ANDERS 2
Pairing : Kaihun
Genre : Romance (Mungkin)
Length : twoshoot
DEPO LDH
"Mianhe Appa...aku sebenarnya juga merindukan appa, tapi eomma mengusirku"
"Kalau eomma mengusirmu, kenapa kau tak menelepon Appa? Appa saaangat rindu dengan anak Appa yang tampan ini. Bahkan Lulu sampai menangis, memohon pada Appa agar membawamu pulang, adikmu sangat menyayangimu"
"Aku juga menyayangi Lulu, Appa dan eomma...hiks...meski eomma tak menyayangiku..." dibalik pintu kamar mandi Jongin tengah sibuk berpikir, apakah ia harus keluar sekarang atau menunggu Sehun selesai menelepon. Kakinya ingin melangkah menghampiri seorang yang menangis itu, tapi ia tak bisa. Perasaan sakit yang menumpuk di dada membuatnya tak sanggup untuk melangkah menghampiri Sehun yang tengah menangis, ia tak suka melihat kenyataan bahwa Sehun bukanlah orang yang benar-benar paling bahagia di dunia ini, tapi ia menampilkan itu semua pada orang yang dikenalnya.
"Appa...hiks...apa aku bukan anak kalian?"
"Jangan berkata sembarangan, kau anak Appa dan eomma, sifatmu bahkan sangat mirip dengan Appa"
"Mianhee...Appa...mianhee...hiks...hiks"
"Beristirahatlah! Pulanglah kapanpun kau ingin pulang, pulanglah kepelukan Appa!"
"Ne...hiks...Aku saaangat..hiks...menyayangi Appa"
Jongin tak tahu apa yang tengah dilakukannya saat ini, duduk dilantai sambil memegang erat kedua tangan Sehun dan mendaratkan kecupan-kecupan hangat disana. Sehun hanya bisa menangis, menundukkan tubuhnya dan mengeratkan genggamannya di genggaman Jongin, ia butuh seseorang yang bisa membuatnya tenang.
"Eomma membenciku..hiks...apa yang harus aku lakukan? Apa aku bukan orang baik...hiks...apa kau juga membenciku?..hiks...katakan! katakan padaku! apa yang harus aku lakukan...hiks...hiks" kalimat apapun yang keluar dari mulut Jongin mungkin tak akan berarti bagi seseorang dalam keadaan seperti Sehun saat ini, ia memilih diam tak bersuara. Hanya sebuah tindakan nyata seperti membawa Sehun ke dalam pelukannya lah yang bisa ia lakukan, membiarkan Sehun menangis dan mengatakan semua hal yang menjadi bebannya.
Lama dalam keadaan seperti itu membuat Jongin ikut merasakan sakit yang dialami Sehun, ia tahu bagaimana rasanya tak disayangi oleh orang tua sendiri. Perasaan yang sudah lama ia rasakan, semenjak Eomma dan Appanya tak memanggilnya dengan sebutan 'Jonginie' lagi, semenjak ia tak boleh lagi melakukan hal yang ia senangi. Semua anak pasti akan tumbuh dewasa, tapi setua apapun umur seorang anak, kasih sayang orang tua adalah hal yang akan dibutuhkan sampai kapanpun.
"Kenapa kau menunjukkan sisi lemahmu ketika ada aku disini? Aku akan merasa bersalah jika tak bisa melindungimu setelah tahu semua hal yang terjadi padamu" dan Jongin membawa Sehun semakin dalam ke pelukannya, membiarkan Sehun tertidur dengan air mata yang tak bisa berhenti.
...
Pagi hari di musim gugur tak membuat semuanya membaik bahkan perasaan sedih masih begitu terasa di sebuah apartement dimana dua orang namja tampan masih tertidur dengan lelap, salah satunya mulai bergerak tapi bukan untuk bangun, hanya ingin menyamankan posisinya pada namja yang sedang memeluknya erat.
"Eumm...Kim Jongiiin" Sehun mengeluh dalam tidurnya sebelum akhirnya ia membuka mata. Ia ingin tersenyum ketika mengetahui ia bangun di pagi hari dan ada seseorang berada disampingnya, namun bibirnya masih berat hanya sekedar untuk menyunggingkan sebuah senyuman, perasaanya terlampau sedih hingga ia hanya menatap Jongin yang masih tertidur.
"Eummm...kau sudah bangun?" Sehun mengaggukkan kepala, tak sadar jika Jongin masih memejamkan mata, belum bangun sepenuhnya. Sehun beranjak bangun, mendekat ke jendela dan membuka tirai berwarna cokelat itu. matanya menatap nanar pada jalanan yang sedikit sepi karena hawa mulai dingin hingga membuat jendela berembun, biasanya ia suka saat seperti ini, sedikit mendung ketika hari libur dan pada akhirnya ia akan selalu menghabiskan harinya untuk dirumah memberishkan setiap pojok ruangan. Tapi kali ini berbeda, suasana mendung membuatnya semakin murung dan kembali ingin menangis.
"Entah kenapa wajahmu tak enak dilihat jika tak tersenyum seperti biasanya? Meskipun itu hanya sebuah senyuman bodoh" tanpa Sehun sadari Jongin sudah berada di sebelahnya, mengikuti apa yang ia lakukan "Jika hari ini kita pergi ke taman bermain apa kau mau?" apakah ini sifat asli seorang Kim Jongin?atau baru pertamakalinya namja tersebut menunjukkan sifat seperti ini, Sehun tak mengerti dan tak tahu, yang ada sekarang adalah Kim Jongin yang baik hati dan perhatian padanya meskipun kalimat yang diucapkannya tetap pedas.
"Aku berubah menjadi namja miskin, jadi apa kau akan mentraktirku masuk ke taman bermain?" goda Sehun dengan senyumannya, meski Jongin tahu senyuman itu hanya senyuman palsu, tapi ia balas tersenyum.
Sehun tengah memegang Bubble Tea di tangan kanan dan tangan Kirinya digunakan untuk mengenggam tangan Jongin, seperti sebuah Dejavu. Diam-diam Sehun menyukai perasaan seperti ini, berjalan dalam diam sambil bergandengan tangan, hal yang baru dilakukannya selama 17 tahun ia hidup. Meskipun berlebihan tapi ia ingat agar menggunakan moment seperti ini dengan baik, karena ia takut suatu saat tak merasakan hal yang membahagiakan lagi.
"Ternyata kau memang gampang di rayu hanya dengan segelas Bubble Tea" ingin sekali ia memukul lengan Jongin, tapi apa daya tangannya tak ada yang bisa digunakan untuk melakukan hal tersebut.
"Kau pikir aku namja apaan? Mudah di rayu hanya dengan segelas Bubble Tea, aku tak terima"
"Aigooo...kau mudah sekali marah-"
"Hei...ada apa ramai-ramai disana? Ayo kesana! Mungkin ada sesuatu yang menarik" kalau saja Jongin memiliki kesempatan untuk mengamati perubahan Sehun yang terlalu cepat, pasti ia akan melakukannya, tapi sayang Sehun tak memberikannya kesempatan dan ia sudah ditarik ke arah kerumunan.
"Mereka menari sepertimu" Jongin tak lagi memperhatikan perkataan Sehun, ia terlalu sibuk menatap pada penari-penari yang sedang meliuk-liukkan tubuhnya disana. Sehun tahu bahwa orang disampingnya ini ingin melakukan hal yang sama dengan mereka, maka ia memutuskan untuk mendorong Jongin ke tengah. Salah seorang penari turut menyeret Jongin untuk mengikuti mereka bergerak, alunan musik yang terdengar indah di telinga membuat Jongin tak tahan untuk tak menggerakkan badannya.
Gerakan yang indah menurut Sehun, biasanya ia akan reflek mengikuti sebuah tarian jika apa yang dilihatnya begitu menarik, tapi ia tak melakukannya sekarang, gerakan tersebut akan lebih indah jika ia melihat Jongin yang melakukannya. Sehun tersenyum bangga begitu Jongin menari dengan segala rasa bahagianya, ia bisa melihat hal tersebut, Jongin terlihat lebih hidup dari pada ketika ia berada di kelas dan mengerjakan soal matematika, sampai kapanpun Sehun akan membenci matematika.
Sehun tak tahu jika Jongin tengah mendekat dan menarik tubuhnya dengan cepat menuju dekapannya, yang ia sadari saat ini adalah Jongin yang tengah memelukknya erat di tengah kerumunan. Wajahnya memerah, karena baru pertama kalinya ia melakukan hal memalukan seperti ini selama tujuh belas tahun kehidupannya. Tapi Oh Sehun menyukainya, menyukai dekapan Jongin, menyukai harum tubuh ini, menyukai semua yang ada dalam diri Kim Jongin seakan ia tak mau lepas dari semua rasa bahagia yang dirasakaanya sekarang.
"Maaf...kita tak jadi pergi ke taman bermain" Jongin tengah melirik ke arah Sehun yang sedang mengamati jalan di depannya, ia cukup bingung ketika Sehun membalasnya dengan sebuah senyuman lembut, bukan senyuman bodoh.
"Aku sama sekali tak menyesal karena kita batal pergi ke taman bermain. Aku sudah cukup puas melihat wajah tampanmu yang tersenyum bahagia ketika sedang menari, tak ada yang lebih menyenangkan dari itu"
"Aku merasa bersalah dua kali lipat setelah mendengarnya" Sehun berjalan ke depan Jongin dan segera ia membalik tubuhnya sehingga mereka berhadapan. Hanya seorang Oh Sehun yang berani menarik kedua pipi Kim Jongin, melakukan hal yang memalukan tersebut di tempat umum. Tapi Jongin tak merasa harga dirinya di permalukan, ia merasa baru kali ini dianggap sebagai manusia biasa tanpa embel-embel kepintarannya.
"Aigoooo...Kim Jongin sangat menggemaskan, aku jadi ingin di traktir makan Tokpokki" dan keinginan Sehun pada hari itu di turuti oleh seorang Kim Jongin yang tak selamanya dingin.
...
Meskipun merengek seperti apapun, pada akhirnya Jongin tetap pulang ke rumahnya dan meninggalkan Sehun sendirian di apartement. Terkadan Taehyun akan berkunjung walau sebentar, kadang Suho akan menelponnya dan mengatakan permintaan maaf karena hanya bisa berhubungan lewat telepon tanpa menemui Sehun selama liburan musim gugur berlangsung, salahkan Kris Wu yang dengan seenaknya menculik Suho untuk diajak pergi ke kanada.
TING TONG
Sehun bergegas membuka pintu, berharap bahwa Taehyun atau Jongin akan menemaninya hari ini. Senyum bodoh itu menghilang begitu yang berada di depan pintu adalah eomma-nya. Sehun bahkan tak mempersilahkan eomma-nya masuk karena terlalu kaget, hingga eomma-nya sendiri yang masuk tanpa dipersilahkan.
"Jangan kembali ke rumah!" beruntung Sehun telah mendudukkan dirinya di sofa, jika tidak ia mungkin akan jatuh merosot ke lantai ketika mendengar penuturan eomma-nya "Eomma akan memberikan biaya hidupmu setiap bulan tapi jangan pernah menampakkan diri lagi di rumah!"
"Kenapa?" setiap anak pasti akan sakit hati jika di usir oleh orang tuanya sendiri, apalagi Oh Sehun yang sudah sekian lama mati-matian berusaha agar eomma-nya mencintai dirinya, mencintai sepenuh hati. Tapi kenapa balasannya seperti ini? "Apa aku bukan anak eomma?"
"Kau pembunuh!" saat itu juga Sehun menangis dalam diam, ia tak tahu harus berbuat apalagi ketika mendengar perkataan sekejam itu. dadanya terlampau sakit dan ia hanya bisa meremasnya semakin kencang "Jangan harap eomma akan menyayangimu setelah kau membunuh adikmu sendiri"
"Huks...Huks..." tubuh Sehun sudah melorot dari atas sofa, ia jatuh tertunduk di lantai "A-aku...huks...pembunuh?"
"Ternyata kau memang tak mengingatnya, kau masih berumur dua tahun waktu itu. kalau saja kau tak berlari ke tengah jalan maka eomma tak akan keguguran karena menyelamatkanmu!" kalimat terakhir yang disertai sebuah bentakan membuat tangis Sehun semakin kencang, seperti tangisan anak kecil ketika di tinggal pergi orang tuanya, mungkin sebentar lagi Sehun akan merasakan hal tersebut karena rasa sakit yang dialaminya hampir sama.
Sehun tak tahu harus menangis seperti apalagi agar eomma-nya mau memaafkannya, bahkan waktu itu ia masih berumur dua tahun dan belum bisa mengingat dan mengetahui apa yang dilakukannya, lalu dengan tega eomma-nya melimpahkan semua rasa bersalah itu padanya, ini sungguh tak adil. Tapi bagaimanapun Sehun tak berani melawan, ia takut akan semakin di benci oleh Eomma-nya.
"Jangan menampkkan diri dirumah! Sekeras apapun ayahma meminta kau jangan pernah kembali" dengan begitu nyonya Oh pergi meninggalkan Sehun yang sudah menangis di atas lantai yang dingin. Meratapi semua nasib buruk yang menimpanya tanpa bisa melawan.
Tubuh kurus itu terguncang hebat di selingi suara senggukkan yang tak henti-hentinya karena terlalu lama menangis, ia lelah menangis tapi rasa sakit di hatinya tak kunjung reda. Rasa sakit yang di buat eomma-nya sendiri tak bisa hilang begitu saja, apalagi itu semua karena kesalahannya yang seorang pembunuh.
Di lain tempat seorang tengah mencoba mendobrak pintu kamarnya sendiri karena dengan sengaja di kunci dari luar. Sungguh brengsek orang yang membuat pintu kamar ini sebegitu kokohnya hingga jika di dobrak membuat lengan terasa amat sakit. Jongin sedang merutuki lengannya yang hampir mati rasa karena mencoba melawan benda mati yang bernama pintu, belum lagi bodyguard yang menjaganya di luar sana. Ia hampir berputus asa jika tak mengingat wajah Sehun yang begitu ia rindukan semenjak 3 hari yang lalu, jika tahu akan berakhir seperti ini mungkin Jongin tak akan memilih untuk pulang dan tetap tinggal di apartement Sehun yang hangat.
Begitu tahu Jongin semalaman tak pulang, ayahnya sangat murka dan memperketat penjagaan di seluruh rumah, tak memperbolehkan anaknya itu untuk menghabisakan liburan musim gugur di luar pagar kokoh kediaman keluarga Kim. Bahkan ayahnya sempat mengancam Jongin dan tak memperbolehkannya lagi menari jika dirinya masih bersikap seperti anak kecil, berkeliaran diluar seperti orang bodoh.
Tak kehabisan akal, Jongin mulai membuka jendela kamarnya dan segera melompat keluar. Ia pasrah jika salah seorang bodyguard menemukannya tengah melarikan diri, salahkan senyum bodoh Oh Sehun yang selalu membuatnya rindu hingga dadanya terasa sesak.
...
"Oh Sehun...aku datang" Jongin membuka pintu apartement Sehun lebar-lebar karena pintu tak terkunci. Dengan peluh bercucuran Jongin meneriakkan nama orang yang begitu ia rindukan, tubuhnya serasa membeku ketika menemukan Sehun tersungkur di lantai dengan air mata yang tak bisa berhenti mengalir. Dihampirinya tubuh kurus itu, dengan kekuatan penuh Jongin menarik kedua lengan Sehun agar pemiliknya terduduk.
"Apa yang terjadi? Kenapa kau begini?" Sehun menatap Jongin dengan pandangan kosong, tapi kedua lengannya terkalung secara natural ke leher Jongin, membuat pemuda tampan tersebut menarik Sehun ke dalam pelukannya.
"Huks...huks...Jongin..."
"Aku disini...aku sudah kembali" memangnya apa yang bisa dilakukan Jongin selain memeluk Sehun erat-erat sembari tangannya mengusap punggung Sehun yang masih bergetar. Dengan sabar pemuda tersebut membawa tubuh Sehun ke atas sofa, dan membiarkannya menangis sampai puas.
Beberapa jam berlalu dengan suara senggukan Sehun, hingga sekarang ia sepertinya terlalu lelah dan membiarkan dirinya berada di pelukan Jongin yang nyaman. Jongin tak mengatakan apapun, ia takut membuat Sehun semakin terpuruk jadi diam adalah pilihan terbaik yang bisa dilakukannya, Setahunya Sehun bukanlah pribadi yang murung seperti ini bahkan sampai menangis tersungkur di lantai, Oh Sehun yang dikenalnya adalah pribadi yang selalu bahagia, selalu tersenyum dengan bodoh, selalu berteriak jika merasa senang, dan sampai kapanpun selalu membenci matematika. Jika mengingat hal tersebut Jongin selalu tersenyum karena mengenal orang seperti Sehun, tapi untuk saat ini rasanya berbeda, Jongin bahkan ingin sekali menangis saat melihat wajah Sehun yang sayu dan murung karena habis menangis barusan, Jongin sendiri sampai lupa bahwa ia sedang melakukan aksi kabur dari rumah dan lebih fokus pa Sehun.
Padahal kalau di pikir-pikir Sehun bukanlah kekasihnya, sahabat juga bukan, temanpun hanya sekedar teman sekelas tak begitu akrab, tapi Jongin merasa bahwa ia menyukai saat-saat bersama anak yang selalu tersenyum tanpa beban ini, yang juga membuatnya tersenyum-senyum sendiri jika mengingat kelakuan bodoh Sehun di kelas.
"Bagaiman perasaanmu jika eommamu sendiri menuduhmu seorang pembunuh" Sehun tiba-tiba membuyarkan lamunan Jongin yang sedari tadi berada di awang, ia tak mengerti kenapa Sehun membahas masalah ini, apa ada hubungannya dengan Sehun yang menangis hingga terlihat sangat menyedihkan begini? "Eomma menuduhku pembunuh dan ia menyuruhku pergi dari kehidupannya, kehidupan appa dan Luhan juga"
"Mungkin aku tak mengerti, tapi rasanya pasti sangat sakit...sakit hingga membuat Sehun yang kukenal sebagai orang yang ceria sampai menangis seperti ini" Sehun mengangkat kepalanya dari dada Jongin, menatap pemuda yang tiba-tiba masuk ke dalam rumahnya saat ia menangis tadi, rasanya ada hal yang menenangkan melihat Jongin menatap selembut itu, tatapan yang entah kenapa tak pernah ia tahu dimiliki seorang sepintar Kim Jongin.
"Apa kau membenciku ketika tahu bahwa aku seorang pembunuh?" tak ada jawaban, Jongin tersenyum lembut sambil menyentuh pipi Sehun "Kenapa kau tersenyum?"
"Aku menyukaimu..." Sehun merasa telinganya sedang bermasalah hingga ia mendengar sebuah kalimat yang sangat tidak biasa, lagi pula baru kali ini juga ada yang mengatakn hal tersebut padanya jadi wajar kalau ia seidkit tak percaya dengan kalimat Jongin barusan.
"Jo-Jongin...Kau menyukaiku?" dengan gerakan cepat Jongin menarik kepala Sehun agar kembali bersandar pada dada bidangnya, dalam suasana hening Sehun bisa mendengar detak jantung Jongin yang berdentum sangat cepat
"Aku menyukaimu...dan aku juga mencintaimu" wajah nan putih itu mendongak ke atas menatap seseorang yang saat ini sangat tampan di matanya, Sehun takut ini hanya mimpi yang akan hilang ketika ia terbangun sesaat kemudian. Apa mungkin Jongin sebenarnya tak datang ke apartementnya? Apa mungkin Jongin sebenarnya tak menenangkannya saat menangis? Dan apa mungkin sebenarnya tak ada Jongin yang menyatakan cinta padanya? Ia terlalu takut mengira semua ini hanya sebagai mimpi indah di tengah kesedihannya.
"Ku harap aku tak bermimpi, karena sebenarnya aku juga saaaangat menyukaimu"
"Kau tak bermimpi sayang..." tangan kekar itu mulai mengusap pipi halus Sehun, membuatnya merasa nyaman hingga tanpa sadar Sehun ikut menggerakkan kepalanya dan semakin mengusakkan wajahnya pada tangan Jongin.
"Aku menyukaimu...aku menyukaimu...aku saaaaangat menyukaimu" kalian pasti tahu bagaimana perasaan Sehun saat ini, bahagia...saaangat bahagia...terlalu bahagia sampai ia sendiri tak percaya jika kebahagiaannya datang sangat cepat setelah kesedihan yang juga datang terlalu cepat. Sangking bersemangatnya sampai Sehun naik ke atas pangkuan Jongin dan memeluk leher pemuda bermarga Kim itu erat, erat sangat erat hingga Jongin merasa sesak.
"Apa kau masih merasa sedih?" namun sepertinya Jongin salah bicara, pelukan Sehun perlahan terlepas dan namja putih itu beranjak dari pangkuan Jongin, menunduk dalam dan meremas jemarinya kuat-kuat agar tak kembali menangis "Maafkan aku..." Jongin membawa Sehun kembali ke dalam pelukannya.
"Bisakah kita pergi jauh dari sini dan memulai kehidupan baru berdua?" Sedikit tak percaya dengan ucapan Sehun Jongin menatap kepala yang tersandar di dadanya, apa benar mereka sanggup jika hidup berdua dan kabur tanpa uang, tanpa teman dan tanpa seoranpun yang mendukung mereka. Jongin merasa masih terlalu kecil untuk melakukan hal senekat ini, namun ia sendiri sudah tak tahan dengan appa-nya yang begitu menginginkan ia menjadi seorang direktur dan meninggalkan dunia tari-nya.
"Apa kau sungguh-sungguh akan meninggalkan semua ini dan hidup hanya berdua denganku?" kedua mata itu bertemu dan dengan mantap Sehun mengangguk sambil menggenggam tangan Jongin erat.
"Aku tak sanggup dibenci oleh eomma-ku sendiri, aku ingin memulai semuanya dari awal"
"Aku akan menemanimu kemanapun kau ingin pergi, kita mulai semuanya berdua...hanya berdua"
...
Mereka memilih pergi jauh ketika malam hari tiba sekitar pukul 10 malam, menghindari orang-orang Appa-nya yang mungkin saat ini masih mencarinya karena kabur dari rumah. Lagi pula mereka menghindari orang-orang yang dikenalinya, agar suatu hari tak ada lagi yang mencari kedua orang tersebut.
"Apa kau kedinginan?" Jongin bertanya sambil memandang wajah Sehun yang terlihat damai. Mungkin ini jalan terbaik untuk mereka berdua, karena sangat menyenangkan melihat wajah Sehun yang tak lagi bersedih.
"Aku baik-baik saja" Sehun tersenyum dan mengeratkan rangkulannya di lengan Jongin
Mereka memutuskan untuk pergi jauh dari seoul, mungkin pergi ke daerah Daegu yang jauh dari pusat kota-nya, tinggal berdua dan hidup baru dengan bekerja sambilan sebagai apapun. Jongin memilih pergi dengan menggunakan Bus terakhir mengingat ia kabur tak membawa uang dan sekarang ia hanya bisa mengandalkan uang tabungan Sehun yang cukup banyak, mungkin cukup untuk menyewa sebuah tempat tinggal sederhana. Jongin sendiri tak menyangka bahwa Sehun anak yang rajin menanbung.
"Suho Hyung...Taehyung, Baekhyun Mianhee" lirih Sehun di tengah jalan, Jongin paham jika Sehun mungkin sulit meninggalkan mereka berdua, mengingat Sehun adalah sosok yang ramai dan pandai bergaul, mungkin nanti Sehun akan sering merasa kesepian karena harus beradaptasi dengan lingkungan barunya dan menemukan teman-teman baru.
"Kalau kita sudah aman, kita bisa segera menghubungi mereka" dan Sehun percaya bahwa suatu hari nanti ia akan kembali bersama Hyung dan teman kesayangannya, Suho dan Taehyung.
"LIHAT...ITU MEREKA!" karena teriakkan yang begitu kencang Jongin dan Sehun sedikit tertarik dan mencari sumber suara sama sekali tak curiga bahwa yang mereka sedang menunjuk Jongin dan Sehun sebagai sasaran. Begitu Jongin berbalik wajahnya mendadak pucat dan segera ditariknya tangan Sehun untuk diajak berlari.
"Jo-Jongin...siapa mereka? Kenapa kita harus lari?" Tanya Sehun susah payah, Jongin berlari dengan kencang sambil menariknya jadi ia mebutuhkan tenaga ekstra untuk bertanya.
"Mereka anak buah Appa-ku...mereka akan membawaku pulang" begitu sadar Sehun malah menarik kencang lengan Jongin hingga ia yang memimpin jalan sekarang, ia takut jika dipisahkan lagi, ia tak mau, mereka baru saja akan memulai hidup baru bagaimana mungkin secepat ini mereka harus berpisah?
"Jongin...demi apapun jangan tinggalkan aku" Sehun menangis sambil terus berlari, pegangannya di jemari Jongin terlalu kuat, seolah jika genggaman mereka terlepas maka mereka akan berpisah untuk selamanya.
"Aku tak akan meninggalkanmu...aku berjanji"
Para Bodyguard tuan Kim terlihat begitu gigih hingga jarak antara mereka begitu pendek, Sehun semakin kencang beralari hingga tak sadar menarik Jongin menuju jalan raya yang traffic light-nya sedang berwarna hijau. Ia panik dan kacau saat ini hingga teriakan Jongin tak di dengarkannya sama sekali
"Sehun...Sehun...berhenti..." tapi tarikan Sehun terlalu kuat hingga Jongin sendiri tertarik sampai di jalan raya
Tiiiin...Tiiiin...
Disaat terkahir Jongin menarik Sehun ke dalam pelukannya dan
BRUUUUK
Keduanya terhempas begitu jauh karena ditabrak sebuah mobil yang melaju cukup kencang, sampai terakhirpun Jongin masih memeluk Sehun dalam dekapannya.
"Jo-Jongin" Sehun masih sempat membuka mata dan menatap Jongin yang sudah berlumuran darah, ia ingin menangis tapi badannya terasa sangat sakit semua, ia sendiri tak sadar jika keadaanya tak lebih buruh dari Jongin "Jo-Jongin" dan Sehun tak sadarkan diri setelahnya.
...
Seminggu telah berlalu dan barulah Sehun membuka matanya, ia merasa asing di tempat yang bercat serba putih ini, di tambah tubuhnya terasa amat sangat sakit, sakit sekali hingga sulit di gerakkan.
"Jo-Jongin" kalimat pertama yang keluar dari bibir pucatnya. Luhan yang sedari tadi duduk di sofa sambil menggambar tiba-tiba beranjak beridiri dan menghampiri Sehun.
"Hyung...Hyung sudah bangun?"
"Jongin...dimana Jongin...dimana...hiks...hiks" Luhan kecil terlihat panik mendapati Hyungnya tiba-tiba bangun dan menangis, karena si kecil itu cukup pintar jadi ia segera memanggil Appa-nya dan dokter yang menangani Sehun.
Si kecil Luhan sudah berada di gendongan Appa-nya dan terus saja menatap Sehun yang menangis kencang menanyakan keberadaan Jongin, sedangkan sang dokter berusaha memeriksa keadaan Sehun yang baru sadar dari koma.
"Appa...hiks..."Luhan merengek karena sedih melihat Sehun, hyung yang biasanya selalu ceria terlihat sangat menyedihkan "Kaihan Hyung...hiks" Tuang Oh hanya bisa menengangkan Luhan agar tak semakin kencang menangis, cukup Sehun yang terluka ia tak mau lagi melihat keluarganya berlarut-larut dalam kesedihan.
"Appa...diman Jongin...hiks...hiks...dimana?" seperti mendapat firasat buruk dari tatapan ayahnya Sehun menambah intensitas menangisnya "Huwaaaa...Jongin ...hiks...jangan tinggalkan aku...huwaaaaaa...bawa Jongin kembali...hiks...hiks..."
"Maafkan Appa sayang...maaf...Appa tak bisa membawa Jongin kembali...Jongin pergi meninggalkan kita semua" tangis Sehun semakin kencang, tak mau percaya dengan ucapan Appa-nya
"Appa bohong...Jongin...Jongin-ku belum mati...hiks...hiks..."
"Maafkan Appa...maaf Hunnie"
"Jongiiin...hiks...Jongin...jangan tinggalkan aku...hiks...hiks..."
"Appa..." Luhan ikut sesenggukan di bahu appa-nya, ia tak sanggup melihat Hyung-nya begitu menderita "Bawa Jongin Hyung kembali Appa...hiks" bahkan Luhan ikut memohon demi Sehun, tapi Appa-nya hanya menggelengkan kepala, mana mungkin ia bisa menghidupkan Jongin kembali sedangkan pihak rumah sakit mengatakan bahwa orang yang di tabrak bersama Sehun sudah meninggal bahkan sebelum sampai di rumah sakit.
"Jongin...hiks...Jongin.." Suara Sehun semakin lirih akibat pengaruh obat bius yang diberikan oleh sang dokter.
...
Semenjak kepulangannya dari rumah sakit, Sehun terlihat seperti mayat hidup. Ia hanya bisa diam di tempat tidur sambil memandang Jendela berharap suatu saat Jongin akan terlihat di depan rumahnya. Terkadang jika cuaca sedang bagus maka Luhan kecil akan membawa Sehun dengan kursi rodanya ke halamn belakang rumah, membiarkan Sehun melamun sambil mendengarkan ocehan Luhan tentang hari-harinya di sekolah.
Sehun tidak cacat ataupun lumpuh, ia menggunakan kursi roda karena ia tak mau menggerakkannya, tubuhnya sudah mati bersama dengan kepergian Jongin. Tak jarang Sehun sering menggunakan infus sebagai penopang nutrisnya Karena ia jarang sekali menerima asupan yang sehat.
Pandangan mata Sehun selalu kosong, ia seolah berada di dunianya sendiri, dan itu membuat Tuan Oh dan Luhan tak jarang menangis diam-diam. Lalu bagaimana dengan nyonya Oh? Ia memang sangat kejam, di awal kepulangan Sehun ia malah menyarankan pada suaminya agar Sehun di bawa ke rumah sakit jiwa saja, tuan Oh tentu saja marah bagaimanapun Sehun adalah anaknya, anak yang selalu disayanginya jadi ia tak mungkin setega itu membiarkan Sehun sendirian di rumah sakit Jiwa yang terlihat menakutkan.
Tak jarang nyonya Oh mendatangi kamar Sehun dan mengatakan hal-hal yang menyakitkan hingga Sehun selalu menangis dalam diam seusai nyonya Oh meninggalkan kamarnya. Sampai suatu hari tuang Oh mendapati istrinya tengah memaki-maki Sehun sebagai pembunuh, pembunuh adiknya sendiri dan pembunuh kekasihnya yang bernama Kim Jongin. Sehun yang sudah lama tak menampakkan eksprsi apapun tiba-tiba menangis dengan kencang sambil emnjambaki rambutnya sendiri hingga beberapa helai rontok begitu saja.
BRAAAAAK
"Apa yang kau katakan pada Sehun?" Nyonya Oh terkisap dan mematung di posisinya melihat suaminya datang begitu tiba-tiba, takut suaminya mendengar ia memaki Sehun hingga menangis seperti sekarang. Tapi pada kenyataannya Tuan Oh mendengar semuanya, semua yang nyonya Oh katakan pada Sehun "Jika kau memang tak menyayangi Sehun lebih baik kita bercerai sekarang, aku tak mau anak-anak-ku tumbuh dengan rasa benci di keluarganya"
Saat itu juga Nyonya Oh meangis tersungkur dibawah kaki-suaminya, tapi tak ada lagi kata maaf menurut tuan Oh, karena ia sadar bahwa selama ini memang istrinya sangat membenci Sehun atas kejadian yang telah lama berlalu.
"Aku akan mengurus perceraian kita secepatnya"
Pada akhirnya keluarga Oh tak lagi utuh, suasana suram melingkupi keluarga tersebut dari hari ke hari. tapi setelah perceraian Nonya Oh dan Tuan Oh semuanya berubah cukup baik, tak ada lagi Sehun yang memangis meskipun ia masih diam dengan pandangan kosong, tak ada suasana benci terasa, di tambah teman-teman Sehun yang rajin berkunjung dan menceritakan banyak hal di sekolah.
Suho, Baekhyun dan Taehyung selalu ruting berkunjung dan menemani Sehun seharian, menceritakan banyak hal yang terjadi di sekolah tanpa si usil Sehun yang membenci matematika.
"Hei...aku sudah jadian dengan Kris" ucap Suho malu-malu, meskipun Sehun tak menunjukkan eksprsi apapun atau bahkan menggodanya tapi Suho masih saja malu jika harus mengaku ia sudah jadian dengan Kris, lelaki yang selama ini dihindarinya mati-matian "Kau jangan mengatakn ini pada si berisik Taehyung kalau ia sedang berkunjung kesini, aku malu sungguh"
Meskipun tahu bahwa Sehun tak akan merespon ucapannya, Suho terus saja bercerita panjang lebar "Kembalilah menjadi Sehun yang manja, yang membenci pelajaran matematika dan kembalilah bersekolah seperti dulu, Hyung merindukanmu"
Di lain hari Taehyung mengunjungi Sehun dan menceritakan bahwa ia sedang bertengkar dengan Soek Jin, kekasihnya.
"Aku benci Soek Jin Hyung, ia lebih suka memasak dari pada keluar bermain denganku, itu menyebalkan Hunnieeee"
"Aku rindu pergi keluar denganmu, rindu berteriak-teriak di kelas karena berebut contekan PR matemaika milik Suho Hyung, dan yang jelas aku sangat merindukanmu" pada akhirnya Taehyung tak kuasa dan memeluk Sehun erat sambil menangis.
Dan diakhir bulan biasanya Baekhyun berkunjung sambil dengan kekasihnya Park Chanyeol. Chanyeol bisa bercerita banyak tanpa kenal lelah jadi Baekhyun srring menyuruh Chanyeol bercerita, bercerita apapun yang bisa membuat suasana sedikit membahagiakan, meskipun selalu dan selalu Sehun tak merespon.
...
Hari mulai berganti, minggung berubah, bulan bertamabah hingga 2 tahun berlalu begitu saja dengan cepat. Namun tak ada yang berubah dari kondisi Sehun, ketika teman-temannya sudah berada di bangku kuliah ia masih saja terdiam dengan tatapan kosong ketika memandang sesuatu. Luhan berubah menjadi anak kecil yang bersifat dewasa, selalu menjaga Sehun sepulang sekolah dan terkadang ia membawa Hyung-nya menuju taman dekat kompleks rumah. Tuang Oh tak sangat sering berada di rumah dan menghabiskan waktunya untuk menjaga Luhan dan Sehun, dengan segala perhatian yang ia miliki.
Hari itu cukup mendung dan Luhan membawa Sehun di halam belakang rumah, suasana musim dingin begitu terasa hingga membuat banyak orang kedinginan, tapi Luhan tak lupa memakaikan Sehun baju tebal dan selimut yang menutupi kaki Hyung-nya.
TING TONG
Karena di rumah memang hanya ada mereka berdua, Luhan sejenak meninggalkan Sehun di halaman belakang dan tanpa curiga membuka pintu depan.
"Anda ingin bertemu dengan siapa?" Tanya Luhan sopan
"Bisakah aku bertemu dengan Sehun? Aku teman- ah...aku kekasihnya" Luhan berpegangan erat pada gagang pintu karena cukup terkejut dengan hal barusan
"Apa kau?-" dan orang tersebut mengangguk memberikan Luhan sebuah senyuman hangat.
DEG
Jantung pemuda tersebut berdetak sangat kenang begitu melihat Sehun yang terduduk di atas kursi roda. Perlahan ia berjalan mendekat, sampai akhirnya ia berada di samping Sehun dan duduk di bangku taman yang ada disana.
"Hai Oh Sehun" Sehun mengerjapkan matanya cepat begitu mendengar suara barusan, suara yang begitu familiar dan begitu ia rindukan "Apa kau masih membenci matematika? Aku ingin memberikanmu contekan, apa kau tak mau?" Air mata Sehun mengalir begitu saja, ia rindu, ia saaangat rindu dengan orang yang ada di sampingnya ini. Ia berdoa dalam hati bahwa orang yang berada disampingnya ini adalah orang itu, ia tak peduli jika sekarang ia berada di surge atau masih di bumi yang terpenting ia bisa bersama KIM JONGIN.
"Jongin...Kim Jongin..." Sehun menoleh dan mendapati Jongin yang berurai air mata, perlahan ia meraba wajah Jongin yang semakin tampan dan terlihat tegas.
"Aku merindukanmu...maafkan aku karena tak bisa menepati janjiku untuk tak meninggalkanmu" Jongin mengusapkan wajahnya di telapak tangan Sehun yang semakin pucat dan kurus "Maaf karena membuatmu seperti ini, aku bersalah pada orang yang sangat kucintai, maafkan aku Sehun, maaf"
"Hiks...Hiks...hiks...HUWAAAAAAAA...Jongin..huhuhu...Jongin" di belakang sana Luhan ikut menangis karena berhasil melihat Sehun yang menangis dengan kencang, sebuah ekspresi, bentuk kesedihan yang selama ini di rasakan oleh Hyung-nya "Jongin...Jongin...hiks...hiks..." Sehun terus saja menyebutkan nama Jongin berkali-kali tanpa henti di iringi air mata dan isakan yang semakin lama semakin kencang.
"Aku sudah kembali, dan kita akan hidup bahagia bersama selamanya" Jongin mengangkat tubuh Sehun hingga teruduk di atas pangkuannya, ia merindukan aroma wangi yang selalu menguar setiap ada Sehun di dekatnya "Kita akan membangun keluarga yang bahagia, kita berdua dan aku berjanji tak akan meninggalkanmu lagi"
Salju pertma turun dan saat itu juga mereka membagi ciuman hangat sebagai bentuk ungkapan rasa rindu, penyesalan, rasa sakit dan rasa bersalah. Sehun menangis dalam ciumannya, tapi ia tak mau melepaksan pangutan lembut bibir Jongin hanya untuk mengambil nafas sejenak. Ia suka rasa bibir Jongin yang melumat bibirnya hingga membengkak nantinya, ia suka sentuhan ini, ia suka pelukan ini dan ia suka Jongin telah kembali padanya.
...
EPILOG
"Anak anda lumpuh tuan Kim, kaki kanannya tak bisa di gunakan lagi dan kemungkinan besar akan sulit untuk di gerakkan apalagi dibuat untuk berjalan" tuan Kim merasa dunianya telah berakhir, anak yang seharusnya ia banggakan pada akhirnya berakhir dengan kursi roda. Tapi ia tak mau, ia tak mau membuat masa depan anaknya lebih suram dari ini.
"Malam ini juga pindahkan Jongin, aku akan membawa Jongin keluar negeri untuk berobat dan katakan pada semua orang bahwa Jongin tewas dalam kecelakaan ini" sang doktr mengangguk dan mengiyakan permintaan Tuan Kim.
Di London Jongin mendapati kakinya tak bisa di gerakkan lagi, kakinya mati rasa. Dunianya hancur sudah, kebanggaannya saat menari luntur ketika mendapati kakinya tak bisa di gunakan. Ia menangis sambil memukul-mukul kakinya yang cacat, tak akan terasa sakit biar Jongin memukulnya seperti apapun. Sesaat kemudian ia mengingat sesuatu
"Sehun...diamana Sehun? Sehun...hiks...Sehun" untuk kedua kalinya dunianya kembali hancur karena tak mendapati Sehun di sampingnya. Ia melanggar janjinya sendiri pada Sehun untuk tak meninggalkan pemuda tersebut "Sehun...hiks...maafkan aku"
Tuan Kim memberikan Jongin pengobatan nomor satu agar putranya kembali bisa berjalan dan meneruskan perusahaan yang dibangunnya. Ia sadar dirinya sengat kejam sebagai orang tua tapi kebanggaan Jongin sudah hilang jadi Tuan Kim membangun kebanggaan Jongin yang lain sebagai seorang pemilik Kim corporations.
Dua tahun sudah digunakan untuk tuan Kim menyembuhkan putranya dan menjadikan Jongin direktur yang handal dalam bisang bisnis. Sampai suatu hari satu permintaan Jongin yang tak akan bisa di tolak oleh tuan Kim.
"Biarkan aku kembali dan bersama dengan Sehun" Tuan Kim mendesah pelan dan mau tak mau mnuruti keinginan anaknya, ia sudah egois memaksa Jongin sebagai seorang direktur dan meninggalkan dunia tarinya, maka sudah saatnya ia mebiarkan Jongin untuk membawa kembali kebahagiaannya yang sudah lama hilang.
"Pergilah! Dan bawa Sehun sebagai menantu Appa!"
...
TAMAT
Huwaaa nangis kejer, akhirnya nih ff tamat bin wasalam. Maaf karena updatenya lama 2 minggu ini kegiatan full color, heheehe jadi nggak bisa menyelsaikan ini dengan cepat.
Maaf jika ada salah2 kata, atau cerita yang nggak menarik sama sekali, maaf juga buat typo yang selalu nyelip.
Terimakasih buat
cha yoori, sehunnoona, , bbuingbbuingaegyo, ayanesakura chan, xxx, EXOtic and BABY, rainrhainyrianarhianie, Oh Dhan Mi, nhaonk, ChoYeongie, SanChii-Hunnie, SehunBubbleTea1294, DiraLeeXiOh, Keepbeef Chiken Chubu, , egasshi, mitchi, Miracle-ren, junmyunyifan, utsukushii02, nin nina, EXOPHODA, , Angel Park, Guest, daddykaimommysehun, hyours.
