LONG KISS GOODBYE

AUTHOR: AUSTINE SOPHIE

DISCLAIMER: NARUTO AND ALL OF ITS CHARACTERS ARE THE PROPERTY OF MASASHI KISHIMOTO

WARNING:FEM!NARUTO, BEFORE NARUTO: SHIPPUDEN!, OOC (MAYBE), TYPO(S), SCREWED UP PLOT AND TIMELINE, ETC.

(A/N: Well..., ENJOY!)


Valley of the End (Shūmatsu no Tani). Tempat perbatasan antara dua desa shinobi, Konohagakure dan Otogakure, sekaligus merupakan tempat legendaris yang pernah menjadi arena pertarungan dua shinobi terkuat terdahulu: Senju Hashirama dan Uchiha Madara. Lembah yang terukir dua patung kedua shinobi itu telah menjadi saksi bisu dari pertarungan kedua klan ternama di Konoha, baik secara disengaja maupun tidak.

Ironisnya, kini, Valley of the End, kembali menjadi arena pertempuran untuk kedua kalinya dalam pertarungan kedua shinobi saat ini, yaitu: Uzumaki Naruto dan Uchiha Sasuke.

.

.

.

.

.

CHAPTER 1: NUMB

Even though "I want to be loved" in my own way, it fills me, but I can't see you

I just have the feeling that I'll never see you again...

I want to tell you that, but I can't find the right words

Maybe it's okay if I lie, but I can't even say

"Don't go away"

-Long kiss Goodbye by Halcali

.

.

.

.

.

Langit tak berawan, tidak menunjukkan kanvas biru indahnya yang biasanya. Burung-burung tak berani berkicau, enggan mengeluarkan segelintir suara untuk menemani deburan air terjun yang jatuh membelah lembah. Dua sosok terlihat berdiri di dua sisi lembah, menapakkan kaki mereka di atas air dengan saling berhadapan satu sama lain.

Naruto dan Sasuke saling menyerang, tidak menghiraukan sekeliling mereka yang kini telah hancur akibat serangan mereka. Keduanya terluka dan aliran chakra mereka pun kian menipis. Naruto mengamati Sasuke lewat sudut matanya. Dadanya bergejolak, perasaannya bercampur aduk. Tidak tahan membendung semua perasaannya, ia pun akhirnya berbisik, "Kenapa?"

Pertarungan keduanya pun terhenti seketika. "Kenapa kau melakukan semua ini, Sasuke? Padahal kau tahu...kalau kebencian itu tidak akan membuatmu menjadi kuat! Keinginan untuk melindungi orang-orang yang berharga untukmu... itulah yang membuatmu menjadi kuat, Sasu-"

"Diam."

Dengan satu kata perintah itu, Sasuke mengaktifkan sharingan-nya, sekaligus mengaktifkan curse seal yang ada di tubuhnya. Tanda-tanda hitam curse seal menjalar ke seluruh tubuhnya. Si pemilik mata sharingan menatap tajam Naruto dengan kedua mata merahnya, bola matanya mengilat.

"Kenapa aku melakukan ini? Kau benar-benar serius menanyakan hal ini, Naruto? Tidak salah aku memanggilmu 'dobe,' Dobe!"

Sedangkan yang disinggung tidak menampilkan reaksi apapun, serasa terbiasa dengan semua kalimat sindiran yang biasa dilontarkan si pemuda berambut hitam.

"Kau tahu? Kau ini sangat menjengkelkan, Naruto!" Bentak Sasuke. "Segala sesuatu yang menyangkut dirimu membuatku muak! Senyumanmu seperti pedang yang siap untuk menusuk dadaku! Perkataan manismu mengoyakku! Kau dengan segala tingkah laku bodohmu itu seperti racun yang menggerogoti tubuhku! Selama ini, yang kupikirkan hanyalah untuk membalas dendam. Dendam yang kumiliki untuk Itachi, itulah yang menjadi alasan untukku tetap hidup! Tapi kau..."

"Kau! Kau membuatku sesaat melupakan dendamku! Tujuan hidupku! Seakan itu belum cukup, ambisiku untuk membunuh Itachi melemah karena kau dan segala tali persahabatan omong kosongm-"

"Persahabatan kita bukan omong kosong, TEME! Sakura-chan, Kakashi-sensei dan aku adalah sahabatmu, dasar kau bo-"

"TUTUP MULUTMU, NARUTO!"

Napas si pemilik mata onyx itu terengah-engah. Kedua mata merahnya menatap dua manik sapphire yang ada di depannya dengan perasaan campur aduk. Kebencian, kemarahan, bahkan kesedihan tersirat di sana. Dengan menarik napas dalam-dalam, Sasuke melanjutkan lagi, "Aku harus membunuh kakakku, dobe. Jika kau menghalangiku, aku juga akan membunuhmu. Kau adalah satu-satunya sahabatku, karena itu kelemahanku adalah KAU! Dan aku harus membunuh tali persahabatan itu, jika aku ingin menjadi kuat."

Naruto hanya bisa menutup kedua matanya. Dia tahu...sebenarnya orang yang berada di depannya ini sudah bukan Sasuke yang dikenalnya lagi. Sasuke yang dulu tidak akan meninggalkan Konoha. Dia tidak akan mengancam membunuh kawannya sendiri, apalagi menyerangnya. Teme... kau sudah jatuh terlalu dalam... Apa yang harus kulakukan untuk menarikmu dari lubang kegelapan itu?

Sepersekian detik ia mencari jawaban yang dicari, kedua mata birunya terbuka seakan sudah menemukannya. Namun tangannya bergetar. Dia takut...sangat takut. Namun jika ini yang bisa membuat sahabatnya kembali, dia akan tetap mencobanya!

Jinchuuruki kyuubi itu mengumpulkan keberaniannya untuk berbicara, sebisa mungkin tidak membiarkan suaranya bergetar, "Katakan padaku Sasuke. Jika kau sudah membunuh kakakmu dan berhasil membalaskan dendamu, setelah itu apa yang akan kau lakukan? Apa yang terjadi seterusnya? Apa kau akan terus menghindar?"

Terusnya, "Balas dendam tidak akan mengembalikan mereka yang telah mati, Sasuke. Kau memang akan puas setelah membalas dendamu, lalu apa? Apa kau akan bahagia setelah itu?"

Sasuke membuang mukanya ke samping, "HAH! Memangnya apa yang kau tahu?! Kau tak tahu apa-apa, dobe! Sejak lahir kau selalu sendirian, bagaimana kau tahu perasaan orang yang ditinggal mati sendirian oleh keluargany-?!"

"AKU MEMANG TAK TAHU APA-APA!"

Hening. Hanya terdengar suara air terjun yang jatuh, lalu diiringi suara isak tangis kecil seorang gadis. Sasuke sedikit terkejut melihat hal yang terjadi di depannya. Di sana, Naruto, gadis yang menjadi sahabatnya itu kini mengeluarkan air mata. Sungguh pemandangan yang langka menurutnya. Karena yang dirinya tahu, selama ini Naruto tak pernah menangis. Seberapa besar beban yang ditanggung gadis itu, dia tidak pernah menangis, tidak sekalipun. Lalu kenapa sekarang dia menangis untuknya, untuk orang yang ingin membunuhnya?

Deg! Perasaan itu lagi. Kenapa perasaan ini selalu menggerogoti hatinya? Lagipula perasaan apa ini? Penyesalan mungkin? Karena membuat gadis itu menangis? Karena menyakiti perasaannya, kah? Sasuke tidak tahu dan dia tak mau tahu. Jadi ketika gadis bermata biru itu berkata lagi, dia hanya diam. Memilih untuk tak bereaksi apa-apa. Dia tak sadar kalau dirinya kini telah menonaktifkan sharingannya, curse seal menghilang dari tubuhnya membuat tubuhnya kembali sedia kala.

"Aku...aku memang tak tahu apa-apa. Aku tak tahu bagaimana rasanya ditinggal seorang ayah, ibu, dan apalagi keluarga. Aku tidak tahu rasanya bagaimana seorang kakak yang sangat kau hormati membunuh semua orang yang kau sayangi di hadapanmu. Aku memang tak tahu dan aku tidak mau tahu! Tapi satu hal yang ku tahu..."

Naruto menyeka sudut matanya dan tersenyum miris ketika mengatakan ini, "Satu yang kutahu, aku mengerti bagaimana rasanya kesepian itu. Kita mungkin memang tak pernah berbicara seperti sahabat. Yang kita lakukan hanya bertengkar dan saling berkelahi. Tapi aku tahu... jauh di lubuk hati sana... kita teman, sahabat karib. Dan saat ini... kau, sahabat karibku, malah berusaha untuk membunuhku, padahal aku ini temanmu. Bisakah kau bayangkan itu, Sasuke? Kau tahu? Sekarang ini, aku tak tahu mana yang harus kupercaya lagi."

"Apakah kau merasakan hal yang sama, Teme? Apakah kau menganggapku sahabatmu? Atau aku terlalu naif dan berpikir sendiri bahwa kita sahabat? Kalau benar begitu, selama ini yang kau katakan padaku benar, Sasuke... Atau kau mungkin dari dulu memang benar. Karena aku hanyalah seorang gadis bodoh seperti yang dipikirkan oleh semua orang... termasuk juga kau."

Kini, Sasuke mulai berpikir. Dendam adalah tujuan hidupnya. Itu benar, tapi kalau dendam itu membuatnya semakin kuat? Sejujurnya, dia merasa ragu akan hal ini. Dia sedikit enggan untuk mengakui perkataan Naruto, namun ia merasa bahwa perkataan si dobe itu memang benar. Dendam tidak membuat seseorang menjadi kuat. Jika benar begitu... lalu kenapa para hokage bisa menjadi kuat? Tentu bukan karena dendam, tapi semangat untuk melindungi orang-orang yang berharga bagi mereka.

Bagaimana dengan Itachi? Kakaknya? Dia mengatakan dendam pada dirinya bisa membuat dirinya menjadi lebih kuat! Bodoh! Kenapa dia mengikuti perkataan si pembunuh itu dengan mudahnya!? Jelas-jelas dia hanya ingin membuat dirinya mengambil jalan yang salah.

Tapi bagaimana dengan Orochimaru? Si ular brengsek itu bisa membuat dirinya menjadi lebih kuat. Orochimaru bisa memberinya kekuatan yang tak sebanding dengan yang ditawarkan Konoha. Tapi dengan harga apa? Memberikan tubuhnya untuk wadah si ular menjijikan itu? Hell no!

Keraguan menyusupi hatinya. Kebingungan menguasai pikirannya. Membunuh Naruto, sahabat karibnya sendiri dapat memberinya kekuatan sharingan yang sempurna. Kalau dia lewatkan kesempatan ini, kapan lagi dia akan menemukannya? Sasuke menatap lekat-lekat wajah Naruto seraya meyakinkan dirinya untuk tetap melekat pada tujuan utamanya: membunuh Naruto. Semua sudah terlambat, tak ada lagi yang bisa mengubahnya. Sisi yang dipilihnya adalah kegelapan, dan tidak ada yang dapat mengusik keputusannya lagi.

"Kau tahu, Naruto? Pidato kecilmu tidak akan mempengaruhiku. Aku tidak membutuhkanmu. Aku akan menghabisimu sekarang. Di sini. Sekarang juga." Dengan itu, sebuah sinar biru bagai petir menyala di sekeliling tangannya, menciptakan suara kicauan seribu burung yang membahana-Chidori.

Naruto yang melihat itu segera membentuk kage bunshin. Keduanya menciptakan bola spiral biru yang berputar-Rasengan.

Gadis berkuncir dua itu menghilangkan bayangannya. Menatap sosok yang berdiri di seberangnya dengan miris. Aku tidak membutuhkanmu. Itu yang dikatakan Sasuke padanya. Hahahaha... Dengan begitu, keputusannya pun juga bulat. Dia yakin hanya dengan cara ini... hanya cara ini yang bisa membangunkan Sasuke.

Sasuke berlari menyerang Naruto dan melompat, diikuti oleh si gadis pirang. Serangan keduanya pun bertemu dan meledak, menciptakan asap dan membuat air yang di sekeliling mereka juga bersemburan dengan tak berarah.

Asap mereda, terlihat dua sosok yang berdiri dengan dekat. Satu sosok pun lunglai dan jatuh bersandar pada tubuh satunya-Naruto.

Tangan Sasuke yang melakukan chidori menembus dada kanan Naruto sampai ke belakang. Sementara, tangan Naruto yang melakukan rasengan hanya lunglai di samping tubuhnya. Cahaya rasengan meredup di sana.

Si pemuda raven tahu, sesaat sebelum keduanya saling menyerang Naruto melenyapkan rasengan di tangan kananya. Sasuke yang menyadari itu terkejut dan dia berusaha mengelakkan chidorinya. Namun tidak bisa, dia tidak sempat.

Sasuke menggerakan tangannya keluar dari tubuh Naruto. Darah mencuar dari luka yang diberikannya. Ditatapnya sekujur tangan kanannya yang dibasahi darah segar, ia lalu bergetar. "Kenapa?" bisik Sasuke.

Yang ditanya hanya tersenyum miris, tidak menghiraukan darah yang menetes di sudut bibirnya. Dia tak berkata apa-apa, hanya mengistirahatkan dagunya di atas bahu Sasuke.

Digerakannya kedua tangan lunglainya untuk memeluk tubuh si pemuda raven yang tak bergeming, seraya mengusahakan dirinya untuk berkata meskipun terbata-bata, "Kita berbeda, kau dan aku. Aku...selalu berusaha untuk...menjadi orang yang diakui olehmu...sebagai rival. Dan tidak pernah...diriku sesenang waktu itu, saat kau berkata...ingin melawanku juga...saat ujian chuunin." Dan darah pun mengucur turun dari mulutnya, disertai suara batuk keras dari leher sang gadis.

Kedua kaki Naruto menjadi lemas, energi di tubuhnya terasa menghilang sedikit demi sedikit. "Naruto!" dan jika bukan Sasuke yang sigap menangkap tubuhnya sebelum jatuh, tubuhnya pasti sudah bersentuhan langsung dengan genangan air.

"Kau... kenapa kau...?" Kenapa kau mematikan rasenganmu, idiot?

Tak perlu menjadi seorang jenius seperti Shikamaru bagi Naruto untuk mengerti maksud pertanyaan Sasuke. Senyum mengejek terulas di bibirnya yang ternodai darah, "Kau sendiri...juga...kenapa?" Kau sendiri, kenapa melesetkan targetmu, bodoh?

Ya, kenapa Sasuke melesetkan targetnya? Bukankah tadi dia sudah memutuskan untuk membunuh Naruto dengan cara melesatkan chidori tepat di jantungnya? Kenapa dia berusaha mengelak? Mengapa menghindar? Seakan bisa mengetahui pikirannya, si vessel kyuubi itu menjawab untuknya.

"Karena... karena kita teman...baka," tandas Naruto. Teman?

Pikirannya melayang menelusuri memorinya bersama Naruto. Pertemuan mereka di akademi (jangan lupakan ciuman yang mereka sharing)... Ujian bel dari Kakashi... Misi mereka di Nami no kuni... Ujian chuunin...

Saat dimana dirinya sendiri rela menjadi tameng untuk si dobe dari serangan hunter-nin yang ada di Nami no kuni... Saat Naruto menjadi tameng untuk melindungi dia dari serangan Orochimaru di hutan kematian... Terakhir, janji mereka untuk saling bertarung lagi di ujian chuunin...

Saat itulah Sasuke tahu, dia seperti orang bodoh yang baru saja sadar setelah tersesat dalam genjutsu konyol. Persahabatannya dengan Naruto itu real. Mau sebesar apapun niatnya untuk memutuskan tali persahabatan mereka, dia tidak akan berhasil. Karena... karena Naruto adalah orang yang berharga untuknya. Dendam tidak membuatnya kuat, seperti yang dikatakan oleh si bodoh itu. Dia tidak akan mau lagi dihasut oleh kakak busuknya itu.

Suaru batuk menyadarkan dirinya dari lamunannya. Kedua mata onyx-nya menatap lekat sosok yang ada di pelukannya. Begitu rapuh, begitu lemah. Gadis yang penuh energi biasanya itu kini terbaring sekarat karena serangannya. Karena dirinya. God! Apa yang telah dia lakukan?!

Naruto telah kehilangan banyak darah. Nafasnya melemah, seakan tubuhnya kesulitan untuk mencari oksigen didekatnya. Kalau dibiarkan terus... kalau seperti ini terus….Naruto akan-

-Meninggal.

Tidak! TIDAK! Dia harus mencegahnya! Tidak akan dia biarkan si dobe itu 'mendahuluinya'! Si bodoh itu tak boleh 'pergi'!

"Dobe! Dobe! Bertahanlah!" Sasuke mengangkat tubuh Naruto, menggendongnya dalam kedua lengannya.

Kemana dia harus mencari bantuan? Konoha? Hanya itu satu-satunya tempat yang tepat untuk saat ini, mengingat si Godaime Hokage itu ada di sana. Dia tidak peduli kalau para tetua itu akan memberi hukumannya apa karena berani meninggalkan Konoha. Asalkan gadis yang ada di dalam pelukannya selamat... Apapun itu! Apapun itu dia terima!

"Sasuke! Naruto!"

Belum sempat dia berhasil beranjak dari tempatnya, kemunculan satu sosok menangkap perhatiannya. Hatake Kakashi, gurunya.

Si copy-cat ninja itu melihat secara lekat dua murid di hadapannya, Sasuke dan Naruto, yang berada dalam gendongan si pemuda rambut hitam. Sekujur tubuh mereka dipenuhi luka. Sasuke tidak terlalu parah, tapi Naruto...

Naruto... Oh! God!

"Sasuke...kau...tidak mungkin, kan?" Terbata-bata dengan pertanyaannya sendiri, Kakashi tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Kejadian di atap rumah sakit kembali diingatnya. Waktu itu, untung sempat ia cegah, tapi saat ini... Dia terlambat.

"Saat ini bukan waktu yang tepat. Naruto... Konoha..." Oke, memang saat ini bukan waktu yang tepat. Penjelasan bisa di belakang. Yang terpenting adalah membawa Naruto secepatnya menemui Hokage-sama, sebelum terlambat.

"Baiklah, Sasuke. Serahkan Naruto kepadaku, biar aku yang membawa- Ara?" Lenyap. Si pemuda raven itu sudah terlebih dahulu mendahuluinya.

Dan seorang Hatake Kakashi akhirnya bergerak menyusul kedua muridnya setelah mengumpat dalam hati karena diacuhkan dan ditinggalkan oleh muridnya sendiri.

.

.

.

.

.

Naruto...hanya kau...

Hanya kau, Naruto...

Kau... Kau tak boleh pergi, bodoh...

Sasuke menggendong Naruto di punggungnya, berlari secepat mungkin untuk mencapai gerbang Konoha. Dia tak peduli dengan darah Naruto yang merembes di baju belakangnya. Sama sekali tak peduli.

Jantungnya berdetak dengan sangat kencang. Hatinya risih, gelisah. Dia tak dapat berpikir dengan jernih, bahkan untuk berpikir saja sekarang ini mungkin tak bisa. Satu hal yang ada di pikirannya cuma keselamatan si gadis bodoh itu. Naruto.

Kepala si gadis pirang bersandar di bahu kanannya. Peluh, air mata, dan darah menghiasi wajahnya. Kedua tangannya dilingkarkan ke sekeliling leher Sasuke agar tak jatuh. Sekali-sekali ia melirik sebelah kanannya, mengecek keadaan gadis yang ada di punggungnya.

Ia berlari dan terus berlari, tak menghiraukan luka yang bersarang di tubuhnya sendiri. Namun si pemuda raven itu tiba-tiba saja melambatkan langkahnya, lalu diam. Ia berhenti, stop dead in tracks. Dipaksakan suara yang menyangkut di lehernya, memanggil nama sang gadis dengan pelan.

"...Naruto?" Tidak ada jawaban.

Selama ia berlari, Sasuke bisa merasakan nafas Naruto yang menyentuh kulit pipinya selama ia bersandar di atas bahunya. Namun kini, udara -nafas yang pelan itu tak menyentuh pipinya lagi, seakan telah hilang. Berhenti.

"Dobe? Hei...Jangan bercanda kau-" Perkataan si pemuda raven itu terhenti, ketika merasakan tangan si gadis yang memeluk lehernya jatuh ke samping.

Di saat itulah ia merasakan ketakutan yang selama ini tak pernah dirasakannya, melebihi ketakutan yang dirasakannya ketika melihat kakaknya sendiri membantai seluruh klannya.

Jantungnya terasa berhenti, napasnya seperti tercekat di tenggorokannya. Dia seakan lupa caranya untuk bernapas.

"Na...ruto?"

"..." Masih tak ada jawaban.

.

.

.

.

.

.

.

TO BE CONTINUED


A/N: Fiuhh… Mungkin banyak yang nyadar kalau judul fic ini diambil dari lagu Halcali: Long Kiss Goodbye. Soalnya, saya rasa isi lagu Halcali bener-bener cocok untuk keseluruhan fic ini, jadi saya pinjem judul lagunya, hahaha^^ Oke, sebenarnya saya baru pertama kali nulis fic di fandom Naruto. Saya aslinya author tetangga yang lagi ngelirik fic Naruto, terutama yang pairingnya sasufem!naru dan gaafem!naru. Berhubung tangan lagi gatel dan banyak inspirasi plus lagi liburan, saya coba buat fic ini. Gimana, readers? Bagus gak? Hahaha… Semoga memuaskan, ya!

Finally, PLEASE REVIEW! NO FLAME PLEASE, THANK YOU^^ AND SEE YOU AGAIN IN THE NEXT CHAPTER!

Sincerely,

Austine Sophie

Long Kiss Goodbye