraknya beberapa kaki dari Joonmyeon, berusaha untuk menahan diri dan juga nafsunya. Tahanlah dirimu Kris, ucapnya dalam hati.
"Kris? Kau tidak apa-apa?"
Suara lembut Joonmyeon hampir tidak terdengar karena hujan yang deras. Kris berusaha untuk tidak berbalik dan menatap kedua mata indah milik Joonmyeon yang akan membuatnya jatuh ke lubang dalam yang sangat jauh.
"Aku...aku tidak apa-apa, Joonmyeon" jawabnya berusaha untuk meyakinkan Joonmyeon.
Ia tidak melihat Joonmyeon masih menatapnya dengan khawatir, takut jika dirinya kebasahan dan juga sakit. Ia merasakan kantung celananya bergetar dan segera mengeluarkan ponsel miliknya dari sana.
Sebuah pesan dari Kai.
Hyung kau dimana? Cepatlah pulang! Hujan sangat deras! Oh, kau tidak perlu memasak hari ini. Tao-hyung membelikan makanan untuk kita. Ppali hyung, atau aku akan habiskan jatahmu!
Joonmyeon tertawa kecil membaca ancaman main-main adik pertamanya. Ia memasukkan kembali ponselnya sebelum akhirnya ia merasakan dingin yang tidak ia rasakan sedari tadi. Kenapa di bulan Mei harus hujan deras seperti ini, batinnya.
Berapa lama juga mereka harus berteduh di bawah pohon ini hingga akhirnya hujan akan reda?
Ia menggigil kedinginan lagi meskipun ia sedari tadi mengenakan jaket untuk kehangatan. Lama-kelamaan ia mulai bersin dan juga mendesah pelan karena tidak nyaman. Ia juga tidak sadar ada kehadiran seseorang di depannya hingga akhirnya ia merasakan sebuah tepukan di pipinya yang membuat ia membuka matanya. Ia terbelalak saat ia mendapati Kris telah berdiri di depannya dengan jarak yang dekat. Ia harus mendongakkan kepalanya karena perbedaan tingginya dengan pria keturunan Cina itu terpaut jauh.
Joonmyeon memundurkan badannya saat ia merasakan Kris tengah mencondongkan badannya ke depan. Ada rasa takut menyelinap ke dalam tubuh Joonmyeon.
"K-kris?" panggilnya ragu. Ia harap tidak akan terjadi sesuatu yang tidak ia inginkan.
Kris menghiraukannya, malah ia semakin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Joonmyeon dan menyelusupkan lengannya di sekitar pinggang pria mungil tersebut, berusaha untuk membawanya kedalam pelukannya. Kedua tangan Joonmyeon naik dan menahan tubuh Kris agar tidak menghimpitnya, ia letakkan tangan-tangannya di atas perut rata dan berotot milik pria di hadapannya.
"K-kris, apa yang k-kau lakukan? J-jangan seperti i-ini," sungguh ia mulai merasa takut dengan perlakuan Kris.
"Kau kedinginan,"
Joonmyeon harus mengedipkan matanya beberapa kali saat wajahnya diterpa oleh nafas yang dihembuskan Kris dengan lembut.
"M-mwo?" ucapnya dengan suara yang sangat pelan, hampir berbisik.
"Aku sedang menghangatkanmu dan juga diriku. Aku janji aku tidak akan melakukan apapun terhadapmu," gumam Kris dan ia menyandarkan dahinya di samping kepala Joonmyeon.
Ia tidak menyentuh kepala Joonmyeon, ia menyandarkan kepalanya di atas batang pohon besar di belakang Joonmyeon. Pria jangkung itu sadar akan tubuh Joonmyeon yang menegang sejak pertama ia mulai menghimpit tubuh mungil tersebut dengan lembut ke belakang. Ia sadar perlakuannya saat ini membuat Joonmyeon tidak nyaman. Ia melihat rasa takut yang terpancar di kedua bola mata milik pria manis tersebut, tapi ia tidak tega melihat Joonmyeon menggigil kedinginan di tengah hujan seperti ini. Pria mungil itu terlihat begitu kecil dan lemah ketika Kris mendapatinya sedang memeluk dirinya sendiri menggunakan lengan-lengannya. Ia merasa bersalah harus melibatkan Joonmyeon dalam hujan deras seperti ini di saat pria mungil tersebut seharusnya sudah pulang ke rumahnya yang hangat. Jadi, setidaknya...hal ini yang hanya bisa ia lakukan sebagai balas budinya.
"...Kris?"
Bisikan Joonmyeon berhasil membuatnya sadar dari lamunannya. Kedua mata tajamya yang ia pejamkan kembali terbuka.
"Hmm?" ia bergumam tepat di samping telinga Joonmyeon.
"I-itu...kau tidak perlu...e-eum,"
Kris kembali memejamkan matanya, tiba-tiba saja ia merasa mengantuk dalam cuaca yang dingin ini. Tapi tubuhnya mulai terasa hangat semenjak ia memeluk tubuh Joonmyeon.
"Kau tidak boleh sakit jika kau masih ingin bekerja," bisiknya lembut.
"T-tapi kau juga–"
"Tidak usah pedulikan aku. Sekarang diamlah...aku mengantuk sekali," gumamnya semakin lama semakin terdengar malas.
Ia mengatur nafasnya dan berusaha menikmati suara percikan air hujan yang membasahi dedaunan dan tanah di sekitarnya. Kedua lengannya ia eratkan di sekitar pinggang Joonmyeon sambil berusaha menahan tubuhnya dan juga tubuh Joonmyeon agar tidak terjatuh.
"Kris..." panggil suara lembut milik Joonmyeon lagi.
"..."
"...Kris? Kau benar-benar tidur?"
"Aku sedang berusaha," gumamnya lemah dengan rasa kantuk.
Ia menunggu Joonmyeon untuk membuka suaranya lagi sebelum akhirnya ia benar-benar tidur dalam posisi mereka yang terlihat intim ini.
"...setidaknya gunakanlah bahuku,"
Bisikkan lembut itu berhasil membuatnya membuka kedua matanya dan mengedip pelan.
"...apa tidak apa-apa bagimu?"
Ia kemudian merasakan kedua tangan Joonmyeon yang masih tersemat manis di perutnya mulai menangkup punggung lebarnya ragu. Kris tidak dapat menahan senyum yang terulas di wajahnya. Keraguan namun juga keyakinan keluar di saat yang bersamaan membuatnya hampir tertawa geli jika saja ia sedang tidak mengantuk seperti saat ini. Setelah ia yakin bahwa Joonmyeon yakin dengan perkataanya sendiri, ia menjatuhkan kepalanya di atas bahu pria manis itu dan mendesah lega. Ini memang lebih nyaman daripada bersandar di batang pohon yang kasar, batinnya lega.
Senyumannya pudar bersamaan dengan rasa kantuk yang sudah benar-benar menyelimutinya. Matanya terasa sangat berat sehingga ia mulai menutupnya dan kembali mendesah pelan. Tubuhnya menyelimuti dan tubuh mungil Joonmyeon, tidak ada yang tahu jika dirinya sedang memeluk seseorang andai kata lengan pria mungil tersebut tidak terrlingkar di punggung juga di pinggangnya. Tubuh mereka yang masih berbalutkan pakaian lengkap saling berpelukan, memberikan kehangatan bagi satu sama lain. Punggung Joonmyeon ditopang oleh kedua lengannya agar punggung pria mungil tersebut tidak kesakitan karena harus bersandar ke batang pohon yang kasar. Entah bagaimana caranya, ia sendiri masih bingung, tubuhnya masih setia menopang beban mereka berdua dalam tidurnya. Hal terakhir yang dirasakan Kris adalah elusan di punggungnya yang terasa hangat dan juga lembut juga hembusan nafas dari Joonmyeon di lehernya.
Mereka berdua tetap diam dalam posisi tersebut, Kris yang sudah tertidur pulas di bahu Joonmyeon dan Joonmyeon yang menyandarkan kepalanya ke dada Kris yang bidang sambil tetap terbangun menunggu hujan reda.
Dan sore hari itu, dalam hujan yang deras dan di bawah naungan pohon besar, mereka menikmati kehangatan dari pelukan mereka. Pohon besar itu menjadi salah satu saksi potongan dari awal kisah cinta mereka.
.
.
.
.
XOXO
.
.
.
A/N : err.. annyeong? aigoo maaf banget lama update-nya =A= author sibuk bkin fanfic laen lol, err jadi yeah.. #tampar
jeongmal mianhae TT_TT gantinya ini krisho momentnya di banyakin ekekekeke, hope it worth your while ^^"
oiah, rambut Kris itu yang pas dia d airport lg makan es krim, ingt kan? xD dan untuk Suho, bayangin ajh dya pake jaket corak tentara abu WOLF tp rambut dya masih maroon :p
errr, yaaah, reviews are very welcome! Gamsahae! 3
.
.
.
Christian_Wu