Title : Parent In Law

Author : Minhyan-chan

Pairing : Yunjae

Legh : 1 of 2

Ratting : PG-17

Genre : Drama – Yaoi – NC (maybe)

Cast :

- Jung Yunho

- Kim Jaejoong

- Etc

Ok, Happy reading all. . .

"Junsu-ah, apa yang harus ku lakukan?" tanya Jaejoong pada Junsu.

Junsu tak menggubris. Ia malah merebahkan diri di kasur, lalu menutupi seluruh dirinya dengan selimut. Ia bosan, pertanyataan Jaejoong – Hyung-nya itu bukan pertanyaan pertama, namun pertanyaan berulang yang entah sudah berapa kali.

"Junsu-ssi!" Jaejoong berseru dengan kekesalannya kali ini. Ia tak terima diacuhkan adiknya itu.

"Hyung, ini sudah jam 12 malam. Aku ingin tidur," sahut Junsu, dengan tetap bersembunyi di balik selimut.

Jaejoong menghampiri ke pinggir tempat tidur. Dengan kasar ia menyibak selimut yang menutupi tubuh Junsu. Junsu yang sebenarnya juga kesal, menjadi semakin kesal saja.

"AKU INGIN TIDUR, KIM JAEJOONG-SSI. TANYAKAN SAJA PERTANYAAN-PERTANYAAN BODOH ITU PADA SUAMIMU ITU!" teriak Junsu, emosi tak bisa terlakkan lagi. Dan kebiasaan Kim bersaudara ini saat bertengkar memang unik dan konyol, salah satunya dengan saling memanggil formal pada lawan bicaranya.

Jaejoong seketika berhenti dengan emosinya. Ia mendadak jadi agak takut pada Junsu. Mata Junsu memang cukup jelas sedang dipenuhi kekesalan. Yang Jaejoong sangat sadari itu karena dirinya – pertanyaan-pertanyaannya yang menyebalkan. Ia dari tadi terus menanyakan hal sama pada Junsu, dan seolah ia tak bisa puas dengan jawaban adik lelakinya itu. Ia bertanya dan terus bertanya sebenarnya untuk melarikan diri dari perasaanya yang sedang tak karuan. Bayangkan! Ia akan bertemu keluarga Yunho atau lebih tepatnya calon mertuanya, BESOK!

Jaejoong sebetulnya sudah menolak karena merasa belum siap, namun Yunho terus mendesaknya. Ia jadi tak banyak pilihan.

Dulu, Yunho adalah bos di restoran tempat Jaejoong bekerja part-time sepulang sekolah. Setengah tahun kemudian atau bersamaan dengan Jaejoong masuk Universitas, Yunho menyatakan perasaannya pada Jaejoong. Dan tahun ini merupakan tahun ketiga Yunho dan Jaejoong berpacaran, tapi Jaejoong sekalipun belum pernah bertemu dengan keluarga Yunho. Padahal Yunho sudah sangat sering menginap di rumah Jaejoong.

"Junsu-ah… Dolpin sayang…." Jaejoong belum menyerah juga pada Junsu. Ia masih sangat berharap adiknya itu mau memberinya satu dua buah saran tentang apa yang harus dia perbuat besok. Ia lalu berpura-pura tersenyum sangat manis pada Junsu.

Bukannya mendapat respon, justru pengacuhan yang kedua kali harus Jaejoong terima.

Dengan kasar, Junsu menarik selimutnya kembali dan kembali menyembunyikan diri di sana, tanpa melihat Jaejoong.

Jaejoong merasa tidak terima kali ini. Tanpa diduga Junsu, secara tiba-tiba Jaejoong beralih menarik bantal yang digunakan Junsu untuk tidur.

Buk~

"Aw!"pekik Junsu, agak terkejut. Seketika ia terduduk, lalu melihat serius pada Jaejoong.

Seolah membalas acuhan Junsu sebelumnya. Tanpa melihat pada Junsu, ia berjalan keluar kamar Junsu masih dengan memeluk bantal Junsu.

Klek~

Buk~

"Jaejoong hyung, kau sangat menyebalkan!" teriak Junsu, dengan melemparkan gulingnya arah pintu sesaat setelah Jaejoong menutup pintu tersebut.

Jaejoong membanting tubunhya ranjang size kesayangannya, setelah ia berhasil mengacaukan Junsu. Tangan kirinya meraih ponsel di nakas yang tak terlalu jauh dari posisinya.

Jaejoong mencari-cari kontak Yunho, kemudian men-dial-nya.

Tut~~~

Beberapa detik kemudian sambungan tersebut pun tersambung, namun cukup lama menunggu malah suara operator yang menjawab sambungan Jaejoong.

"Shit!" umpat Jaejoong. Ia lalu mengulangi men-dial nomor Yunho.

Tu~

'Yob~"

"YAK! JUNG YUNGHO! KAU SEDANG DIMANA! KENAPA KAU TAK MENJAWAB TELPONKU!"teriak Jaejoong langsung terduduk.

"Jaejoong-ah, jangan berteriak." suara Yunho terdengar lemah dari balik telpon. Namun Jaejoong tak memperdulikannya.

Jaejoong memang selalu jengkel setiap kali Yunho lambat dalam membalas sms atau menerima telpon darinya. Entah kenapa.

"Jangan memerintahku. Jawab saja pertnyaanku!"

"Kau menelponku saat para manusia sedang tidur. Ada apa, Jaejoongie?" tanya Yunho, sekarang suaranya sudah terdengar normal. Mungkin pezzle-puzzle kesadarannya telah terkumpul.

Pertanyaan tenang Yunho, sedikit menekan emosi Jaejoong kembali ke alam bawah sadar. Jaejoong menarik nafas panjang, menenangkan dirinya.

"Yunho-ah," panggil Jaejoong, kemudian dengan manja.

"Hmm…."

"Tidak bisakah aku bertemu keluargamu kapan-kapan saja?" Jaejoong bertanya dengan agak taku-takut. Pertanyaan ini memang sensitif untuk Yunho. Yunho sudah berkali-kali meminta dan berkali-kali pula Jaejoong menolak. Dan sekarang, Yunho merasa sudah cukup toleransi dan pengertiannya. Ia benar-benar tidak mau mendengar kata 'belum siap' dari bibir kekasih cantiknya tersebut.

"Mau sampai kapan kau akan menundanya lagi, Kim Jaejoong." Suara Yunho meninggi kali ini, seperti yang Jaejoong duga. Sekali lagi, pembahasan ini memang sensitif bagi hubungan mereka berdua.

"Tapi aku gugup sekali, Yunnie." Jaejoong berusaha menjaga ketenangannya. Ia tak mau lagi pembahasan ini berlanjut dalam pertengkaran, seperti yang sebelum-sebelumnya – karena mereka sama-sama emosi.

"Jangan gubris perasaan bodohmu itu. Ji Hye adikku saja sudah mengenalkan pacarnya pada kami, dan sebentar lagi mereka bertunangan. Sedangkan aku, sebagi kakak lelaki 26 tahun yang sudah pantas menikah, masih belum terlihat menggandeng seseorang? Dimana harga diriku sebagai lelaki tertua keluarga Jung? Ayah-ibuku memperkanalkan ku pada anak perempuan sahabat-sahabat mereka. Aku tidak bodoh, Jae. Aku mengerti maksud kedua orangtuaku. Aku mencintaimu, Kim Jaejoong. Aku ingin kau yang menjadi istriku, Jae, bukan mereka."

Tut~

Jaejoong memutuskan telponnya dengan Yunho.

"Tapi aku takut, Yunnie…" lirih Jaejoong sambil melempar ponselnya.

Dari cerita teman-temannya maupun yang Jaejoong baca di novel-novel dan drama-drama di televisi, mertua itu sangat menyebalkan. Mereka akan menanyai asal-usul, bisa menjadi istri yang baik atau tidak, menyuruh melakukan ini dan itu untuk mengetahui layak atau tidak orang itu menjadi suami atau istri dari anak mereka. Cerewet dan suka membanding-bandingkan dengan mantan-mantan kekasih anak mereka. Jaejoong tidak bisa membayangkan ketika bertemu mertua yang seperti itu.

Bagaimana kalau keluarga Yunho memperlakukan menjengkelkan padanya? Atau paling parah mereka menolaknya? Damn. Jaejoong juga tak mau kehilangan Yunho.

"Ottoke…." Gumam Jaejoong, seraya membenamkan wajahnya pada bantal dan menggerak-gerakkan kakinya seolah sedang memukuli kasur. Ia juga mengindahkan ponselnya yang berdering terus, Jaejoong yakin itu dari Yunho. Setelah mendadak tadi ia memutuskan telepon mereka secara sepihak.

Hulf—

Helaan nafas yang berat dan panjang, terhembus secara estafet dari hidung Jaejoong. Ia masih saja berdiri ditempat yang ia ijak pertama kali setelah turun dari bus. Padahal bus telah pergi sejak beberapa menit yang lalu.

Jaejoong melihat tanpa mengedipkan mata pada pintu masuk sebuah perumahan mewah. Nama perumahan yang tertera di samping pintu masuk perumahan tersebut, persis dengan yang tertera di alamat yang diberikan Yunho pada Jaejoong.

Dengan takut dan langkah yang berat, Jaejoong mulai menggerakkan kakinya – melangkah menuju alamat yang kini di tangannya.

Jaejoong sampai juga pada alamat rumah Yunho setelah berjalan beberapa menit dari pintu gerbang. Rumah yang tampak sederhana dan elegan, membuat Jaejoong terkesima dalam beberapa waktu dengan rumah kekasihnya itu. Ia kemudian tersadar dan tangannya terulur untuk menekan bel di sebelah pintu gerbangnya.

Sret~

Bayangan drama yang kemarin ia tonton mendadak seperti berkelebatan di depannya, tentang ibu mertua yang mengomeli menantunya. Apapun yang dilakukan sang menantu tak pernah benar baginya. Jaejoong jadi menarik kembali tangannya. Ia menggigit bibir bawahnya, jantungnya berdebar tidak nyaman. Ottoke?

"Kim Jaejoong, kau pasti bisa. Faithing!" tegas Jaejoong dengan suara pelan dan mengepalkan tangannya. Menyemangati dirinya sendiri. Ia berusaha tak menggubris perasaan-perasaan negatif yang memenuhi dirinya dan yang membuatnya takut tersebut.

Jaejoong kembali mencoba untuk yang kedua kali. Tanggan kanannya ia ulurkan menyentuh bel. Nyaris ia akan menekannya, ucapan Yunho tentang Tuan dan Nyonya Jung yang hendak menjodohkan Yunho dengan anak sahabat mereka, terngingang kembali. Sejenak Jaejoong menunda untuk menekan bel.

Jaejoong malah jadi berpikiran yang macam-macam. Bagaimana kalau wanita-wanita pilihan orang tua Yunho lebih cantik dari dirinya? Lebih pintar, lebih seksi, dan menantu idaman pasangan Jung tersebut. Oh, What the…!

Sret~

Untuk kedua kali Jaejoong mengurungkan niatnya untuk menekan bel. Ia menghela nafas berat lalu menggigiti jemarinya sambil tanpa ia sadari ia mondar-mandir di depan rumah Yunho.

Jaejoong terus berpikir dan mempertimbangkan. Ia berusaha untuk berani, namun itu tak semudah kata para motivator. Yang sangat gampang mengucapkan 'kamu harus berani, berani!', namun memunculkan barani itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Keberanian tidak bisa muncul dalam sekejap.

"Yunho-ah, aku sangat mencintaimu. Tapi aku benar-benar belum siap. Mianhae." Dengan menyesal sekali, Jaejoong memutuskan tidak jadi berkunjung hari ini. Ia pun berbalik badan dan berjalan menyusuri kembali sepenjang jalan masuk perumahan ini – untuk keluar.

Namun ketika kakinya menjangkau pintu gerbang perumahan, tiba-tiba ia jadi terpikir kembali, kalau ia tidak datang, bisa jadi orangtua Yunho benar-benar akan menjodohkan Yunho. Ia akan kehilangan Yunho. Oh, tentu saja Jaejoong tidak mau itu terjadi.

"Junsu-ah, bantu aku," lirih Jaejoong, kembali dengan kebimbangannya.

~TBC~

Maaf ya kalau banyak typo, ini buru2, ngetik n post numpang di lappy temen kekekke