Invisible
By: the autumn evening
Pairing: Sasuke/Sakura/Guesswho
Rating: T
Disclaimer: Me no own. I don't even own the computer I'm typing this on. My mom does.
Warning: OOC. Drama. Angsty!Sasuke. Sasuke POV
.
.
Thanks to:
Yoo-chan, BluePrince14, guesswho, Natsuyakiko32, Saya,Tsuragi De Lelouch, Mauree-Azure,
allihyun, brown Cinnamon, Ramen Panas, VILocKey, milkyways99, Jung Hee Chan, erefpe, Guest, Sakumori Haruna, Nyanmaru, cheryxsasuke, serra
Yang sudah mereview fanfic saya Don't Even Know Your Name.
.
Untuk diri sediri yang baru saja ditinggal pergi seseorang kesayangan.
.
.
Read and Review
.
.
Kau menciumku sekali malam itu, tapi kau tidak mengingatnya.
Bukannya kau tidak mengingat kejadian itu. Lebih tepatnya kau tak mengingat dengan siapa kau berciuman.
Ini karena selama tiga tahun ini aku tidak terlihat di hadapanmu. Aku tak bisa mengatakan ini langsung, maka aku menulisnya menjadi sebuah surat.
Walaupun aku merasa idiot melakukan ini, pada akhirnya aku tetap menulisnya. Lagipula apa poin dari menulis ini?
Oh benar, aku harus mengatakannya kepada seseorang jika tidak, kenyataan akan menelanku hidup- hidup.
Aku akan mulai dari awal sekali.
Adalah tahun pertama kita di sekolah saat itu, aku melihatmu di hari pertama. Kau ada di kafetaria saat aku pertama melihatmu, dan untuk pertama kalinya aku melupakan makan siangku.
Benar, aku, seorang laki- laki, lupa untuk memakan makan siangnya karena melihat sosokmu. Aku tak malu untuk mengakui bahwa kau adalah gadis pertama yang aku sukai. Itu bukan sesuatu yang bisa aku lupakan dengan mudah, tentu saja.
Semua orang mengingat cinta pertama mereka.
Selama tahun pertama, aku tahu semua jadwalmu. Mataku mengikuti langkahmu di halaman atau di koridor saat kau tak melihatku, dan setiap aku mendengar suaramu, aku akan mendengarkannya sebisa mungkin untuk mendengar apa yang sedang kau bicarakan. Memang sedikit mengerikan saat aku menyadari apa yang sudah aku lakukan. Tapi aku tidak pernah menguntitmu. Aku berani bersumpah. Aku hanya penasaran dengan hal yang kau sukai.
Kau mungkin bertanya kenapa aku tidak mencoba mengajakmu berbicara saja, tapi itu karena kau tidak mengenal aku, dan tak tahu betapa tertutupnya aku. Aku tak banyak berbicara, aku hanya berbicara jika memang harus. Sekarang aku berpikir jika aku mengatakannya sejak awal, mungkin semuanya akan lebih mudah.
Tahun pertama tidak begitu spesial. Kita masih siswa baru dan aku tak heran jika kau tidak mengenalku. Saat itu aku masih menggunakan kacamata dan tak pernah bergabung di keramaian. Aku berharap sesuatu akan berubah di tahun kedua kita.
Tahun kedua, aku masih memakai kacamata, aku memotong rambutku lebih pendek berharap kau setidaknya melihatku. Dan aku dengar dari beberapa gadis mengatakan aku tampan.
Tak melihatmu sepanjang musim panas, dan rambutmu sudah memanjang hingga punggung. Aku pikir tak ada yang bisa menandingi kecantikanmu saat itu, dan aku masih tidak tahu bagaimana agar kau melihatku.
Tahun kedua aku satu kelas denganmu pada kelas Matematika. Aku memastikan untuk duduk di tepat duduk yang dekat denganmu di setiap kelas Matematika, dan kursi kosong yang aku dapat berada tepat di belakangmu.
Minggu pertama aku mulai berharap bahwa kau akan menjatuhkan pensil atau sesuatu agar aku bisa berkesempatan berbicara padamu. Tapi tidak ada yang terjadi selain nilai Matematika yang buruk tahun itu karena aku selalu melihat ke punggungmu dan tak memperhatikan kelas, berharap kau akan berbalik untuk melihat siapa yang duduk di belakangmu.
Kau tidak pernah melakukannya.
Setelah tahun baru di tahun kedua, seminggu sesudah kelas dimulai, kau tanpa sengaja menabrakku di koridor. Menjatuhkan bukumu dan aku memungutnya untukmu, jantungku berdebar sangat kencang kala itu. Saat aku akan menyerahkan buku itu padamu, berharap akhirnya kau melihatku, kau terlalu sibuk berbicara dengan salah satu temanmu. Kau menerima bukumu tanpa sempat melihat ke arahku.
"Terimakasih."
Katamu tanpa melihatku. Aku masih berdiri di koridor, melihatmu berjalan menjauh.
Apa yang salah denganku?
Malam itu ibuku bertanya jika ada yang salah denganku, aku hanya menggeleng dan mengatakan bahwa itu bukan apa- apa.
Tahun kedua berakhir seperti tahun pertama. Aku melihatmu sekali selama musim panas di sebuah pusat perbelanjaan tapi seperti biasa, kau tidak melihatku.
Hari pertama di tahun ketiga aku akhirnya melepas kacamataku dan menggunakan lensa kontak, mata hitamku akhirnya terlihat untuk yang pertama kalinya. Selama musim panas aku bertambah tinggi dan aku cukup puas saat menyadari aku berpakaian lebih baik dari banyak siswa.
Tentu saja aku tidak langsung menarik perhatian banyak gadis, tapi cukup banyak yang menyapaku. Walaupun aku sudah tidak memakai kacamata, bertambah tinggi dan lebih yakin pada diriku sendiri, kau masih tidak melihatku.
Walau dalam hati aku membenci fakta bahwa kau tetap tidak melihatku, aku tetap menjadi diriku sendiri dan tidak berniat berubah hanya untuk mendapatkan atensimu.
Ini seperti pilihan untukku untuk merubah diriku menjadi seseorang yang bisa mengalihkan perhatianmu atau tetap menjadi diriku sendiri. Aku pilih yang kedua, berharap kau akan melihat diriku yang sebenarnya suatu saat.
Kita memiliki tiga kelas bersama di tahun ketiga. Aku masih melihatmu, masih bisa merasakan kehadiranmu setiap kau berada di dekatku. Dan aku masih tak terlihat di matamu.
Aku berjalan melewatimu di koridor. Duduk di depanmu di beberapa kelas.
Kau juga menabrakku di kafetaria lebih dari sekali.
Terimakasih.
Permisi.
Maaf.
Adalah kata- kata yang kau ucapkan kepadaku. Dan setiap aku akan menjawabnya, kau sudah pergi.
Pernah satu kali aku berdiri di belakangmu saat kau tengah sibuk dengan lokermu. Bibirku setengah terbuka, mencoba mengatakan sesuatu.
Saat kau berbalik, kau kaget karena menemukan seseorang di belakangmu, aku. Aku pikir, ini adalah pertama kalinya mata kita bertemu pandang secara langsung. Aku merasakan bahwa saat itu waktu berhenti, atau memelan, atau memanjang.
Temanmu mendekat dan berdiri di sampingku, kemudian aku terlupakan. Kau mulai melangkah bersama mereka, dari tempatku berdiri, aku mendengar temanmu berkata.
"Siapa dia?"
Aku menajamkan telingaku, penasaran dan harap- harap cemas untuk mendengar jawabanmu.
Kau menggeleng. "Aku tidak tahu, mungkin anak baru," katamu.
Aku tak percaya apa yang aku dengar. Aku sudah bersamamu hampir dua setengah tahun dan kau bahkan tidak mengenaliku? Aku membeku, mengabaikan tubuhku yang mulai terdorong gelombang siswa yang melintas di koridor.
Naruto sering mengatakan padaku untuk melupakanmu, tapi dia tak tahu betapa aku benar- benar menyukaimu, betapa aku ingin kau untuk mengenalku.
Aku tahu tentangmu begitu banyak.
Kau berada di Korea dan baru pindah ke Jepang saat kau akan bersekolah di sekolah kita. Kau tinggal hanya dengan ibu dan ayahmu karena kau adalah anak tunggal.
Berenang adalah olahraga favoritmu karena kau tidak harus berkeringat jika melakukannya. Tapi kau tidak suka kolam renang outdoor karena itu membuat kulitmu hitam.
Jika hari hujan, kau akan mengikat rambutmu lebih tinggi dari biasanya. Jika guru memanggilmu untuk sebuah pertanyaan, kau akan memainkan ponimu, kebiasaanmu saat grogi. Kau cukup baik di semua pelajaran. Saat kelas sejarah, kau merasa bosan lebih cepat dari kelas lainnya sehingga kau biasanya menatap ke luar jendela.
Walapun aku sudah cukup mengetahuimu, aku ingin mengenalmu lebih baik lagi.
Kita berada di pesta Karin malam itu, aku berbincang dengan beberapa teman dan masih bisa melihatmu dari sudut mataku. Aku begitu cemburu pada lelaki di sampingmu, yang tertawa bersamamu, dan menyentuh lenganmu.
Jika saja kau tahu betapa aku ingin menggantikannya untuk berada di dekatmu.
Tradisi setiap pesta tahun baru dilakukan saat tengah malam, berciuman. Aku berjalan ke arah dapur, melewati kerumunan orang. Saat itulah jam berdentang menunjukan tengah malam. Semua orang serentak berhadapan dengan orang yang paling dekat dengannya dan mulai berciuman. Menjijikan sebenarnya. Tapi itu adalah salah satu kesempatan untuk mencium siapa saja yang ingin kau cium yang kebetulan berada di dekatmu.
Sebut aku tengah beruntung, kau berdiri sendiri saat semua orang mulai berciuman.
Aku menatapmu, menyandarkan tubuhku di dinding dan kau balas menatapku dengan pandangan tak terbaca.
Aku takut kau akan bertanya siapa aku dan menghancurkan harapanku. Maka aku melakukan sesuatu sebelum dirimu. Aku melangkah mendekatimu, menghapus jarak di antara kita. Dan aku menciummu.
Kepalaku berputar, jantungku berdetak begitu keras dan aku yakin kau bisa merasakannya. Mungkin bisa, aku tak tahu. Aku memeluk tubuhmu dan menekan kedua lenganmu lebih dekat, tak ingin menciptakan spasi di antara kita. Aku ingat saat jarimu mulai meraba rambutku, membelai dan menariknya agar kepalaku lebih dekat denganmu.
Tubuhku menegang dan darahku mengalir cepat saat aku menyadari sesuatu.
Kau balas menciumku.
to be continued
A.N: Alur terlalu cepat ya? Sengaja karena ini hanya sebuah Surat Sasuke untuk kamu. Sasuke kan ceritanya gak berbelit- belit jadi cepet deh. #alasan
Ada yang bisa tebak siapa gadis yang disukai Sasuke begitu banyak?
Oh ya fanfic ini masih bersambung, kira- kira dua chapter lagi. Maaf jika perasaan Sasuke terlalu angsty dan drama. Mungkin Sasuke keturanan mood Eve yang sedang buruk karena baru di tinggal pacar ke Korea dan entah kapan ketemu lagi. *nangis*
Kritik, saran dan pendapat lewat review akan sangat saya apresiasi.
-with cherry on top-
.the autumn evening.
