=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=

Hate Haze Writerblock

Story © Necro Antharez / Nekuro Yamikawa

Vocaloid © YAMAHA, Crypton Future Media & joined companies

Genre : Fantasy / (Undetermined yet)

Rate : T

.

.

.

=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;

"Hei, Kurone, dia sudah berada tepat di belakangmu." Bisik sesorang yang baru saja melesat mendahuluiku. Senyuman mengejek melengkung lebar di bibirnya, dan rambut yang berkibar kemana-mana sempat menampar-nampar wajahku ─kurang ajar. Menaikkan beberapa digit angka di speedometer khayalku, aku pun menambah lagi kelajuan yang membawaku bergerak cepat untuk bisa menyusul sekaligus memperbaiki posisiku di jalur kami.

Jika kalian mengira ini adalah adu balap liar, maka aku akan berkata bahwa sebagian dari asumsi itu adalah benar. Hanya saja, cuma dua posisi aman di sini, yaitu satu dan dua. Peraturannya sederhana, jangan pernah memberikan posisimu pada posisi bernomor urut tiga di belakangmu. Karena dia…

"Berhenti kalian! Aku akan mencekik kalian berdua!" oh maaf, aku masih ingin hidup lebih lama.

Berada pada jarak lima meter di belakangku, seorang gadis berkuncir dua berpenampilan ala Diva dunia maya menjejakkan kaki-kakinya sambil meneriakkan kalimat ancaman. Urat membentuk empat sudut siku-siku menyembul di dahi, tangan yang terkepal berayun mengikuti langkah kaki, dan pastinya, semua hal tersebut semakin memacuku untuk menjauh semampu yang ku dapat.

Namanya Hatsune Miku. Dia gadis cerewet, manja, mudah marah, suka memerintah dan tidak lupa, pembawa sial yang diutus oleh raja neraka. Kau lihat dua kuncir yang berkibar-kibar di kepalanya seperti kaki-kaki gurita? gadis bernuansa turquoise itu saat ini adalah makhluk yang harus kau hindari apapun taruhannya di dalam adu balap liar ini jika kau tidak ingin berakhir di atas pembaringan.

Rekanku berkata bahwa dia asli dan nyata. Namun melihat sikap anarkis serta diktatoris sejak aku berjumpa dengannya, meski dia nyata sekalipun, sebagian dari diriku sulit untuk percaya. Ayolah, Miku yang ku tahu begitu anggun dan menawan, bahkan dia bisa bertingkah manis dan menggemaskan. Tapi, terlepas dari kemiripannya dengan Miku asli yang begitu presisi, mengapa Miku yang satu ini begitu jauh dari impianku? Awalku bertemu dengannya, dia sudah memanggilku mesum tanpa sebab dan alasan logis. Memukul serta menampar wajahku. Menggeser sendi pergelangan tanganku, bahkan menyeretku entah berapa kilometer saat ku tak sadarkan diri. Dan yang terparah adalah mulutnya yang tidak bisa diam seperti ikan koi. Anehnya, beragam cedera yang kuterima tersebut seolah bukan apa-apa ─layaknya karakter utama di dalam cerita Light Novel, Anime atau Manga yang tubuhnya tidak mudah pecah belah meski nasib buruk datang bergilir menghampirinya.

Setelah berjuang sekuat tenaga, Beelz yang memimpin di depan akhirnya bisa ku susul juga. Meluncur di tanah sekaligus memutar arah di saat yang sama ketika berkelok, kini aku menyamakan langkah di sampingnya. Tanpa menghiraukan senyuman yang akhir-akhir ini sering ku jumpai di wajahnya, aku pun mulai menanyakan sesuatu. "Di hutan tadi, kau berkata bahwa 'rute cerita ini telah berubah', apa maksudmu?"

Masih berlari dari kejaran Miku di belakang kami, laki-laki berambut gondrong ini tersenyum begitu mendengar pertanyaanku. Jika dia mengira aku tidak bisa menangkap gumamannya waktu itu, maka dia salah menilaiku. Aku masih bisa merekam jelas suara gurauannya setelah dia menerima sambaran jupitel Thunder sebelumnya.

Tanpa mengalihkan perhatian dari rute kami yang entah kenapa hanya berputar-putar saja mengelilingi ayunan, perosotan, kotak pasir dan jungkat-jungkit, ku menanti jawaban yang akan dia berikan.

"Itu karena kau tidak meyakini bahwa mimpimu telah terpenuhi." Ucapnya.

Dalam hati aku menggaruk-garuk kepala, tidak memahami setitik pun dari perkataannya. "Miku yang ada di sini adalah manifestasi dari segenap hal yang kau sukai darinya dan mengendap di dalam alam bawah sadarmu." Jangan bercanda, aku sama sekali tidak pernah memimpikan Miku adalah karakter tsundere atau semacamnya! "Ya, kau pernah. Ah, lebih tepatnya, kau memilih agar gadis ini bersifat demikian daripada menjadi seorang gadis cantik biasa yang akan bermanis manja padamu."

Eh?

"Apa aku perlu menjelaskan lebih detail?" Beelz menghela napas sejenak. "Itu karena kau masih menganggap bahwa kau dan Miku masih berada di jarak berjuta tahun cahaya. Dan bukan hanya itu saja, di sudut hatimu, kau ragu dan takut pada cercaan yang akan kau terima. Kau mengerti bukan? Hatsune Miku menjadi idola karena tidak hanya kau saja yang menyukainya. Memilikinya untukmu sendiri, bukankah itu adalah hal yang egois?"

Pikiranku kosong untuk sejenak. Apa yang Beelz ucapkan sepenuhnya tepat sasaran ─bukan hal mengejutkan jika mengingat dia adalah belahan dari sebagian diriku. Itulah alasan yang tak bisa ku ungkapkan dengan mulutku sendiri ─kenapa aku selalu membantah bahwa dia benar-benar Miku, meski berapa-kalipun Beelz berkata asli bahkan gadis itu membuktikannya sendiri di depan kedua mataku. Aku masih memendam rasa takut dan keraguan. Aku masih memandang dia sebagai bintang terang di antara gugus Virgis yang tak kan bisa ku gapai meski seumpama aku mampu melewati batas hukum kecepatan cahaya dan menggugurkan teori Enstein di dalam prosesnya.

"Terlalu cepat untuk patah semangat, Kurone." perkataan Beelz barusan tiba-tiba membuatku tersentak. "kondisimu sekarang inilah, hal yang tak kau sadari telah membuat Morroc bisa datang kemari dan mengacaukan dunia yang kau ciptakan. Ikatan hatimu dengan game yang dulu pernah kau mainkan begitu kuat." Alisku berkerut mendengar kelanjutan kalimat yang dia ucapkan, "Karena di sanalah tempatmu pertama kali merasakan bahwa kau bukanlah satu-satunya anak aneh yang terlena oleh dunia game. Di sana kau bertemu orang-orang dari belahan bumi lain dalam rupa avatar berbagai profesi. Kau tidak harus duduk di samping mereka, namun kau bisa bercengkerama dan bercanda sembari menjelajahi dunia yang disuguhkan di dalamnya."

Ya, itu juga benar. Meski game itu sekarang tampak rusak di mataku, kenangan yang ku miliki tidak akan pernah sirna. Aku masih mengingat asyiknya chatting bersama. Bergaya dan bergurau di ibu kota Rune Midgard. Mengoleksi screenshot. Menjalani quest arc serta mengikuti skenario cerita di baliknya. Di kejar monster kuat ramai-ramai sebelum tewas dan kembali ke tempat simpan posisi. Masih banyak lagi.

"Tapi Rune Midgard bagiku tidak seindah dulu lagi." ku bergumam menerawang ujung jalan di mana ku berlari. Konflik antar guild, third party program, kasus hack, penipuan, semua itu mengapung-ngapung dari beberapa kepingan ingatanku. "Bahkan teman terakhir yang ku miliki hanya sekedar pet yang sampai saat ini menemaniku di dunia maya."

Sebuah senyum simpul terbentuk di wajah lelaki tinggi di sampingku ini, "Jika aku adalah diriku sendiri, mungkin aku akan berpikir lain. Namun, karena aku terlahir dari imajinasi mu yang tak rela kehilangan dunia itu, maka, terima kasih karena kau selalu membawaku kemanapun kau pergi." Ucapnya kemudian ─ah, bukan, itu adalah ucapanku yang ingin ku dengar dari mulutnya.

"Tapi, justru karena itu pula, Kurone, para prince yang turut tercipta dari bibit-bibit khayalanmu yang tak terpenuhi di dunia tersebut ikut terseret kemari." Sorot mata Beelz tiba-tiba berubah dingin dan tajam. "mereka memiliki peran sebagai antagonis, namun hampir tak satu kali pun kau pernah menuangkannya di dalam cerita yang kau buat. Dan di sini, dunia di mana imajinasi terliarmu berkobar memberi wujud dan warna, mereka pun menampakkan diri demi memenuhi 'peran' yang kau berikan pada mereka."

Jadi begitu, dunia ini adalah salah satu lansekap imajinasiku. Itukah kenapa aku merasa berbeda dan hal yang begitu sukar ku cerna bermunculan dari berbagai arah? "Di sini, berbeda dengan mimpi yang bisa kau ubah hanya dengan memfokuskan konsentrasi. Semua peran telah terbagi, berbagai rute telah tersusun sesuai pilihan yang kau buat. Kau memang tak bisa mengingatnya, tetapi kau telah men-setting-ku sebagai penunjuk arah sebelum dunia ini tercipta."

"Lalu, tentang rute cerita yang berubah?"

"Tujuan awalmu adalah Hatsune Miku, namun karena para prince telah datang kemari, bersiaplah menghadapi beberapa bagian pertempuran yang akan melibatkanmu beserta gadis itu dan rekan-rekannya yang bisa muncul kapan saja. Untuk bagian ending, itu semua di luar kuasaku." Ya, aku paham. Cerita dengan Alternate Ending.

"Lalu, apa yang harus ku lakukan sekarang?"

"Jalani keseharianmu seperti biasa sesuai setting yang ada."

"Seperti?"

"Jinakkan si gadis hijau aqua berkuncir dua."

Gunakan bahasa yang lebih baik, Beelz. Aku memang berpikir Miku di sini begitu buas, tapi bagaimana pun, kalimat itu terdengar tak pantas bagiku untuk mengalamatkannya pada perempuan. Dasar mesum! Oh ya, ngomong-ngomong, aku sama sekali tidak merasakan tusukan dari sorot mata pembunuh di balik punggungku. Bahkan tanpa sadar, kami berdua sekarang malah berjalan santai beriringan. Beelz melipat tangan di balik kepalanya dan bersiul-siul, yang mana membuatku semakin kikuk dibuatnya. Aku pun menoleh ke belakang dan mencari-cari si gadis berkuncir dua yang sempat mengejar kami seperti anjing gila.

Hingga akhirnya aku menangkap suara seperti batu kecil dilempar ke kolam air dari telingaku. Rupanya, Miku kembali mengutak-atik notebook ku di bangku yang tadi kami duduki. Bahkan aku bisa mengamatinya dari jauh ─yang mana begitu khidmat memainkan game "Plant vs Zombie" tanpa peduli padaku yang sekarang tampak seperti pasangan Homo di samping Beelze.

"Oh, kau baru sadar ya? Sudah sepuluh menit yang lalu dia menyibukkan diri di sana." Kurang ajar! Mengapa kau tidak bilang?! "Ku pikir kau menikmati waktumu bersamaku, jadi aku diam saja." Perkataanmu itu terdengar seolah kita benar-benar ? apa yang barusan kupikirkan? Aku masih waras! "Katakan itu sekali lagi setelah mengonsumsi cerita shonen-ai tiga sampai lima jam sehari. Karena selama ini aku terkadang mencium gelagat ganjil dari pola elektrik syaraf otak yang berbeda di kepalamu." Kau pikir aku akan mengikuti saranmu?!

"Tenang saja, seperti apapun kau jadinya, aku akan selalu berada di pihakmu." Menjauh dariku! Kau menjijikkan!

Apakah ini adalah salah satu dari sekian perubahan rute cerita yang dia bicarakan? Hal abstrak terselubung di balik serangkaian kejadian tak masuk akal? Jika memang demikian, maka aku harus segera menjernihkan pikiranku. Segala hal di sini berjalan berdasar pola pikirku. Jangan sampai gegabah, aku tidak ingin sebuah ending di mana aku harus menikah dengannya, itu jauh lebih buruk daripada dihajar seratus kopi Miku dari dunia ini.

Melangkah penuh kesal, aku pun berjalan menghampiri Miku yang sekarang bersungut akibat kemunculan zombie raksasa di sudut kanan layar LED merangsek maju dari bagian yang kekurangan perlindungan.

"Oh, kalian sudah selesai bermesraan?" sahutnya tanpa menoleh sedikitpun begitu dia merasakan kehadiranku di dekatnya. Jemari lentiknya masih sibuk menggerakkan pointer untuk mengumpulkan bulatan-bulatan matahari yang berjatuhan sekaligus menyusun kembali tanaman-tanaman yang rata tergilas zombie barusan.

Diam kau! Aku masih berusaha mengheningkan cipta sampai detik ini. Mainkan saja game yang ada dan biarkan aku sendirian. Aku tidak habis pikir, dari mana hasutan sesat semacam tadi merasuk kemari.

Meraih sebuah kaleng utuh yang tersisa, aku tenggak seluruh isinya untuk membantuku agar lebih mudah mengendalikan isi kepalaku ─yah, semoga saja.

"Hei Kurone," sela Beelz dari balik punggungku. Dia menyisingkan lengan baju tangan kirinya untuk melihat waktu yang tertera di sebuah arloji yang melingkar di sana. "bukankah kita harus pulang sekarang? Sudah pukul lima sore, kau tidak ingin membuat Hikari mengamuk lagi, kan?" sambungnya.

Eh? Hikari? Siapa dia?

Coba ku ingat-ingat. Selain para prince, aku juga pernah membuat original character lainnya. Satu-satunya yang bernama Hikari adalah seorang Soul Linker perempuan yang dulu menjadi saudara angkat sang Star Gladiator. Mereka memiliki hubungan khusus terlepas status mereka saat itu. Dalam konsep cerita sebelumnya, Star Gladiator adalah seorang Yatim Piatu. Dia diasuh dan dibesarkan oleh keluarga Shiroishino sejak umur mereka lima tahun, sebelum akhirnya mengembara di usia remaja mengikuti tata adat sekitar.

Apa?! Jadi dia juga ada di sini?

Terakhir kali aku mendeskripsikan karakternya adalah dia gadis ceria dan sedikit tsundere. Mungkin tidak separah Miku, tapi tetap saja dia memiliki sikap manja. Terlalu lama tidak mengembangkan kepribadiannya, aku mulai khawatir dengan kemajuan yang ada padanya saat ini. Apalagi mendengar peringatan Beelze barusan. Mengamuk adalah hal yang paling tidak ingin dihadapi laki-laki sepertiku dari para kaum perempuan.

"Oh, jadi begitu, baiklah." Jawabku sembari mencoba mengendalikan suaraku yang sedikit bergetar akibat membayangkan bagaimana situasi di rumah nantinya.

Kembali menatap Miku, aku pun menekan tombol power. Memadamkan sumber tenaga perangkat elektronik pribadiku sekaligus mengakhiri permainan yang gadis itu nikmati di sana.

"Hei! Apa yang kau lakukan?! Aku hampir memenangkan level tadi!" protesnya tanpa menoleh dari layar yang padam tiba-tiba. Gadis itu kemudian membuang tatapan tak suka padaku. Dan karena ku pikir masalah antara kami sebelumnya sudah tuntas, aku sama sekali tak merasakan takut atau gentar menghadapi kerut-kerut di antara alis yang menjorok turun ke pangkal hidungnya.

Ku julurkan tanganku dan melipat notebook yang dia pangku, meraih tas selempang berwarna abu-abu dan memasukkannya ke dalam sana. Miku terbengong di tempat duduknya.

"Maaf, tapi hari sudah petang. Aku tak punya waktu bermain-main lagi denganmu." Aku berkata sesuai fakta.

"La-lalu bagaimana denganku?!" Dia mengerjab-ngerjab ─menyadari posisinya setelah ini.

Gadis ini kabur dari rumah dan bersikeras tak mau kembali. Mendapati kondisinya yang sempat dehidrasi di bawah sinar matahari, bisa diasumsikan sejak awal dia tidak membawa sepeser uang sama sekali. Terima kasih, Miku, karena kau, kini aku begitu yakin bahwa berjalan-jalan dengan seorang wanita sama dengan menyerahkan isi dompetmu secara suka rela.

"Aku tak punya rumah untuk kembali. Hiks…" argh! Berhenti merengek! Jangan berkata seolah kau tuna wisma atau korban yang berhasil kabur dari aksi kejahatan perdagangan manusia!

"Kau pernah bilang bahwa kau tinggal bersama kakekmu, kan?" Ku berkata setelah berhasil menenangkan diri. Aku sudah lelah beradu suara dengannya. Kau tahu, Hatsune Miku adalah salah satu Vocaloid pemilik nada tertinggi. Menantangnya berteriak sama saja kau mempertaruhkan kotak suaramu. Jika sekedar sakit tenggorokan, bukan masalah. Tapi sampai suara mu hilang untuk beberapa hari, hal itu lebih menyiksa.

"Tapi itu sebelas jam yang lalu!" Lalu kenapa?! "Aku sudah memutuskan kalau aku tidak akan pulang!"

Salah satu alisku naik berkedut-kedut. Apa kau benar-benar ingin ku ikat menggunakan selotip, ku masukkan ke dalam kardus, lalu ku geletakkan di depan kantor polisi? Aku sudah tidak terlalu mempermasalahkan tentang tuduhan penculikan sebelumnya setelah berjumpa dengan Morroc yang jauh lebih berpotensi mencelakakanku. Jadi dengan kata lain, kau bebas pergi sesuka hatimu. Cari orang lain saja!

Miku memainkan kedua ujung jari telunjuknya. "A-aku tersesat." Jawabnya sembari memalingkan muka dan memanyunkan bibir.

"Kau…!" Jika memang tersesat, mengapa tadi tidak ikut pulang bersama lima orang yang bersusah payah mencarimu?! Kau membuatku merasa benar-benar menjadi penculik sampai ke tulang-tulangku!

"Dan… bukannya pulang malam sendirian itu berbahaya untuk gadis remaja cantik dan manis sepertiku?" dia berbalik, sekaligus memasang wajah anak kucing terlantar. Bisa ku lihat kelap-kelip bintang bersinar di kedua mata dan melumer hingga ke seluruh wajah.

Gawat! Moe attack yang terlalu menyilaukan! Jika aku tidak melakukan perlawanan, dia akan menghipnotisku menggunakan teknik paling legendaris nan mematikan tersebut. Berpikirlah, berpikir!

Oh ya!

Memejam mata rapat-rapat, menghela napas dalam-dalam. Hatsune Miku, bersiaplah, Ini adalah teknik penangkal jutsu tersebut yang ku ciptakan setelah melalui latihan keras menahan diri di depan foto-foto manismu yang tersebar dari DA hingga pixiv.

Anti-Moe no Jutsu! Ku buka mataku!

"uuu…"

"…" Teknik ini berpusat pada sejauh apa ku mampu membelokkan pesan visual yang terkirim ke otakku dan mensugestikan diri.

"uuu…"

"…"Aku harus memandangnya lekat-lekat dan memasang tatapan setajam elang. Lalu di saat yang bersamaan, membayangkan hal lain.

"uuu…"

"…" tetapi… si-sialan, kekuatannya jauh berbeda dengan yang pernah ku lawan selama ini. Bertahan! Bertahanlah!

"Hei, Kurone, keringatmu banyak sekali." Diam kau Beelz, aku juga tahu.

"Nyan…!" A-apa?!

Tidak!

Aku benar-benar salah menilainya. Lawanku selama ini tak pernah bersuara seperti itu, itu terlalu moe. Bahkan, jantungku sampai hampir kehilangan iramanya. Itu sangat mengejutkan. Sejak tadi dia hanya menunjukkan sisi arogan, tapi tak ku sangka kalau teknik Moe Attack yang dia kuasai berlevel setinggi ini. Sampai-sampai aku tidak bisa menghapusnya dari kepalaku meski kedua mata ku pejamkan berkali-kali.

Perlahan-lahan, ku bisa merasakan otot-ototku melemas dan cara berdiriku tak jauh berbeda seperti orang tiga hari tak makan.

"Fu fu fu… apa yang diajarkan SeeU chan benar-benar tidak mengenal siapa targetku." gadis ini tertawa menyembunyikan bibirnya yang membentuk angka tiga telentang. Oh, rupanya si rubah pirang dari Korea yang melatihnya. Sialan. Tapi, satu hal melintas di kepalaku, bagaimana Kaito bisa mentralisir efeknya?

"Itu karena hatinya dalam kondisi terkunci." Oh, terima kasih untuk infonya Beelz. Tapi, bisakah kau menolongku sekarang?

"Sebenarnya, aku ragu untuk menggunakannya." Miku menghela napasnya, ekspresi wajahnya kembali ke bentuk semula. "bocah laki-laki memiliki reaksi yang berbeda-beda. Mereka bisa saja mencubit pipiku, memelukku gemas, bahkan mungkin lebih jauh lagi." tubuhnya mulai bergidik, entah dia membayangkan apa di kepalanya. Hei, Jika kau tahu bahwa terdapat kemungkinan seperti itu, lalu mengapa sekarang kau memberikannya padaku?! "tapi, setelah seharian ini bersamamu, ku rasa tidak ada efek samping yang perlu ku khawatirkan." Kau berkata seolah kau membaca buku yang terbuka.

Beelz, katakan padaku, apakah aku sebegitu polosnya?

"Tidak, tapi sebuah rute baru saja berubah."

=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=

Berjalan menyusuri rute yang ku tempuh sebelum datang ke taman bermain di kala matahari terbenam, gadis bernama Hatsune Miku ─asli, bukan rekayasa─ kini ku gendong di punggungku seperti saat ku berlari kabur dari lima orang Vocaloid lain yang mencarinya. Sulit dipercaya, tapi begitulah realita yang sedang berputar di sekelilingku. Jika orang lain yang mengalaminya, mungkin saja mereka akan merasa terbang hingga ke lapisan terluar atmosfer. Namun karena ini adalah aku, sesusah payah apa pun aku berusaha untuk percaya, sebuah kotak keraguan yang memenjarakanku telah memisahkanku dari sensasi euphoria.

Aku masih berpikir bahwa Miku asli adalah dia yang tinggal di lain dunia. Sekali dia menjejakkan diri keluar dari bingkai tersebut, maka dia bukan lagi asli. Melainkan imitasi. Itu kenapa otakku mengganggap gadis ini adalah cosplayer ketika mencermati ciri-ciri fisik yang ada, ketimbang memanjakanku dengan pernyataan yang paling ku inginkan.

Menyandarkan kepala yang berat di pundak kiriku, ku bisa melihat manik turquoise yang terpejam ─bersembunyi di balik selaput daging karena kelelahan. Alasan dia berada di punggungku adalah karena kakinya terkilir saat mengejarku ─serta Beelz yang sengaja memancing temperamennya. Itu juga mengapa dia beralih ke notebook yang ku geletakkan sebelumnya.

Sepuluh jari yang sebelumnya hanya mengait di kedua ujung pundakku ─bahkan masih sempat-sempatnya menjambak dan mencubit serta menunjuk-nunjuk jalan di depanku sembari memerintah dan tertawa nista─, sekarang melilit leherku. Tubuhku sedikit membungkuk agar dia tidak merosot. Beban tubuhnya sendiri pun ku tumpu melalui lengan yang menjepit kedua kakinya ─alasan dia menjambak dan mencubitku seperti kera sebelumnya adalah karena aku mengaitkan kedua tanganku satu sama lainnya sehingga dia menuduh bahwa aku mencuri kesempatan untuk memegang bokongnya.

Gadis yang merepotkan.

Menikmati perjalanan dalam keheningan bersama pet atau familiar di sampingku, ku amati jejeran deret rumah di samping kanan dan kiri menuju kediaman kami. Ya, gadis ini memaksa ku untuk membawanya pulang dengan menggunakan wajah kucing garong yang dia punya ─tidak ada istilah lain yang lebih pantas mengingat cara dia memohon seperti itu sangatlah curang. Kau menyerang kelemahanku!

Mengoreksi satu-persatu rumah dua tingkat berbagai penampilan, sampailah kami di pagar rumah bertuliskan "Shiroishino" di plat yang tertempel di sana. Aku sama sekali tidak mengingat bahwa rumah ini adalah titik pertama ku menjejakkan kaki keluar, tetapi anggukan Beelz ketika aku menunjukkan keraguanku padanya, membuatku mau tak mau melewati pagar, memencet bel pintu, lalu masuk dan mengucap permisi. Ya, tidak perlu menunggu, ini adalah rumah yang ku tinggali.

Awal ku masuk, tata letak ruangnya terasa sangat asing namun familiar bagiku. Ada rak sepatu di belakang pintu, tempat payung serta dua pasang sandal ganti berbahan bulu.

"Mengapa…"

"Ah, biar ku tebak." Laki-laki ini menyelaku setelah meletakkan sepatu dan mengenakan sandal ganti yang ada. "Mirip di dalam manga dan anime?" Dia berbalik badan padaku kemudian tersenyum melipat kedua tangan di dada. "bukankah model tata ruang khas seperti yang diilustrasikan oleh mangaka jepang adalah kegemaranmu?"

Oh. Baiklah. Lalu di manakah Hikari? Dia pasti mendengar suara bel dan salam ku, bukan? Ah sudahlah, sekarang yang terpenting adalah meletakkan Miku yang tertidur pulas di kursi sofa. Punggungku sudah mengeluh menahan imbuhan beban darinya.

Mengikuti apa yang Beelz lakukan sebelumnya, aku pun berjalan menyusuri lorong. Berbelok ke kiri dan akhirnya menemukan ruang tamu sekaligus ruang keluarga yang ku cari. Ada televisi, sebuah meja bertaplak berhias vas bunga, dua buah kursi tunggal serta satu kursi sofa panjang yang di tata berseberangan antara meja. Bagian tembok di arah jam Sembilan ruangan ini berupa sepasang pintu geser berdaun kaca yang begitu lebar.

"Agak seperti rumah Doraemon." Ku bergumam dan mengernyit.

"Jangan menggerutu, itu salahmu sendiri." Sahut Beelz.

Setelah mengamati sejenak kondisi ruangan ini, aku pun membaringkan Miku di sofa. Meski sedikit lebih pendek dari tinggi gadis ini, setidaknya ukuran kursi ini pas untuk bisa menjadikan sandaran lengan berlapis spons sebagai bantal untuknya. Begitu mendarat di sana, gadis ini sempat menggeliat-geliat menyesuaikan diri.

Selanjutnya, ku rasa selesai. Ku perlu mandi dan membersihkan badan sekaligus mengganti pakaian yang sobek ini dengan yang baru. Tapi…

"Jika kau membiarkannya mengenakan sepatu di atas sofa, gadis itu pasti akan marah." Ku menelan ludahku kuat-kuat mendengar ucapan Beelz barusan. "Apa perlu aku yang melepaskan sepatu-stocking gadis ini untukmu." Ku memutar tubuh dan menatapnya.

"Tapi jangan berpikiran aneh-aneh." tuntutku menekankan.

"Negatif. Itu mustahil." Dia membantah, memicingkan mata. "kau tahu betul itu karena kita sesama laki-laki."

"Jadi, dengan kata lain, kau memaksaku untuk melepas benda itu darinya?!"

"Salah, aku hanya memperingatkanmu saja."

Pakaian yang membungkus kedua kaki gadis ini adalah kombinasi sepatu dan stocking. Artinya, benda ini menutupi kulitnya dari ujung jari kaki sampai ke sebagian paha, ─yang mana sisanya lagi dinaungi oleh rok lipit mini yang dia kenakan. Sial, bagian tersebut adalah lokasi terlarang untuk dijamah. Miku! Mengapa kau menggunakan pakaian yang begitu sukar untuk dilepas?! Err… tidak-tidak! Tidak ada motif lain dalam pernyataanku barusan!

"Lihat, kau terlalu pengecut. Jadi biar aku saja." Seringai lebar terbentuk di wajahnya.

"Hentikan! Kau tampak seperti lolicon yang membuatku begitu gatal untuk menghajarmu." Mengapa situasi ini begitu sukar dipecahkan? Aku sedang tidak mencoba memutus kabel biru dan merah, bukan?

"Kalau begitu, silakan, tuan." Jangan berlagak seperti pelayan membungkuk setelah menghidangkan santapan di meja makan malam! Miku bukan makanan!

Menghalau Beelz dari pandanganku, menggunakan segenap pikiran positif yang bisa ku kumpulkan, aku pun menghampiri si gadis berkuncir dua yang tertidur pulas terbuai mimpi. Menjulurkan kedua tanganku ─gemetar serta hati-hati─ ku coba melepas sepatu tersebut. Namun…

Suara anak perempuan lain yang menjerit di bingkai pintu membuatku berjingkat dan berpaling.

Di sana, aku melihat gadis tinggi semampai tengah berdiri dengan rona merah padam lengkap dengan urat membentuk tanda "+" bermunculan seperti gelembung-gelembung di balik kulit pelipis. Matanya berwarna azure jernih dan rambutnya yang hitam sepunggung masih basah oleh air. Kedua tangannya mencengkeram masing-masing ujung atas dan samping handuk yang melilit tubuhnya.

Gadis yang bisa disetarakan selevel Luka Megurine itu pastilah Shiroishino Hikari, dan kondisinya saat ini adalah dalam kategori reaksi fusi berbahaya. Tak perlu penjelasan mendetail, sekilas saja siapa pun pasti paham apa maksudnya.

"NE ─KU ─RO ─! ! !" [Necro]

Meneriakkan nama yang telah lama tak ku gunakan penuh geram, dia pun bergerak mundur mengambil ancang-ancang. Lalu dia berlari singkat dan melesatkan tubuhnya ke arahku. Mengayunkan kaki kanannya serta menjejak tepat ke wajahku. Mengubah duniaku menjadi gelap gulita dengan satu warna saja yang menghiasinya. Yaitu corak merah cipratan darah.

Ya, seharusnya aku sadar sejak awal. Bahwa Beelz baru saja menyeretku ke salah satu rute paling berbahaya.

"Siapa perempuan ini?! Mengapa dia ada di sini?! Dan apa yang akan kalian lakukan padanya?! Tahukah kau kalau a-" Maaf Hikari, simpan saja amarahmu untuk nanti. Saat ini kesadaranku mulai hilang dan telingaku berdenging. Jika kau tidak segera menolongku, semuanya akan berakhir dengan Bad Ending. Kau tidak ingin membunuh Necro tanpa sengaja, bukan?

=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=

THANKS FOR READ

=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=;=

A/N : Terima kasih karena masih mau menyempatkan diri untuk membaca dan mengikuti cerita absurd author satu ini. Author juga menyampaikan maaf kepada pembaca sekalian yang telah memberikan fav sekaligus alert untuk cerita lain yang author tulis, karena untuk sementara, author terfokus pada cerita ini serta belum bisa melanjutkan cerita lainnya. Dan juga maaf karena masih belum bisa mengikutsertakan karakter lain di sini. Namun, pembaca sekalian pasti mendapati nama SeeU dari cerita di atas. Yap, untuk chapter depan author memiliki rencana menambahkannya ke dalam 'rute cerita'.

Hint :

Meski di dalam cerita ini terdapat istilah 'Rute', tapi sebenarnya author tidak memiliki ide percabangan lain. Itu adalah istilah untuk menekankan bahwa cerita ini berdasarkan beragam ide yang juga melintas dalam setiap penulisannya. Dengan kata lain, cerita ini bergerak semi-spontan.