Chapter 7: thrill

Setelah hamil, ada beberapa hal yang berubah pada Hanji. Tidak, ia masih jarang mandi dan juga masih bersikeras berupaya membujuk Levi agar ia boleh kembali bekerja di luar ruangan, bercengkrama dengan titan yang terikat di pekarangan belakang markas mereka. Ya, Hanji kini menjadi lebih emosional, beberapa kali Levi membuatnya menangis, dan tidak perlu dijelaskan betapa panik dan terkejutnya Levi, dan orang-orang yang ada di sana saat tiba-tiba saja wanita berkacamata itu mulai sesenggukan dan menangis hanya karena Levi menghukum Eren berlari mengelilingi halaman, mengatakan bahwa ia menyesal menikahi pria dengan selera humor yang buruk dan tubuh pendek. ("Tidak hanya tubuhmu, hatimu pun kerdil") butuh kesabaran ekstra bagi Levi untuk tidak menghantamkan kepala istrinya itu ke tembok, alih-alih ia hanya bisa membenturkan kepalanya sendiri ke tembok sambil mengutuk dirinya yang telah begitu bodoh karena telah terjebak dalam masalah ini.

Ya, setelah hamil, ada hal yang berubah dari Hanji, meskipun tidak banyak. Dan yang cukup mengganggu adalah perubahan fisik wanita berambut coklat itu. Ya, tentu saja, berat badan Hanji bertambah, namun ada hal lain yang diam-diam cukup membuat Levi cemas.

Semenjak hamil, tidak hanya bagian perut Hanji yang membesar namun juga beberapa bagian lain termasuk dada dan pinggulnya, yang celakanya, juga diimbangi dengan aura keibuannya yang tampak terpancar membuat Hanji lebih tampak seperti... Wanita. Tentu saja Hanji bukanlah wanita tercantik dan terseksi di pasukan sayap kebebasan tapi perubahan yang cukup signifikan pada wanita itu cukup untuk membuat mereka yang awalnya tidak memandang Hanji sebagai seorang wanita mulai menoleh dan menyadari daya tarik Hanji. Dan walaupun ia tidaka akan pernah mengakuinya, Levi tidak menyukai situasi ini.

Levi menyadari beberapa pria menyadari akan perubahan pada diri Hanji dan terang-terangan menatap komandan pasukan berkuda itu dengan tatapan yang membuat Levi bersumpah bahwa kalau mereka memandangi istrinya itu lebih lama lagi maka ia akan mencungkil mata mereka dan mengumpankannya pada titan peliharaan Hanji yang hingga saat ini masih terikat dengan aman di halaman belakang. Sejauh ini Levi berhasil mengusir hama-hama itu dengan tatapan tajam matanya yang seolah memperingatkan bahwa mereka akan berhadapan dengan manusia terkuat saat ini kalau mereka sempat berpikiran untuk mendekati istrinya.

"Sebenarnya kau tidak perlu memasang wajah seperti itu hanya karena cemburu," Erwin terdengar tenang namun kalau diamati baik-baik, sudut bibirnya berkedut seolah menahan senyum, "hanya prajurit dengan mental sepertimu yang akan sanggup menghadapi dan tertarik dengan wanita seperti Hanji Zoe."

Levi melirik ke arah pria yang berdiri di dekat jendela di ruang kerjanya itu, otot kecil di pelipisnya berkedut. Pria bertubuh tinggi itu seharusnya segera pergi dari ruangannya setelah urusannya selesai.

"Artlet adalah anak yang baik," kata Irvine lagi, menatap keluar jendela, mengamati sesosok prajurit muda berambut pirang yang berlari mengelilingi lapangan untuk yang kesekian kalinya, "aku yakin, ia tidak bermaksud..."

"Irvine!" Levi meletakan pena yang dipegangnya di meja, ia menghela napas panjang, dan menoleh ke arah pria bertubuh tinggi besar itu, "aku menghukum Armin Artlet karena ia melakukan kesalahan dan..."

"Karena memijat pundak Hanji di ruangannya?" Irvine menaikan sebelah alisnya.

Levi mengumpat perlahan, "karena ia berada di tempat yang tidak seharusnya! Itu jam makan siang seharusnya ia makan, bukan menghabiskan waktunya di labolatorium!"

Tentu saja, Levi tahu alasannya terdengar dibuat-buat, tapi ia tidak peduli. Irvin tidak akan mengerti bagaimana wajah anak muda itu saat memijit punggung dan pundak Hanji. Levi tidak tahu apa yang dipikirkan Armin saat memijat Hanji tapi dari semburat merah yang menghiasi wajahnya, Levi memilih untuk tidak tahu.

.

Saat usia kehamilan Hanji menginjak enam bulan, Hanji tidak lagi mengalami mual namun sebagai gantinya, ia sangat sensitif dengan berat badannya. Levi belajar dari pengalaman, ia tidak akan pernah lagi menyebutkan kata "besar" dan "berat" di hadapan Hanji untuk tidak membuatnya marah, atau lebih buruk lagi: merasa sedih.

Hanji yang bersemangat sudah cukup untuk menjungkirbalikkan dunianya tapi Hanji yang murung jauh lebih buruk dari itu. Sebelum hamil, Hanji tidak pernah menunjukan sisi ini pada Levi. Hanji yang murung dan suram sangatlah merepotkan, ia akan merajuk sepanjang hari, dan bahkan menangis selama berjam-jam. Isak tangis Hanji membuat kepala Levi jauh lebih pusing dibandingkan dengan segala ocehannya tentang Titan.

Mungkin Hanji ingin menghukum Levi yang telah membuatnya hamil seperti ini, karena setiap kali ada hal yang membuatnya sedih atau marah, maka Levi lah yang akan menjadi objek pelampiasannya. Levi harus terjaga semalaman mendengarkan isak tangis Hanji yang diselingi sumpah serapah terhadap suaminya itu, hanya karena beberapa halaman dari buku yang ingin ia baca hilang, entah bagaimana. Tentu saja itu tidak ada kaitannya dengan Levi tapi Hanji tidak peduli. Kalau ada hal buruk yang terjadi padanya, maka semua itu otomatis adalah kesalahan Levi.

Ajaibnya, Levi cukup sabar untuk menghadapi Hanji dan hormonnya. Tentu saja kesabarannya ini tidak berlaku kolektif untuk semua orang yang ada disekitarnya. Eren adalah orang yang paling sering menjadi pelampiasan kekesalan pria bertubuh mungil itu. Prajurit muda itu pun memilih untuk menghindar dari Levi setiap kali kopral muda itu berada di dekatnya.

Meskipun sering kali hormon mengacaukan perasaan Hanji Zoe, namun ada saat-saat di mana ia merasa cukup tenang untuk duduk berdua di tepi tempat tidurnya bersama suaminya untuk merasakan gerakan-gerakan kecil yang dibuat sang bayi dari dalam perutnya.

Bagi Levi, setiap gerakan kecil yang dirasakannya adalah hal paling luar biasa yang pernah ia rasakan dalam hidupnya. Bayi kecilnya bisa dipastikan adalah bayi yang aktif, pada jam-jam tertentu bayinya itu hampir seperti tidak berhenti bergerak.

"Ia melakukan akrobat di dalam sana," kata Hanji sambil tertawa saat ia dan Levi duduk berdua di tepi tempat tidurnya, merasakan gerakan bayi mereka semalam sebelum Levi harus pergi mengemban misi bersama pasukannya.

"Sepertinya ia sehat sekali," Levi tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum, di luar salju mulai turun meski pun tidak banyak. Tidak lama lagi salju akan turun semakin banyak, menumpuk, dan setelah salju-salju yang menumpuk itu mencair dan tunas-tunas yang baru mulai tumbuh, saat itulah bayi ini akan lahir. Musim semi...

Seperti dapat membaca apa yang ada di dalam pikiran Levi, Hanji tersenyum, "apa kau sudah menyiapkan nama untuk bayi ini?"

Levi menatap Hanji dan terdiam. Ia tahu bahwa Hanji telah menemukan buku nama bayi yang disimpannya dan dibacanya diam-diam. Untuk sesaat ia terdiam dan memikirkan jawabannya, "bagaimana denganmu, apa kau memiliki nama yang kau sukai?"

Hanji memiringkan kepalanya, wajahnya tampak seolah sedang berpikir keras dengan bibir mengerucut, "sebenarnya ada beberapa nama... Misalnya Bean? Atau Shawney?"

Levi mengerang, "apa kau gila? Aku tidak mau anakku diberinama seperti titan-titan peliharaanmu!"

"Tapi untuk mengenang Bean dan Shawney..." Hanji memrotes, "atau begini saja, aku akan memilihkan nama untuk bayi laki-laki dan kau memilihkan nama untuk bayi perempuan. Setuju?"

"Tidak," kata Levi cepat, "aku tidak akan setuju dengan nama-nama gila yang ada di kepalamu."

Hanji tertawa.

Tentu saja ia sudah menduga bahwa Levi akan bereaksi seperti itu. Ia hanya menggoda suaminya itu, tapi serahkan pada Levi untuk menanggapi lelucon paling tidak masuk akal sekali pun dengan serius.

Kesal dengan tawa Hanji, Levi melakukan apa yang ia bisa untuk membungkam wanita hamil itu. Jadi ia pun menarik kepala Hanji ke arahnya dan menciumnya.

Ciuman yang awalnya hanya untuk membungkam tawa Hanji itu pun dalam sekejap berubah. Saat Hanji memejamkan mata dan melingkarkan tangan di leher Levi, menarik pria itu ke arahnya, ciuman itu pun berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam. Meskipun demikian, keduanya tidak keberatan. Sudah cukup lama sejak keduanya terakhir kali bermesraan dan besok, Levi akan kembali meninggalkannya.

Saat Levi akhirnya menjauhkan wajahnya dari Hanji untuk mengambil napas, keduanya terengah-engah. Wajah Hanji memerah dan matanya setengah terpejam. Sebelah tangannya menyentuh pipi Levi dan wanita berkacamata itu pun tersenyum meskipun ada kesedihan di dalam suaranya.

"Aku akan merindukanmu."

Levi meletakan sebelah tangannya di atas tangan Hanji di pipinya, dahinya berkerut dalam, "kali ini pun aku akan kembali, jangan khawatir."

Anehnya, meski pun Hanji biasanya kata-kata itu bisa menenangkannya, kali ini ada perasaan aneh yang mengganggunya. Ia ragu untuk mengatakannya jadi ia hanya diam dan menggigit bibir bawahnya saat Levi memalingkan wajahnya untuk mencium telapak tangan Hanji yang digenggamnya. Sepertinya ia bisa membaca kegelisahan Hanji dan berusaha menenangkannya.

"Aku akan bawakan titan."

Hanji tertawa dan menggeleng, "aku hanya ingin agar kau kembali dengan keadaan utuh."

Levi tersenyum sekilas. Dalam waktu singkat, mereka telah berubah. Levi yang dulu tidak akan merasa seperti ini... Ia tidak akan pernah terganggu dengan perasaan semacam ini.

Namun anehnya, ia sama sekali tidak merasa keberatan dengan segala perubahan yang terjadi pada dirinya.

Setelah musim dingin, musim semi akan datang...

.

Sepatu boot Hanji meninggalkan jejak yang cukup dalam saat ia meninggalkan apartemennya pagi itu. Semalam sampai subuh tadi salju terus turun, meninggalkan lapisan tipis salju di jalan. Tadi pagi-pagi sekali sebelum ia pergi, Levi terus menerus mengingatkan agar ia tidak meninggalkan rumah tanpa mengenakan pakaian yang cukup tebal dan kali ini ia menuruti perintah suaminya itu tanpa banyak perlawanan. Lagi pula udara di luar memang cukup dingin untuk dihadapinya tanpa mantel dan syal rajutan yang cukup tebal. Kalau saja ia tidak telah berjanji pada Levi, maka ia sudah menggunakan kesempatan ini untuk memamerkan pada seluruh prajurit di markas mereka bahwa syal yang dikenakannya adalah rajutan sang suami. Hanji bisa membayangkan ekspresi Eren dan prajurit muda lainnya kalau mengetahui bahwa komandan mereka yang sangat keras itu memiliki sisi lembut yang mengejutkan.

Hanji baru saja akan melangkah masuk ke bangunan markas saat ia mendengar suara jeritan dan raungan yang sudah sangat dikenalnya dari arah halaman belakang. Tiba-tiba saja jantungnya berdegup kencang. Ia tahu apa yang terjadi dan segera bertindak mengikuti nalurinya.

Apa yang dilihatnya adalah hal yang ditakutinya. Dimple tampak berdiri terkepung oleh para prajurit muda yang tampak pucat, tidak siap dengan apa yang mereka hadapi. Mata Hanji tertumpu pada potongan tubuh yang berserakan dan ia mengumpat. Di saat seperti ini, tidak ada yang bisa ia lakukan...

Kalau saja ia mengenakan 3DMGnya... Tapi dalam kondisi hamil seperti ini, apa yang bisa ia lakukan?

"Komandan! Awas!"

Hanji merasa kakinya seperti melekat di bumi saat titan itu berlari ke arahnya dengan cepat. Tangan Hanji secara otomatis berusaha mencabut mata pisau di pinggangnya namun ia tersadar bahwa ia tidak mengenakan perlengkapan bertarungnya. Tidak, ia tidak siap.

Seseorang melompat ke hadapan titan itu dari arah samping, menembakan tali penyeimbangnya pada mata makhluk pemakan manusia itu, mengalihkan perhatian makhluk itu dari Hanji yang merasa kakinya lemas dan terduduk di atas tanah yang berlapis es tipis, hanya bisa terdiam menatap makhluk itu menangkap tubuh Moblit yang melayang ke arahnya sebelum pria itu bisa mengayunkan mata pedangnya. Semua berlangsung begitu cepat. Bahkan Moblit tidak sempat berteriak saat Dimple menggigit putus tubuhnya, menelan sebagian dan memuntahkan sebagian lagi.

Titan itu berpaling sekali lagi ke arah Hanji sebelum tiba-tiba saja ambruk ke tanah, tidak bergerak. Dari belakang tubuh Titan itu tampak beberapa prajurit muda yang berlari ke arah Hanji, termasuk salah satunya Sascha yang rupanya berhasil menumbangkan titan tersebut.

"Komandan Hanji! Anda tidak apa-apa?!"

Di hadapan Hanji, bangkai titan itu mulai menguap dan menimbulkan hawa panas dan bau menyengat. Di sekitarnya paling tidak ada tiga potongan tubuh prajurit yang terbunuh... Termasuk Moblit...

Hanji merasa mual.

Bagaimana bisa seseorang bertanya apakah ia baik-baik saja.

.

Kronologi mengenai bagaimana Dimple bisa terlepas dari ikatannya masih terdengar janggal di telinga Hanji. Logikanya tidak bisa menerima penjelasan bahwa 'tiba-tiba saja ikatannya longgar' atau 'talinya dengan sendirinya putus' dan nalurinya seolah berteriak bahwa ada yang salah. Seharian ia mengurung diri di ruangannya dengan berbagai macam teori yang membuatnya gila. Ia memiliki teori, namun ia tidak memiliki bukti. Ia tidak bisa menguji teorinya begitu saja... Kecuali...

Seseorang mengetuk pintu ruang kerjanya, membuyarkan lamunannya. Hanji mengumpat sebelum mempersilahkan tamunya itu, siapa pun dia, untuk masuk ke ruangannya.

Wajah tegangnya mengendur saat ia menyadari bahwa yang datang adalah Armin Artlet, membawakan segelas susu hangat dan sebuah piring berisi biskuit untuknya. Tiba-tiba saja Hanji sadar ia memang belum makan sejak pagi.

Armin tidak beranjak setelah meletakan makanan dan minuman itu di atas meja kerja Hanji. Juga setelah wanita hamil itu menggumamkan sekilas terima kasih. Pemuda berambut pirang itu berdiri di sana dengan wajah cemas dan ekspresi seolah ia ingin mengatakan sesuatu.

Menyadari bahwa Armin masih berdiri di sana dan tidak juga beranjak pergi, Hanji menghela napas. Ia meneguk susu hangatnya sebelum memandang pemuda itu dengan wajah serius, tidak seperti biasanya, "ada yang ingin kau katakan padaku?"

Untuk beberapa detik Armin terlihat ragu, tapi mereka berdua tahu bahwa Hanji tidak punya banyak waktu saat ini. Ada banyak hal yang harus ia pikirkan saat ini. Dan sejujurnya, setelah kematian Moblit yang cukup mengenaskan tadi, Hanji hanya ingin sendiri saat ini untuk mengenang asisten yang selama ini telah banyak membantunya itu.

"Mengenai kejadian tadi siang..." Armin memulai dengan ragu-ragu, ia tidak tahu bagaimana harus menyuarakan apa yang ada dalam kepalanya.

Hanji tersenyum kecut, "ah ya, aku harus berterima kasih pada Sascha. Aku terkejut mengetahui ia tidak ikut dengan tim yang dipimpin Levi keluar tembok kali ini... Mungkin itu satu keputusan yang bijaksana dan tepat."

Hanji berbicara dengan normal. Hanji yang terdengar normal bukanlah Hanji yang biasanya. Armin tahu bahwa saat ini ada hal yang mengganggu komandan berkacamata itu. Kemungkinan besar itu adalah hal yang sama dengan yang mengganggunya saat ini.

Setelah beberapa detik berlalu Armin hanya terdiam menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. Hanji pun menarik napas panjang. Ia tahu bahwa Armin adalah prajurit muda yang cerdas. Memang ia sering kali diremehkan karena kemampuan fisiknya yang bisa dibilang lemah, namun Hanji bisa melihat bahwa Armin memiliki sesuatu yang tidak dimiliki orang lain. Ia tahu bahwa Armin Artlet adalah satu dari sedikit orang yang bisa mengerti pola berpikirnya yang eksentrik. Dan ia tahu bahwa ia bisa mempercayai Armin.

"Ada pengkhianat di antara kita."

Keseriusan dan ketenangan di dalam nada bicara Hanji kali ini cukup mengejutkan. Apabila saat ini seseorang tengah menguping pembicaraan mereka, orang itu pasti tidak akan menyangka bahwa suara itu berasal dari mulut Hanji si ilmuwan gila.

Dari ekspresi di wajah Armin, Hanji tahu bahwa apa yang baru saja ia katakan itu juga telah terlintas di benak pemuda itu. Hanji memutuskan bahwa ia bisa mempercayai Armin untuk rencananya kali ini. Mungkin ini akan membahayakan mereka namun ia tahu Armin bukanlah prajurit pengecut yang akan ketakutan mendengar rencananya.

"Itukah yang ingin kau sampaikan?" Hanji menopang pipinya dengan sebelah tangan, sebelah tangannya lagi mengetuk-ngetukan jarinya di atas meja, "apa kau juga memikirkan cara untuk menangkap pengkhianat ini?"

Armin masih terdiam, namun dari sesuatu yang terpancar di matanya, Hanji tahu bahwa prajurit ini menyimpan sesuatu.

Saat mulut Armin terbuka untuk mengatakan sesuatu berikutnya, Hanji tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Aku," Armin tampak ragu namun ada tekad kuat yang terpancar di wajahnya, "aku tahu siapa pelakunya."

.

Author's Note:

chapter ini lebih pendek, sorry, tapi harus dipotong disini...

Ah tolong jangan terlalu dikaitkan dengan canon karena plot yang saya bangun memang berbelok dari canon meskipun beberapa refrensi berasal dari manga, tapi tidak semua berupa spoiler, jadi jangan terlalu pusing mengkaitkan logic di fic ini dengan logic di SnK karena nanti bisa pusing ;P

Oh karena saya merasa tidak banyak fic dan fanart levihan yang beredar, saya berniat membuat fic dan art levihan lebih banyak lagi.

Untuk yg berniat request fanfic levihan, bisa submit via question di tumblr saya recchinon(titik)tumblr(titik)com atau bisa request fanart di recchika(titik)deviantart(titik)com.