Note : Maaf ya aku bukannya lanjutin ff yang dulu malah bikin cerita aneh lagi. Maaf tapi aku lagi pusing akhir-akhir ini. Tidak ada mood untuk melanjutkan ff yang dulu. Tapi itu bukan berarti aku tidak melanjutkannya. Kalian hanya perlu bersabar saja. Maaf atas kelabilanku. Yang terpikir sekarang hanyalah cerita ini. Karena cerita ini intinya berdasarkan cerita hidupku yang yah aku lebih-lebihkan biar greget hahahaha. Semoga kalian menikmatinya ya ^^
.
.
.
FRIENDSHIP
Written by Oh Michele
Cast : Oh Sehun,Kim Jongin,Park Chanyeol,dll.
Warning : cerita ga jelas,typo(s),yaoi,BL,OOC,dll.
.
.
.
.
Bagi mereka persahabatan adalah dua orang yang saling membutuhkan.
Saling mencari keuntungan.
Yang lain bisa sedih dan yang lain bisa bahagia diatasnya.
Itu legal bagi mereka.
Itu adil kalau kau tak menuntutnya.
Karena sebenarnya mereka terlalu mengerti satu sama lain.
Hingga berakhir saling menyakiti.
.
.
.
Namanya Oh Sehun. Jongin bertemu dengannya di tahun terakhir sekolahnya. Mereka satu kelas. Dua tahun sebelumnya mereka seperti berada di dunia yang berbeda pikirnya. Jongin bahkan belum pernah melihat anak ini. Dan sekarang mereka dipertemukan. Apa ini yang namanya takdir?
"Kau anak yang ceria ya Jongin."
"Benarkah?"
"Ya. Sepertinya akan menyenangkan berteman denganmu."
Jongin tidak pernah tahu apa Sehun memiliki kekuatan menghipnotis atau dia yang terlalu berlebihan. Tapi hari itu saat mereka sedang belajar kelompok bersama rasanya Jongin merasakan hal yang lain. Yang membuatnya hanya melihat kearah Sehun sedangkan ada lebih dari 3 orang diruangan itu. Kalau diingat Jongin tidak tahu harus menyebut ini keberuntungan atau kesialan. Namun hari itu dia merasa ada yang mengikatnya.
.
.
.
.
.
Tempat duduk mereka tak berjarak jauh. Waktu 5 bulan memang terlalu cepat untuk sebuah persahabatan. Mereka sering melakukan kontak bicara tapi tak pernah menjelaskan pribadi masing-masing. Bagi Sehun persahabatan akan lebih menyenangkan kalau kau tak mengenal terlalu dalam.
"Karena jika kau terlalu mengenalku maka kau lambat laun akan membenciku."
Tapi Jongin sudah tahu hanya dengan caranya bicara, caranya menatap, caranya berinteraksi, bahkan caranya tertidur. Hanya dengan itu Jongin sudah tahu bagaimana seorang Oh Sehun. Dan Sehun sebenarnya juga sama. Mereka saling mengetahui tanpa lisan.
.
.
.
.
.
Anak seusia mereka memang dalam masa keingin tahuan yang tinggi. Jongin senang saat Sehun mengajaknya menghitung jumlah bintang yang muncul setiap malam, atau mungkin menghitung jumlah rambut Sehun. Tapi untuk yang ini Jongin tidak tahu apakah harus senang atau sedih.
"Apa kau pernah berciuman sebelumnya?"
Jongin menggeleng. Mereka yang tengah dalam perjalanan pulang tiba-tiba berhenti begitu saja.
"Apa kau tahu bagaimana caranya?"
Jongin menggeleng lagi. Dia memang tidak tahu. Yah mungkin dia pernah melihat di film atau pernikahan saudaranya. Tapi dia belum pernah mencobanya.
Sehun menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri. Memeriksa keadaan kemudian mendekat pada Jongin.
"Aku hanya penasaran bagaimana rasanya."
Jongin merasa semakin terpojok. Yang dia bisa hanya memejamkan mata saat bibir Sehun berada di bibirnya. Ini gila! Dan ini ciuman pertamanya. Rasanya aneh. Seperti ada sesuatu yang menggelitiknya.
Bibir Sehun terus melumat bibirnya. Dia tidak tahu dari mana Sehun belajar ini. Yang jelas Jongin merasa perasaan yang ia kubur selama ini perlahan-lahan muncul kembali. Jongin memang menyukai Sehun. Tapi dia tidak pernah menyebut ini sebuah rasa suka. Mungkin ini hanya perasaan seorang sahabat. Dan rasa itu semakin memenuhi hatinya saat ini.
Sehun melepas tautannya kemudian menatap Jongin dengan senyuman.
"Terima kasih. Rasanya manis sekali."
Jongin tak menjawab. Mungkin masih terkejut.
"Ayo kita pulang."
Tangan Sehun menggandengnya dan menyeretnya sedikit. Jongin mulai mendapatkan lagi kesadarannya. Entah karena apa wajahnya memerah. Dia benar-benar tidak tahu perasaan apa ini hingga
"Oh iya, kau tahu Yixing teman satu club dance kita?" Tanya Sehun tiba-tiba.
Jongin mengangguk. Matanya tak pernah lepas melirik Sehun disampingnya.
"Aku jadian dengannya kemarin."
Perasaan Jongin kembali lagi seperti biasa. Bahkan menuju ke sebuah rasa yang sedikit sakit. Dia tak bicara apa-apa lagi. Begitu pula Sehun. Mereka hanya terus berjalan sampai terpisah di persimpangan jalan. Jongin ke kanan. Sehun ke kiri. Dan Jongin mulai berharap agar tak bertemu Sehun lagi.
.
.
.
.
.
Tibalah hari kelulusan. Dimana Jongin bisa kembali tersenyum cerah. Dia bahagia hari ini. Selebihnya karena dia lulus dengan nilai yang baik. Teman-temannya juga ikut tertawa bersamanya. Bersenang-senang karena mungkin ini hari terakhir mereka bersama. Mereka juga lega karena hari ini Jongin bisa kembali menjadi Jongin si anak ceria yang dulu. Kemarin mereka sempat heran dengan kemurungan Jongin. Namun mencoba memaklumi karena saat itu banyak yang depresi mendekati waktu ujian.
"Hey Jongin?"
Jongin menoleh. Mendapati sosok namja tinggi membawa buket bunga ditangan.
"Chanyeol hyung?"
"Selamat atas kelulusanmu."
Dia Chanyeol. Satu tingkat diatas Jongin. Yang menyukai Jongin secara diam-diam. Memulainya dengan menjadi teman bicara Jongin.
"Terima kasih hyung." Jongin tersenyum ramah menerima bunga pemberian Chanyeol.
"Apa kau jadi masuk ke universitas yang sama denganku?"
Jongin terdiam. Masih sedikit berpikir. Kemudian matanya tak sengaja menangkap sosok Sehun di belakang Chanyeol. Itu membuat ekspresinya berubah.
"Jongin?"
"Ah maaf hyung. Ada apa?"
Chanyeol menghela nafas. Dia sudah bisa menebak objek apa yang sedang dilihat Jongin.
"Apa kau jadi masuk ke universitas yang sama denganku?"
"Hmm. Ya. Mungkin. Aku masih mempertimbangkannya."
Jongin berucap cepat kemudian wajahnya berubah gelisah.
"Ah hyung aku tinggal dulu ya. Terima kasih untuk bunganya."
Dengan itu Jongin langsung meninggalkan Chanyeol. Tanpa menunggu Chanyeol mengucapkan sepatah kata pun.
Chanyeol menghela nafas. Dia rasa dia butuh kesabaran lebih untuk namja manis itu.
.
.
.
.
.
"Sehun!"
Sehun berhenti dari acara berjalannya. Dia menoleh dan mendapati Jongin.
"Hey Jongin."
"Wajahmu murung. Ada apa?" lagi-lagi Jongin tak bisa mengendalikan perhatiannya pada Sehun. Tak bisa dipungkiri faktor keceriaannya hari ini yang membuatnya begini.
"Tidak apa-apa."
"Kita sahabat kan? Lagi pula sudah lama kau tak bercerita."
Sehun mengangkat alisnya sedikit. Kemudian tersenyum tipis yang terkesan paksaan.
"Itu sejak kau tak bicara padaku lagi Jongin."
"Ah benarkah?"
"Ya. Bahkan pesan yang ku kirim tak pernah kau balas."ucap Sehun.
Jongin memasang wajah berpikir. Sejujurnya saat itu dia memang sengaja. Dia ingin menjauhi Sehun untuk menormalkan perasaan aneh dalam dirinya. Dan Jongin pikir ini sudah berhasil jadi dia bisa menjadi sahabat yang baik untuk Sehun lagi.
"Maafkan aku soal itu."
"Kau kenapa memang?"
"Hey jawab dulu pertanyaanku Oh Sehun!"
Jongin yang cerewet kembali lagi.
"Baiklah. Baiklah. Aku putus dengan Yixing."
Jongin terkejut. Entahlah perasaan aneh itu datang lagi.
"Bagaimana bi…."
"Jangan menanyakannya."
Jongin diam. Kemudian hening diantara mereka.
Cukup lama hingga mungkin Sehun sebal sendiri. Sehun langsung merangkul Jongin kemudian menggiringnya ke arah teman-temannya.
"Hey! Fotokan kami berdua!"
"Hah?"
Jongin terkejut. Dia baru sadar. Ah terkadang pikirannya memang sering blank.
"Meskipun aku tak punya pacar, paling tidak aku masih punya kau Jongin."
Kemudian mereka berfoto berdua. Yang membuat perasaan aneh dalam hati Jongin makin bertambah. Jongin agak takut dengan ini. Sangat takut.
.
.
.
.
.
Mereka melanjutkan sekolah ke tempat yang berbeda. Jongin satu universitas dengan Chanyeol sedangkan Sehun di tempat lain. Hal itu tak membuat Jongin dan Sehun semakin menjauh. Bahkan mungkin bisa dibilang mereka semakin dekat.
"Hey Sehun kalau kau tak makan kau bisa sakit."
"Maka dari itu suapi aku Jongin."
Itu perbincangan mereka di telfon setiap hari. Hanya percakapan kecil yang manis. Yang membuat wajah Jongin bisa memerah hanya karena mendengar suara Sehun yang lebih sering menggodanya. Namun akhir-akhir ini Jongin sedikit sering kecewa. Karena Sehun…
"Namanya Luhan."
"Oh."
Sehun lebih sering membicarakan teman satu universitasnya yang baru di ketahui bernama Luhan. Walaupun ini membuat Jongin agak jengkel tapi dia bisa apa? Toh dia hanya sahabat pendengar setia keluh kesah Sehun. Jongin hanya bisa berpura-pura mendukung dan tertarik dengan bahasan soal Luhan yang dibicarakan Sehun.
"Dia manis, baik hati, tangannya halus. Kau tahu aku berkenalan dengannya tadi pagi. Ah beruntungnya aku."
"Wah benarkah? Selamat kalau begitu."
Lagi-lagi Jongin berpura-pura senang. Dalam hatinya dia bersedih. Dia mulai tahu ini yang orang sebut dengan cinta. Lalu apa Sehun juga merasakannya? Jongin rasa tidak. Apa Sehun mengetahuinya? Jongin rasa itu juga tidak.
"Lalu bagaimana denganmu Jongin? Apa kau sudah menemukan cintamu?"
Jongin agak tersentak dengan pertanyaan Sehun. Dia mencengkeram selimut di dekatnya kuat-kuat.
"Aku rasa belum Sehun."
.
.
.
.
.
Semakin hari Sehun jarang menghubunginya. Mungkin hanya tinggal ucapan "selamat tidur" dan "semoga mimpimu indah" yang masih sedikit sering Jongin dengar. Tak ada lagi obrolan tengah malam yang mereka lalui. Awalnya Jongin mengira hal ini karena mereka sama-sama sibuk atau lelah dengan rutinitas. Namun sedikitnya Jongin sadar betul ini juga karena ada orang lain yang sudah menemani hari-hari Sehun. Orang yang lebih diatas posisinya sebagai sahabat. Orang yang Sehun sukai. Luhan.
Jongin tidak bisa menyalahkan siapa pun. Kalau bisa mungkin dia akan menyalahkan dirinya yang bisa jatuh cinta pada Sehun. Yang jelas-jelas tak pernah melihatnya lebih. Namun dari cerita yang dia dengar, Luhan hanya mempermainkan Sehun. Jadi tidak salahkan kalau terkadang dia mengutuk Luhan? Bagaimana irinya dia pada Luhan yang bisa dicintai oleh Sehun. Sementara dirinya? Bukankah harusnya Luhan bersyukur?
"Jongin, aku ingin bertemu denganmu."
Kalimat putus asa yang baru pertama kali Jongin dengar dari seorang Oh Sehun membawanya ke sebuah café didekat taman. Café favorit mereka.
"Ada apa Hun?"
Jongin menatap dengan pandangan tidak mengerti. Mendapati sahabatnya berdiri diluar café. Bukankah Sehun bisa masuk lebih dulu untuk menunggunya.
Sehun balik menatapnya. Dengan wajah sangat lelah yang benar-benar tergambar. Dia berjalan gontai kearah Jongin. Kemudian memeluknya erat. Menyandarkan kepalanya di bahu Jongin. Mencari kenyamanan yang ia butuhkan saat ini.
"Aku lelah."
Jongin masih terdiam beberapa saat. Jantungnya berdetak lebih cepat. Diam dia berharap Sehun tak mendengarnya. Perlahan tangannya terarah membalas pelukan Sehun. Mengelus punggungnya mencoba menenangkan. Dan Sehun merasa lebih baik dengan itu. Ah tidak, bisa dibilang bersama Jongin dia selalu merasa nyaman dan tenang.
"Jadi….."
Jongin menjauhkan tubuh Sehun dari pelukannya.
"Bisa kau ceritakan semuanya padaku?"
.
.
.
.
.
Jongin diam mendengarkan semua cerita Sehun. Dia tahu bahwa Sehun benar-benar sangat mencintai Luhan. Mata Jongin terus berkaca-kaca dan menimbulkan pertanyaan yang tiap menit Sehun tanyakan.
"Apa kau menangis?"
Jongin menggelang. Kemudian mengusap matanya. "Aku hanya mengantuk dan sedikit terharu mendengar ceritamu."
Sehun tertawa kecil. Tawa kepedihan. "Apa aku semenyedihkan itu?"
"Tidak. Masih ada yang lebih menderita dari pada kau." Ucap Jongin kemudian mengalihkan perhatiannya pada secangkir teh di meja. Dia ingin berteriak "Aku lebih menderita!" namun itu benar-benar tidak akan membantunya. Mungkin akan lebih buruk.
"Hahaha siapa?"
"Apanya?"
"Yang lebih menderita dari aku."ucap Sehun agak kesal. Jadi Jongin tak menghiraukannya dari tadi.
"Banyak. Di novel yang ku baca. Semua lebih menderita dari pada kau."
Sehun tersenyum. Mengacak rambut Jongin dengan sengaja.
"Hey! Kau merusak rambutku."
"Biar saja." Jawab Sehun kembali tersenyum.
Jongin lagi-lagi tak menatap Sehun. Dia takut perasaannya makin dalam.
Kemudian keheningan tercipta diantara mereka. Tidak ada yang bicara lagi. Sehun hanya sibuk mengaduk minumannya. Pandangannya terarah ke luar jendela. Entahlah apa yang menarik dari pemandangan orang yang berlalu-lalang diluar.
"Tinggalkan dia."
Ucapan Jongin membuat Sehun tersadar dari lamunannya. Dia dengan cepat mengarahkan pandangannya kearah Jongin.
"Tinggalkan Luhan."
Sehun memijat pelipisnya. Sedikit pusing dengan keadaan ini.
"Aku… tidak…."
"Kenapa? Kenapa tidak bisa?"
"Kau tidak mengerti Jongin….."
"Aku mengerti Sehun! Aku sangat mengerti!"nada Jongin meninggi. Mungkin dia sudah benar-benar kesal.
"Aku mencin….."
"Ku mohon aku tidak mau mendengarnya!" Jongin menggeleng cepat. Menutup kedua telinganya dengan tangan.
"Jongin…." Sehun mencoba meraih tangan Jongin namun Jongin menghindar.
"Aku mengerti…. Aku sangat mengerti…."ucap Jongin lirih.
"Apa kau menyukaiku?"
Jongin tersentak mendengar ucapan Sehun. Dia kemudian dengan cepat berdiri dan berlari meninggalkan Sehun yang terus memanggilnya. Dia tidak peduli. Dadanya benar-benar terasa sakit. Ia ingin pulang dan cepat-cepat menangis.
Sampai di apartemen miliknya dia menangis sekeras-kerasnya. Merutuki Sehun, menyumpahi Luhan, dan mengutuk dirinya sendiri. Hingga Jongin akhirnya lelah. Menyandarkan kepala pada sofa miliknya. Yang dulu setiap akhir pekan ia gunakan untuk menonton film bersama Sehun. Bercanda bersama. Bahkan kadang mereka berciuman. Bukankah mengingatnya benar-benar menyakitkan?
Suara bel sedikit mengganggu Jongin yang dalam keadaan setengah sadar. Dia hampir tertidur tadi. Hampir tidak memikirkan Sehun dan kemudian suara bel itu mengacaukannya. Dia harus memaki orang yang bertamu malam-malam begini.
"Sia… Sehun?"
Jongin terkejut mendapati sosok yang tengah berdiri di depan pintunya. Dia hampir menutup pintunya lagi kalau Sehun tak segera menahan pintunya.
"Tunggu dulu Jongin…"
"Apa? Apa maumu?" ucap Jongin dengan nada kesal.
"Dengarkan aku…."
"Tidak… tidak…."
"Aku ingin kau jadi kekasihku."
Jongin berhenti dari usahanya menutup pintu. Dia membeku. Masih sulit mencerna kalimat Sehun.
"Jadilah kekasihku Kim Jongin." Ucap Sehun lagi.
.
.
.
.
.
Sejak bertemu dengannya aku tidak pernah mengerti
Apa itu harus disebut keberuntungan atau musibah
Apa persahabatan itu benar-benar bisa disebut cinta
Apa aku sedih atau aku harus senang
Aku tidak pernah tahu itu
.
.
.
Mereka kembali seperti dulu. Seperti saat obrolan tengah malam, godaan manis dari Sehun, dan kunjungan di akhir pekan. Jongin agak senang dengan ini. Dia bahagia walaupun tak pernah sekalipun Sehun mengatakan cinta padanya. Jongin terlalu paham pada posisinya. Yang terkadang sering ia pungkiri.
"Jadi kau pacar Sehun sekarang?" Tanya Chanyeol. Mereka sedang berada di supermarket. Mengantar Jongin membeli beberapa keperluan.
"Begitulah." Ucap Jongin santai. Terlalu santai untuk sebuah hal besar bagi Chanyeol. Dia masih sibuk memilih-milih produk makanan.
"Kau tahu kan kau hanya…."
"Cukup hyung."
Kemudian Chanyeol tak melanjutkan kalimatnya lagi. Dia tahu Jongin sudah mengerti maksudnya.
"Aku tahu. Aku cukup tahu posisiku."
Kemudian ponsel Jongin berdering. Membuatnya berjalan menjauh dari Chanyeol. Itu panggilan masuk dari Sehun. Dia tersenyum sedikit sebelum mengangkat telfonnya.
"Sehun? Ada apa?"
"Jongin kau ada dimana?"
"Aku sedang di supermarket. Ada apa?"
"Ah tidak. Aku hanya heran kenapa disana berisik sekali."
"Oh."
Kemudian hening beberapa saat. Mereka masih tersambung dalam sambungan telefon. Namun tidak ada yang berbicara.
Jongin paham dengan keadaan ini. Dia terlalu mengenal Sehun dengan baik. Pasti ada sesuatu yang ingin Sehun sampaikan tapi dia masih berpikir untuk menyampaikannya.
"Katakan saja."
"Apa?" Sehun terdengar terkejut. Sepertinya dia melamun tadi.
"Katakan saja. Kau mau bicara apa?"
"Ah itu…. Luhan…."
Mendengar nama itu disebut Jongin menggenggam ujung bajunya.
"Ada apa dengan Luhan?"
"Dia… dia tahu tentang hubungan kita."
"Lalu?"
Jongin sudah tahu kemana arah pembicaraan ini.
"Luhan sebenarnya menyukaiku."
Dan berakhirlah semuanya. Jongin sudah tahu ini akan berakhir cepat. Hubungan ini sudah jelas sepihak.
"Aku tak mengerti Jongin. Aku menyayangimu tapi aku juga menyayangi Luhan."
"Tidak Sehun. Kau lebih menyukainya." Ucap Jongin. Dia tersenyum walaupun dia yakin Sehun tak dapat melihatnya.
"Aku menyayangi kalian berdua. Aku tidak ingin kehilangan kalian."
"Apa kau berani mengatakan ini pada Luhan?"
Ucapan Jongin membuat Sehun terdiam. Dia tampak egois sekarang.
"Kau hanya tak ingin kehilangan aku Sehun. Tapi cintamu ada pada Luhan. Jadi lebih baik kejarlah Luhan sekarang. Sebelum terlambat. Aku masih akan selalu ada bersamamu. Tenang saja."
Sehun terdiam sejenak kemudian berucap pelan. Sebuah permintaan yang Jongin sendiri tidak yakin.
"Berjanjilah. Jangan pergi dariku."
"Ya."
Jongin berucap lirih. Rasanya sesak. Tapi bagaimana pun dia harus bisa menerima ini.
"Jadi hubungan kita berakhir?"
"Ya. Tapi tidak dengan persahabatan kita."
Mungkin Sehun bisa bernafas lega. Dia bisa bersama Luhan tanpa harus kehilangan Jongin. Untuk saat ini.
"Terima kasih. Aku menyayangimu sahabatku."
Mata Jongin mulai berkaca-kaca. Bersyukur mereka tidak bertemu langsung.
"Aku juga menyayangimu Sehun. Sudah ya aku harus berbelanja."
"Ah iya baiklah. Aku akan menutupnya."
Kemudian sambungan mereka berakhir. Berakhir pula hubungan mereka. Punggung Jongin bergetar. Dia tidak ingin menangis di depan Chanyeol sebenarnya tapi
"Jongin? Ada apa denganmu?" Chanyeol terkejut saat mendekat padanya.
Dengan cepat Jongin memeluk Chanyeol. Menangis di bahu itu. Dia tidak tahu lagi harus bagaimana.
"Aku berakhir hyung. Aku dan Sehun berakhir."
Chanyeol terkejut mendengarnya. Kemudian dia memeluk Jongin. Mengelus kepalanya. Menenangkan namja yang sangat dicintainya.
.
.
.
.
.
Mungkin benar dia ingkar janji. Jongin pikir ini yang terbaik untuk mereka. Lagi pula dia butuh waktu untuk melupakan Sehun. Sehun juga butuh waktu untuk mendapatkan Luhan kembali. Jadi bukankah tindakannya benar? Tidak membalas pesan Sehun. Berpura-pura ponsel itu rusak. Dia hanya tidak ingin Sehun kembali. Dia ingin hanya ada Chanyeol di hatinya. Meski itu sulit.
"Hey mengapa melamun?" itu suara Chanyeol memeluknya dari belakang.
Jongin agak terkejut dengan tindakan Chanyeol. Tapi sepertinya dia harus terbiasa. Sekarang dia pacar Chanyeol.
"Tidak hyung. Aku hanya sedikit gugup akan bertemu orang tuamu."
Mereka berada di apartemen milik Jongin. Bersiap untuk mengunjungi orang tua Chanyeol.
"Kau tak perlu gugup baby. Mereka pasti akan menyukaimu." Ucap Chanyeol mengecup pipinya cepat.
"Benarkah?"
Jongin tidak yakin. Dan Jongin memang tidak pernah yakin dengan apa pun. Mereka sampai disebuah rumah yang lumayan megah. Bertemu dengan orang tua Chanyeol. Dari luar saja Jongin sudah tahu orang-orang ini begitu perfectionis. Pandangan mereka benar-benar penuh penilaian. Jongin tidak merasa nyaman disini. Lagi pula untuk apa mereka datang kemari? Dia tidak akan menikah dengan Chanyeol besok kan? Hey mereka baru saja pacaran!
"Namamu?"
"Kim Jongin."
"Hobi?"
"Menari."
Jongin menelan ludah. Ini interogasi atau apa? Suasananya benar-benar canggung.
"Chanyeol? Kekasihmu suka menari? Artinya dia memperlihatkan tubuhnya pada orang lain kan? Bagaimana dia bisa menjadi bagian dari keluarga Park?"
Apa?
Jongin tidak pernah tahu ada manusia semacam ini di planet bumi. Dia ingin lari. Dia ingin meneriaki orang-orang ini "Siapa yang mau jadi menantumu bodoh!" tapi dia memilih diam. Memangnya dia sekurang ajar apa.
"Biar nanti aku jelaskan padanya Umma. Lebih baik Umma pergi. Aku akan mengajak Jongin berkeliling." Ucap Chanyeol agak canggung kemudian menarik Jongin pergi.
Mereka berjalan ke halaman belakang rumah Chanyeol.
"Maaf ya. Ummaku memang sedikit keras."
Jongin jadi tidak enak sendiri. "Ah tidak apa-apa. Ku rasa dia tidak menyukaiku."
"Nanti juga dia akan suka denganmu."
Kemudian hening. Mereka menikmati cahaya matahari sore yang tampak indah.
"Jongin….. kau mencintaiku kan?"
Jongin tidak tahu harus menjawab apa. Sebenarnya rasa pada Chanyeol masih mengambang. Dia tidak mau berbohong tapi Chanyeol sudah terlalu baik padanya. Jadi Jongin mengangguk walau sedikit ragu.
"Kalau bagitu maukah kau berhenti menari untukku?"
.
.
.
.
.
"Jongin?"
"Sehun?"
Mereka tak sengaja bertemu di café dekat taman. Café favorit mereka dulu. Kemudian Sehun mengajaknya duduk bersama. Toh mereka sama-sama datang sendiri. Lagi pula Jongin mana bisa menolak Sehun. Perasaannya benar-benar masih sama seperti dulu.
"Bagaimana kabarmu?"Tanya Sehun memulai perbincangan dengan semangat yang sedikit berlebihan bagi Jongin. Ah dia pasti bahagia sekali bersama Luhan.
"Baik. Bagaimana denganmu?"
"Aku juga baik."
Jongin mengangguk. Karena tak ada topik mungkin dia bisa membicarakan hal yang menarik bagi Sehun. Seperti Luhan misalnya.
"Bagaimana Luhan?"
"Hah? Oh? Luhan?"
Jongin tidak tahu kepanikan Sehun itu karena tehnya yang panas atau karena Luhan yang dia tanyakan.
Sehun menghela nafas. "Aku sudah tidak dengannya lagi."
Jongin terbelalak. Kemudian dia merubah posisinya yang tadi bersandar malas pada kursi menjadi berpangku tangan pada meja.
"Ah bahkan aku belum sempat jadian dengannya." Lanjut Sehun kemudian meminum minumannya.
"Bagaimana bisa? Bukankah Luhan….."
"Ya. Itu tipuan. Aku hanya satu dari sekian banyak boneka Luhan. Dia hanya tidak terima aku berpaling darinya."
Jongin tidak tahu harus berkata apa. Ini terlalu mengejutkan baginya.
"Maafkan aku, dulu kita….."
"Sudahlah Sehun. Aku tidak apa-apa." Jongin cepat-cepat memotong kalimat Sehun. Dia tak ingin mendengar apa-apa. Termasuk penyesalan.
Dan tiba-tiba Jongin merasakan tangan Sehun yang menggenggam tangannya. Membuatnya sedikit gugup.
"Jongin…. Bisa tidak kita….."
"Jongin."
Sebuah suara berat menginterupsi kalimat Sehun. Jongin terkejut. Buru-buru dia melepas genggaman Sehun pada tangannya.
"Chanyeol hyung."
Jongin berdiri diikuti Sehun yang ikut memandang kearah namja tinggi di hadapan mereka.
"Apa aku mengganggu?"Tanya Chanyeol dengan pandangan menusuk pada Sehun.
Jongin menggeleng cepat. "Ah tidak hyung. Kenalkan ini Sehun. Temanku."
Sehun menjabat tangan Chanyeol. "Aku Sehun."
Chanyeol masih diam kemudian menatap Jongin. Dia menunggu Jongin mengenalkan dirinya pada namja dihadapannya itu.
Jongin menghela nafas. "Sehun, dia Chanyeol. Dia…. Dia pacarku."
Sehun terdiam. Terlalu terkejut sepertinya.
Kemudian Chanyeol menarik tangan Jongin dan memeluk pinggangnya. Dengan pandangan mata mengintimidasi yang tak pernah lepas dari Sehun.
"Bukankah sebaiknya kita pulang sekarang?"
Jongin hanya bisa mengangguk. Kemudian dia berpamitan pada Sehun.
"Aku pulang Sehun. Sampai jumpa."
Sehun menatapnya dengan pandangan terluka. Dia tersenyum miris sebelum mengangguk dan melambai pada Jongin yang berjalan pergi bersama Chanyeol.
.
.
.
.
.
"Untuk apa kau menemuinya?"
"Kami tak sengaja bertemu disana."
Jongin dan Chanyeol berada di dalam mobil Chanyeol yang melaju dengan kecepatan sedang. Dia tahu benar suasana hati Chanyeol sedang buruk. Dan kalau boleh jujur sebenarnya Jongin juga sama saja dengannya. Entahlah Jongin terlalu pusing dengan kejadian barusan.
"Aku tak suka kau bertemu dengannya."
Jongin terkejut dengan penuturan Chanyeol. Hey mereka kan sahabat. Chanyeol sudah tahu benar tentang hal itu. Yah walaupun Chanyeol juga tahu tentang perasaannya pada Sehun.
"Dia hanya sahabatku…."
"Aku tahu kau masih punya perasaan padanya. Dan aku tidak suka. Jangan temui dia lagi!" kali ini nada Chanyeol lebih memerintah. Dan Jongin tidak suka. Dia tidak suka diperintah.
"Kenapa kau yang mengatur? Ini kan hidupku!" Jongin terbawa emosi.
"Kau harus mendengarkanku!"
"Kau tidak mengerti! Kau bukan orang tuaku kan? Mengapa kau mengaturku? Bahkan kau menyuruhku berhenti menari! Apa aku harus selalu menurutimu? Memangnya kau siapa?!"
"Aku kekasihmu Kim Jongin! Ingat itu!"
"Kekasih? Apa ini yang disebut kekasih? Bahkan Sehun dulu tidak pernah…."
"Cukup!"
Chanyeol menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Jongin sedikit terkejut dengan tindakan yang terlalu tiba-tiba ini. Dia menatap Chanyeol tidak percaya.
"Turun!"
"Apa?"
"Turun sebelum aku menyakitimu."
Mata Jongin mulai berkaca-kaca. Dengan cepat dia keluar dari mobil dan membanting pintunya dengan keras. Kemudian mobil itu melaju cepat meninggalkannya. Jongin menangis. Dia tidak tahu mengapa ini bisa terjadi padanya. Mengapa hidupnya serumit ini. Dia kesal. Sangat-sangat kesal pada perasaannya sendiri.
.
.
.
Mengapa kau selalu datang
Mengapa aku selalu kembali padamu
Mengapa hatiku tak pernah lelah dilukai
Lalu apa yang bisa aku pilih
Rasanya percuma saja aku memilih
Karena pada akhirnya aku akan selalu…..
Kembali padamu
Lagi dan lagi
Kembali padamu
.
.
TBC /END?
Aduh maaf sekali kalau ceritanya aneh -_- Jangan lupa review ya. Terima kasih :)