Tidak—Jean ingat betul. Ia ingat punya teman perempuan—yang sepantaran dengannya—saat berumur 5 tahun. Ia ingat betul dengan bola mata kehijauan sang gadis yang bening dan bulat seperti kristal serta pipi merah merona yang nampak kenyal. Ia juga ingat postur mungil yang menggemaskan berenang cantik di kepalanya—berputar seperti slide film yang membuat Jean kadang merasa nostalgia jika mengingat itu semua. Pokoknya Jean ingat dengan sosok manis itu—sosok yang menjadi teman masa kecilnya saat Jean mengunjungi kampung halaman kakek di libur musim panas dahulu.

"Um—halo, Jean."

Tapi Jean tidak ingat dengan sosok yang saat ini menjulang tegak di depannya. sosok yang memiliki tinggi kurang-lebih sama dengannya.

Tidak—tunggu dulu. Jean yakin ia tidak salah dengar saat kakeknya bilang 'si matahari—begitulah julukan si perempuan yang Jean berikan—yang sudah sepuluh tahun lamanya tidak pernah nampak di depan mata, kini akan datang berkunjung dan bahkan menginap di rumahnya selama tiga hari ke depan.

Sekali lagi, menginap. Tiga hari. Di rumahnya lagi.

Jean gegulingan sendiri. Menggeliat mirip keket. Setelah sepuluh tahun lamanya—akhirnya berkah itu datang juga. Demi madam Tussaud, Jean sampai loncat harimau saking senangnya dan kemudian dengan hebohnya menyambar ponsel lalu memberitahukan kabar membahagiakan itu kepada teman-temannya lewat email. Pastinya dengan nada sombong dong.

Bahkan untuk jaga-jaga saja, Jean sampai menanyakan kebenaran dari berita itu sebanyak tiga kali—takutnya saja ia khilaf—lewat sang kakek yang tubuhnya diguncang membabi buta dan nyaris saja mati bengek karena dicekek oleh Jean yang over excited.

Ya. Ia sangat yakin. Buktinya, ingatan tentang proses pengonfirmasian—yang lebih mirip dengan proses percobaan bunuh diri pada lansia tak berdosa itu—masih segar di kepalanya. Seperti film biru yang sudah jadi sarapan Jean semenjak duduk di bangku SMA. Begitu jelas tanpa piksel ataupun blur pengganggu.

Tapi kenapa—

"Lama tidak jumpa ya~ Wow. Tinggi kita sekarang sama!"

Kenapa, ia tidak ingat dengan sosok berjakun dan berambut cokelat acak-acakan yang nyengir lebar di depannya?

"Tunggu sebentar—"

Kenapa?

"Kau—siapa?"

.

.

.

.

.

Ore no Osananajimi ga Konna ni Homo Wake ga Nai

Shingeki no Kyojin (c) Hajime Isayama

Humor/Romance

Rate T+

Warn: AU, OOC absolut, bahasa kasar, Screw EYD, Homo, JeanEren

.

.

.

.

.

Chapter 1: Chaotic Meeting

Jean bengong mirip sapi kekenyangan. Sedang orang di depannya mengerut mirip cucian. Tangannya dilipat di dada dan kakinya mengetuk lantai, terlihat kesal.

"Kukira kakekmu sudah bilang kalau aku akan datang kesini—"

"Ano. Maaf ya—maksudmu apa?"

Jean menggaruk dahinya pelan—kelihatan bingung. Orang di depannya menghela napas—

"Jadi kau benar-benar lupa padaku? Sungguh tidak ingat?!" orang itu menunjuk wajahnya sendiri dengan ngotot, "Kakekmu bilang kalau kau sangat menungguku dan mengetahui hal itu membuatku senang, kau tahu!" rambutnya kini diacak-acak, sendiri, "Saking tak sabarnya aku bahkan sampai tak bisa tidur nyenyak semalam. Aku tak bisa mengemas barang seperlunya karena ada banyak hal yang ingin kubawa dan kutunjukkan padamu seperti komik berseri favoritku dan oleh-oleh kecil buatan tangan—"

Ada napas yang terengah-engah disana.

"Tapi ternyata setelah aku sampai disini, kau bilang—AKU SIAPA?"

"Tunggu—tunggu sebentar." Jean menunjukkan kedua telapak tangannya di depan wajah orang itu, "Memang benar wajahmu agak familiar—" dan ia mengusap dagu, hendak berpikir.

"Hmm..."

"..."

Ya ampun, Jean. Orang di depanmu itu sudah mulai bosan dengan kelambatan daya ingatmu.

"Kau—kakaknya Eren? atau adiknya?"

"Tidak keduanya."

"Ha? Lalu sepupunya?"

"Grr—Eren itu aku!"

Interval panjang, tercipta.

Jean bengong dengan elitnya. Untuk sementara alihkan saja perhatian anda pada Irvin Smith—guru les keliling yang baru saja lewat di depan rumah Jean dengan gantengnya.

"Ha."

"..."

"Haha—"

"..."

"GYAHAHAHA—"

"..."

Suara itu pecah, berhamburan. Jean terguling-guling dengan unyunya.

"GYAHAHAHAHA!" ketawanya sampai replay. Ditambah the power of gebuk manja, "Lucu sekali HAHA! Kalau kau Eren, berarti kau transgender, begitu? HA! Berhentilah konyol!"

"Aku tidak konyol!"

"Kalau begitu jangan mengaku Eren! Kau ini sebenarnya siapa hah?"

"Aku sungguh Eren Jaeger, idiot!"

SIIIIIIIIIIIING.

NGISIIIIIIING.

kali ini tukang ramen yang lagi nganterin pesanan lewat di depan rumah dengan muka grumpy-nya. Belum pernah kan liat orang naik sepeda ga bahagia?

"Aku sungguh Eren Jaeger, idiot."

"GA USAH DIULANG KAMPRET!" refleks saja Jean sadar dari lamunannya dan menarik kerah baju pemuda di depannya yang tersentak kaget, "CANDAMU TIDAK LUCU SEKARANG!"

Bercanda?

"Bercanda bagaimana?!" orang yang mengaku Eren itu membalas jambakan kerah Jean—tak kalah sengit, "AKU. INI. EREN. Apa kau dengar?! AKU EREEEEEEEEN!"

PLAK.

Tamparan kilat sukses mendarat di pipi si cokelat. Jean ngos-ngosan sendiri menatap Eren yang jatuh dan mengusap tamparannya yang membekas. Telunjuk Jean mengacung di depan wajah Eren dengan mantap.

"Aku tidak ingat punya teman masa kecil laki-laki tahu! Eren yang kuingat adalah perempuan mungil dengan wajah chibi dan bola mata hijau yang sangat bulat—"

Jean berhenti teriak saat ia perhatikan iris mata orang di depannya yang berwarna sama.

Hijau daun—persis kayak nama band di Indonesia.

Pret. Jean pucat pasi.

"T-Tunggu—" telunjuknya turun perlahan, "Tunggutunggutunggu! JANGAN—BERCANDAAAA!" tanpa sadar kedua tangannya sudah mencengkeram kepala dan mengacak surainya dengan frustasi.

Eren bangkit dari jatuhnya dan refleks melayangkan bogem mentahnya yang paling bertenaga pada perut Jean dengan sukacita.

NGIK NGIK NGIIIIIK

Rintihan kuda terdengar.

"BODOH! APA YANG KAU—"

"JADI SELAMA INI AKU DIANGGAP PEREMPUAN HA?! APA KAU SUDAH GILAAAA?!"

Pukulan itu berbalas—brutal.

Yak, yak, silahkan gelar karpet dan siapkan ring tinjunya.

"JANGAN SALAHKAN AKU, KAMPRET! JUSTRU KAULAH YANG TERLALU AMBIGU WAKTU KECIL!"

Agaknya Eren yang sudah ilfil di awal makin ilfil saat dilihatnya wajah persegi panjang Jean yang greget dan berurat tegang,

"Waktu itu kau cuman pakai kaos kedodoran dan celana pendek lalu diganggu oleh sekumpulan bocah laki-laki yang mengataimu jelek, jelek—KUKIRA KAU PEREMPUAN YANG LAGI DIBULLY!"

"Bangsat! Jadi waktu itu kau menolongku karena kau kira aku perempuan?" lagi—Eren mencengkeram kerah pakaian Jean dan menatapnya dengan sorot penuh emosi, "ARGGGH! AKU SUDAH MENGANGGAPMU SAHABAT BAIK SELAMA 10 TAHUN INI KEMBALIKAN PERASAANKU MESUUUM!"

"TIDAK—KAULAH YANG HARUSNYA MENGEMBALIKAN PERASAANKU, KAMPREET!" Jean menjitaki lawannya, bertubi-tubi, "Kemunculanmu merusak fantasiku ARGHHH! Runtuh semua bayanganku tentang gadis cantik yang tersenyum hangat dan menyambutku di depan pintu! RUNTUH!"

"WELL—maaf saja kalau aku bukan gadis cantik yang senyumnya hangat seperti impianmu!"

Eren melempar ransel yang di gendongnya ke depan Jean dengan ekspresi yang kelewat marah. Wajahnya ngos-ngosan setelah mengikuti lomba tarik urat—tidak ada ubahnya dengan Jean yang banjir keringat habis menguras isi hatinya yang paling dalam.

Sial sekali, pikir keduanya.

Sudah perjalanan dari Maria ke Sina membutuhkan waktu lima jam dengan kereta, kini Eren tak disambut dengan sikap yang semestinya. Ia makin lelah saat menyadari fakta bahwa selama sepuluh tahun lamanya Jean telah salah paham dan jenis kelamin Eren yang diragukan kini menjadi topik pembicaraan pertama mereka setelah sekian lama tak bersua. Sungguh kronis.

Jean sendiri masih tak bisa mengontrol pikirannya untuk menerima kenyataan. Terlalu epic! Terlalu trap! Ia bahkan masih bersikeras menanamkan kepercayaan kalau saat ini Eren mungkin sedang mengisenginya dan sengaja crossdress menjadi laki-laki—

...JK.

"Oi kampret—kemari sebentar."

"Cih."

"Kemari cepat!"

"Aku tak menerima perintah dari kuda binal sepertimu—"

"TSK! Kau tak memberiku pilihan—" Jean mendekat sigap dan menangkap kedua bahu Eren dengan cengkeramannya yang kuat. Tubuh langsing Eren didorongnya ke dinding secara tiba-tiba dan salah satu tangan yang mencengkeram bahu itu berpindah posisi pada dada Eren, menekannya atau bahkan meremasnya kuat—

Membuat yang punya dada menjerit histeris.

"TIDAAAAK!"

Sementara Jean pias dengan apa yang baru saja ia sentuh dengan tangan sucinya—

"TIDAKKKKKK! Aku tidak bisa menikah dengan normal huhuhuhu! Brengseeekk!"

KOTAK. DATAR .

KOTAK—

Dan DATAR—

Horryshiet.

Eren yang kelewat panik, semangat menendangi selangkangan Jean dengan perasaan yang berselimut dendam kesumat. Si pemilik rumah—atau spesifiknya anak dari si pemilik rumah keluarga Kirschtein—yang ditendangi sontak melengking cantik, hampir-hampir bikin konser di depan beranda.

"AAARGGH! ARRRGH!"

Dan Jean roboh begitu saja—meringis tak karu-karuan sambil mengusapi adiknya yang terluka.

Ooh, bertahanlah adik jantan! Kamu kuat! Kamu tsuyoi! Eren emang brengseeek!

"Mampus!" sembur Eren terlalu nafsu.

"KAU SAJA YANG MAMPUS SANA!"

Dan kontes adu death glare pun tercipta, akbar. Percik listrik berubah menjadi gelora api yang menyala liar.

Keduanya saling membusungkan dada dan mendengus emosi—hampir-hampir kembali adu jab. Tapi aksi tersebut dipotong oleh suara wanita yang tidak kalah tingginya, melengking—menanggapi keributan yang seperkian detik lalu Jean dan Eren ciptakan.

Keduanya pun sujud penuh takut saat ratunya keluarga Kirschtein muncul dari balik pintu ruang tamu dengan mata kuning yang menyala seperti alien lapar—

"Kalian berdua—BERHENTILAH MENGGANGGU TETANGGAAA!"

sebuah frisbee dan sendal melayang cantik kearah Jean—yang spontan saja melakukan matrix untuk menghindarinya. Merasa tak puas, piring, gelas, payung sampai keyborad monitor pun menyusul kemudian. Jean bergidik ngeri saat televisi dengan kabel-kabelnya diangkat secara gagah oleh sang nyonya yang sedang badmood karena sedang datang bulan.

"A-Ampun, ma! Ampuuun!"

"M-Maaf tante! Maafff!"

Satu jam keduanya merasakan neraka bibir dari wanita paruh baya yang ekspresinya mirip yakuza dari zaman kompeni. Oh sungguh—sepertinya nyonya Kirschtein itu mantan gangster semasa sekolahnya.

AWAWAWAWAWAAWAWA—dan ocehan pun berlanjut. Bonus lava panas dan jeweran pedas ala ibu-ibu.

Selamat tinggal sudah, bayangan keluarga harmonis dan teman baik yang selama ini berputar bak delusi di kepala Eren. Luruh semua gairah dan rasa deg-degannya, di hari itu. berkat Jean yang sukses membuat lehernya gondok—dan tidak ada garam yang bisa menyembuhkannya—pemuda keturunan Perancis itu resmi masuk ke dalam daftar blacklist orang-orang yang paling ingin Eren sambit dengan golok di gudang rumah pamannya yang peternak ayam.

Hah.

Entah apa yang akan terjadi setelah ini. Eren harap tidak ada hal aneh yang menimpanya.

PFFT—

.

.

.

.

TBC

A/N : ...gue ngapain bikin MC? ARGH! Ide ini ga terbendung lagi. HHHHH. Tiba-tiba kepengen banget ngetik JeanEren yang semrawut gini Orzz gue kapan belajar kalo ngetik mulu Orzz /dasar. Banyak utang fic padahal—tapi ga ada yang bisa diselesain saya sediiih Orzz. Malah ngetik MC lagi ARGHHH!

Yasudahlah. Bubur sudah keluar dari dubur. Saya pamit dulu Orzz

-Fvvn-