The Cursed Eyes of Hatred

By : Natsu D. Luffy

Disclaimer : I don't own Naruto or any other element in it.

Rate : M

Genre : Adventure, Fantasy

Pair : Naruto x Harem

Warning : OOC, (miss) Typo(s), Overpowered!BorderingGodlike!Naruto, Cold!Naruto

.

.

.

.

Menunggu adalah salah satu hal yang paling dibenci Kidoumaru di dunia ini. Yah, memang ini adalah perintah dari Orochimaru-sama, tapi tetap saja... tidak bisakah ia mendapat sedikit aksi sambil menunggu Ujian Chunin bodoh ini selesai?

"Hah... aku harap akan ada yang terbunuh dan akan terjadi keributan..." gumamnya pada diri sendiri sambil melihat ke arah arena dari tempat persembunyiannya di salah satu ujung atap arena.

"Sepertinya ini hari keberuntunganmu, Kidoumaru..." ujar sebuah suara yang tiba-tiba saja muncul dari arah belakang Kidoumaru.

Belum sempat membalikkan badan sepenuhnya, tiba-tiba sebuah rantai chakra dengan ujung runcing menyerupai anak panah menembus jantungnya dari belakang dan mengikat lehernya sangat kuat, hingga di titik ia tidak bisa mengeluarkan suara apapun.

"Keinginanmu akan segera terkabulkan... berterima kasihlah."

Menggunakan sisa tenaga yang ia punya, Kidoumaru menengokkan kepalanya ke samping, hal terakhir yang Kidoumaru lihat adalah wajah menyeringai seorang gadis berkacamata dan berambut merah darah.

'Karin... kau penghianat...'

Mengeuarkan satu rantai chakra lagi dari tubuhnya, Karin segera menggunakannya untuk membuat lubang baru di kepala Kidoumaru hingga tembus di sisi lain.

.

.

.

.

Balcony, Konoha Stadium...

Membuka matanya, Naruto kembali memfokuskan pandangannya ke arah arena saat dilihatnya Gaara tengah berdiri di tengah arena sendirian dan sedang menanti lawannya –Sasuke- sepertinya.

Dari yang ia rasakan, salah satu dari empat Sound Four telah hilang hawa keberadaan chakranya, yang berarti Karin telah menyelesaikan tugasnya dengan bagus.

'Sekarang tinggal menunggu acara puncaknya...'

Beberapa menit berlalu, tetapi Sasuke belum juga muncul di arena, membuat beberapa petinggi dari Hi no Kuni protes kepada panitia agar segera mendiskualifikasi Sasuke atas keterlambatannya.

"Bagaimana ini, Hokage-sama? Para penonton masih ingin menunggu Sasuke-san tapi para pejabat sudah mulai protes dengan ketidakdisiplinan ninja Konoha..." bisik salah satu Jounin di telinga Hiruzen, membuat Hiruzen menganggukkan kepalanya dan segera berdiri dari tempat duduknya.

"Karena tidak muncul tepat pada waktunya, dengan ini kami nyatakan peserta Genin Uchiha Sasuke didiskualifikasi, dan pemenang ronde ini adalah Genin Sabaku no Gaara dari Sunagakure!" ujar Hiruzen pada penonton yang kebanyakan langsung menyuarakan protes mereka, tapi mendapat anggukkan persetujuan dari sebagian besar petinggi yang hadir.

Mengisyaratkan pada Genma untuk melanjutkan pertandingannya, Hiruzen kembali duduk bersama dengan para Kage.

"Keputusan yang bijak, Hokage-dono. Seorang ninja yang tidak bisa hadir tepat waktu di saat penting seperti ini tidaklah pantas mendapat gelar Chunin." Ucap A kepada Hiruzen yang diikuti anggukkan persetujuan dari Mei dan Oonoki.

"Tapi Hokage-dono, bukankah ini sediit keterlaluan untuk mengecewakan banyak penonton seperti ini?" protes 'Kazekage' pada Hiruzen.

"Seperti yang tadi Raikage-dono katakan, tidak ada ninja yang pantas menjadi Chunin saat dirinya bahkan tidak bisa datang tepat waktu ke acara penting seperti ini." Balas Hiruzen tegas, mengakhiri percakapan sejenak di antara para Kage.

'Cih, sialan... dengan dukungan dari tiga Kage yang lain aku tidak mungkin bisa memprotes keputusan si monyet tua sialan ini. Ini mungkin akan membuat rencananya sedikit mundur dari jadwal semula...'

.

.

.

.

Arena...

"Baiklah, untuk pertandingan pertama ronde semi final... dipersilahkan Genin Sabaku no Gaara dan Sabaku no Temari untuk memasuki arena!" seru Genma membuat Temari membulatkan matanya dan langsung mengalihkan perhatiannya pada Gaara yang saat ini masih berdiri di tengah arena sambil tersenyum sadis pada Temari.

Berjalan memasuki arena dengan keringat dingin di sekitar tubuhnya, Temari langsung mengangkat tangan kanannya begitu telah berada di hadapan Genma yang berdiri di antara Temari dan Gaara.

"Aku... aku mengundurkan diri!" seru Temari, mendapat perhatian Genma yang hanya mengangkat salah satu alisnya dan Gaara yang ekspresinya berubah menjadi penuh amarah.

"Cukup dengan semua halangan ini! Tidak ada yang bisa mencegah 'Ibu' untuk menumpahkan darah!" teriak Gaara tiba-tiba sambil meluncurkan cambuk pasir berujung pasir ke arah Temari.

Melihat pasir Gaara yang mengarah padanya, Temari hanya bisa memandang kaget tanpa bergerak dan tanpa bersuara ke arah cambuk kematian yang bergerak dengan cepat ke arahnya.

"Berhen-!" belum sempat menyelesaikan teriakannya, Genma tiba-tiba saja secara insting melompat menjauh dari posisinya semula hanya untuk menyaksikan sebuah Gunbai hitam berukuran hampir sama dengan tubuhnya melesat dari arah para penonton menuju arah serangan Gaara –Temari.

Bersamaan dengan Gunbai hitam polos yang menancap di hadapan Temari, cambuk pasir milik Gaara pun akhirnya sampai di hadapan Temari, menyebabkan benturan keras antara keduanya.

Menarik kembali cambuk pasir miliknya, Gaara mengkerutkan dahinya saat melihat Gunbai di hadapan Temari yang masih berdiri kokoh tanpa lecet sedikitpun tiba-tiba menghilang dalam kepulan asap khas tekhnik pemanggilan.

"Menyerang saudara sedarahmu sendiri yang telah menemanimu selama ini... kegilaanmu sungguh tak mengenal batas, Sabaku no Gaara." Ujar Naruto yang muncul dari kepulan asap di hadapan Temari.

"Uchiha... Naruto..." geram Gaara saat mengetahui bahwa Naruto adalah orang yang telah mencegahnya menumpahkan darah untuk 'Ibu'nya.

Tanpa menunjukkan reaksi apapun atas kemarahan Gaara pada dirinya, Naruto menengokkan sedikit ke samping kiri arena di mana Genma berada saat ini.

"Genma-san, bagaimana kalau langsung saja kita lan-" menghentikan perkataannya sendiri, Naruto melihat ke arah depannya dengan mata bosan dan kedua tangan yang tersilang di dadanya.

Sedetik berlalu saat tiba-tiba muncul sebuah pusaran daun khas Shunshin Konoha di hadapan Naruto dengan Kakashi dan Sasuke yang muncul di pusatnya.

Mengangkat sedikit kepalanya dari buku porno miliknya, Kakashi mengangkat tangan kanannya dengan malas ke arah Genma sambil tersenyum santai tanpa tahu apa yang telah ia perbuat.

"Yo, aku harap kami tidak terlambat. Sasuke di sini perlu melakukan latihan di detik-detik terakhir sebelum pertandingannya, jadi..."

Menghembuskan napasnya dengan berat, Genma memfokuskan pandangannya pada Kakashi dan Sasuke.

"Aku menyesal mengatakan ini, Kakashi-san, tapi kalian memang terlambat. Karena keterlambatannya, Genin Sasuke telah didiskualifikasi dari Ujian Chunin tahap final ini." Ujar Genma dengan tegas, membuat Kakashi sedikit membulatkan matanya sejenak dan anehnya, hanya membuat Sasuke menyeringai kecil.

"A-Apa yang kau katakan, Genma-san? Sasuke di sini hanya terlambat beberapa menit sa-"

"Bahkan terlambat satu detikpun bisa menyebabkan nyawa melayang, Kakashi-san. Lebih dari itu, ini adalah keputusan dari Hokage-sama. Jika kau ada masalah dengan ini, kau bisa langsung protes kepadanya."

Melihat keributan kecil yang terjadi di hadapannya, Naruto hanya bisa menghela napas panjang sambil menutup kedua matanya, tidak tertarik sama sekali dengan apa yang terjadi saat ini.

"Benar-benar seperti seorang Uchiha sejati, huh?" ujar sebuah suara familiar dari samping Naruto yang masih tetap memejamkan matanya.

"Hm. Apa kau tidak berniat membela Kakashi di sana... Sasuke?" balas Naruto pada Sasuke yang kini telah berdiri di samping Naruto dengan seringai kecil masih tetap di wajahnya.

"Hn, aku tidak peduli lagi dengan Ujian bodoh ini. Selama aku bisa terus mendapatkan kekuatan lebih untuk membunuhnya, aku sudah cukup puas." Jawab Sasuke dengan tenang, membuat Naruto membuka salah satu matanya dan melihat ke arahnya sejenak sebelum akhirnya tertawa kecil pada dirinya sendiri, membuat Sasuke menatap bingung ke arahnya.

"Sepertinya kau salah tentang satu hal, Sasuke." Ucap Naruto sambil membuka kedua matanya dan menatap Kakashi dan Genma yang tengah berdiskusi dengan Hokage di tribun para Kage.

"Satu-satunya Uchiha sejati yang ada di sini adalah kau, Sasuke. Menatap lurus ke depan tanpa mempedulikan apapun di sekelilingmu dan menggunakan segala cara agar bisa mencapainya... benar-benar seperti seorang Uchiha sejati..." jelas Naruto sambil melirik ke arah Gaara yang tengah menundukkan kepalanya dengan bayangan yang menutupi kedua matanya dari pandangan.

'... dan itulah yang menyebabkan sampai saat ini Uchiha tidak pernah berjaya. Aku tidak percaya bahwa kekuatan adalah segalanya, tapi aku juga tidak percaya bahwa cinta adalah hal yang akan mengubah dunia ini. Aku akan membuat jalanku sendiri...' lanjut Naruto dalam hatinya.

"Kau sungguh berbeda, Naruto... kau bukanlah Asura... juga bukan Indra... siapakah kau sebenarnya?" mendongakkan kepalanya dengan tiba-tiba, Naruto sedikit membulatkan matanya saat dirinya mendengar suara familiar yang seperti berasal dari atas sana. Mata Naruto semakin membulat tidak percaya saat dirinya melihat bulan yang nampak di atas sana.

Bulan yang tampak pada siang hari tentu saja bukanlah hal yang asing bagi Naruto, tapi... kenapa bulan itu berwarna merah dan memiliki sembilan tomoe di dalamnya?! Bukankah... bukankah ini... bukankah ini adalah wujud dari Rencana Mata Bulan milik Obito?!

Melihat sekelilingnya dengan sedikit rasa panik, Naruto mengkerutkan dahinya saat melihat semua orang masih tampak normal dan tidak menyadari bulan aneh yang muncul di atas langit.

Kembali memfokuskan pandangannya ke arah bulan, Naruto mengedipkan matanya dengan kaget saat dilihatnya hanya bulan putih biasa yang tampak di atas langit saat ini.

'Hanya khayalanku saja...?' batin Naruto bingung.

"... –ruto!" mendengar sebuah suara asing memanggil namanya, Naruto pun tersadar dari lamunan kecilnya hanya untuk melihat sebuah ombak pasir besar mengarah pada dirinya dengan kecepatan penuh.

Dengan suara dentuman besar, arena pun dibanjiri oleh pasir dengan Naruto di dasarnya, membuat seluruh penonton terdiam seketika dan para Kage berdiri dari tempat duduknya. Sasuke dan Genma yang telah keluar dari arena saat Gaara mulai berteriak gila sambil memproduksi pasir dengan jumlah besar hanya bisa menatap kaget saat Naruto tetap terdiam di tempatnya seperti tengah berada di dunianya sendiri tanpa menyadari Gaara yang tengah mengamuk.

"Naruto!/Nii-san!" jerit dua sosok familiar dengan penuh kesedihan dari arah balkoni penonton, menyadarkan seluruh penonton dari shocknya dan mengalihkan kembali perhatian mereka ke arah arena.

"Sabaku Kyu..." lirih Gaara dari atas lautan pasir yang ia ciptakan sambil membuka salah satu telapak tangan miliknya.

"Sabaku Soso!" lanjut Gaara sambil mengepalkan telapak tangannya erat-erat, membuat pasir di bawahnya turut mengeras dan menekan dirinya sendiri, memastikan kematian bagi siapa saja yang kurang beruntung untuk berada di dalamnya.

"Kazekage-dono! Apa maksudnya ini?! Geninmu tiba-tiba saja mengamuk di luar kendali dan membunuh peserta lain di luar pertandingan!" seru Hokage pada Kazekage yang hanya menyeringai di balik bayangan penutup wajahnya sambil mengangkat kedua bahunya.

"Tenang saja, Hokage-dono." Mendengar suara tenang dari Mizukage, seluruh Kage pun mengalihkan perhatian mereka pada Mizukage yang hanya berdiri dengan tenang dan melihat ke arah arena seperti menunggu sesuatu untuk terjadi.

"Mizukage-dono... kenapa kau bisa sangat tenang saat satu-satunya Geninmu telah terbunuh?" tanya Raikage penasaran sekaligus terkejut melihat sikap Mizukage.

Melihat seluruh Kage dari sudut matanya, Mei hanya bisa tersenyum kecil dan mendengus bagai meremehkan dan memfokuskan pandangannya pada Kazekage.

"Memang benar, jutsu milik Genin yang satu ini tergolong sangat mematikan untuk ukuran Genin atau bahkan Chunin. Siapapun yang tidak cukup cepat untuk menghindarinya hampir dapat dipastikan akan mati di dalamnya. Tapi untuk mengatakan bahwa jutsu setingkat ini akan membunuh Genin milikku... adalah penghinaan baginya. Seharusnya kalian sudah tahu bahwa dia itu adalah..." gantung Mei sambil mengalihkan pandangannya ke arah arena yang diikuti oleh Kage lain tepat pada waktunya untuk melihat ledakan besar yang terjadi di tengah arena dan membuat butiran pasir berterbangan ke segala arah.

Dengan hembusan angin dari dalam gumpalan debu yang tercipta, seluruh debu yang menutupi pandangan pun segera tersingkir dan menampakkan sosok Naruto yang berdiri di tengah arena tanpa luka sedikitpun sambil memegang sebuah katana sederhana di tangan kanannya dan Gaara yang jatuh tentunduk di hadapannya dengan darah bercucuran dari luka sayat di tubuhnya, membuat seluruh penonton termasuk para peserta dan para Kage kecuali Mei membulatkan mata mereka tidak percaya.

"... kandidat Shinobi terkuat di masa depan yang telah dilatih langsung oleh kakeknya sendiri sebelum kematiannya, sang legenda Madara Uchiha." Lanjut Mei dengan seringai kecil di wajahnya, membuat para Kage mengeluarkan keringat dingin secara tidak sadar dan Kazekage menggeretakkan giginya.

Memuntahkan darah yang telah terkumpul di mulutnya sendiri, Gaara menatap Naruto yang berdiri di hadapannya dengan penuh kebencian dan rasa frustasi.

"Ke-Kenapa... k-kau... bisa..."

Memandang Gaara yang tertunduk di hadapannya dengan pandangan merendahkan, Naruto mengangkat katana miliknya dengan tangan kanannya dan menempatkannya di atas kepala Gaara.

"Tidak ada halangan yang bisa menghentikanku... tidak ada taktik yang bisa menjatuhkanku...dan tidak ada musuh yang bisa berdiri di hadapanku!"

Mengayunkan katana miliknya menuju Gaara yang masih tak berkutik di hadapannya, saat tiba-tiba sebuah katana lain menghalangi laju katanya miliknya. Mengikuti alur katana yang menghalanginya, pandangan Naruto berakhir pada sesosok wanita cantik berambut merah panjang yang terurai hingga pinggangnya yang mengenakan seragam khas Jounin Konoha.

Mengalirkan chakra ke tangan kanannya untuk memperkuat otot tangannya, Naruto pun melempar musuhnya ke sisi lain arena. Melihat musuhnya yang kini berdiri di sisi lain arena tanpa luka sedikitpun di tubuhnya, pandangan Naruto berubah menjadi pandangan kosong saat menyadari siapa yang telah menghalanginya barusan.

Flashback

Berjalan seorang diri menyusuri jalanan sepi di Kirigakure, Naruto kecil yang kini telah berumur 6 tahun sesekali melihat pasangan ibu dan anak yang baru saja pulang dari taman bermain di tengah desa karena hari yang memang mulai gelap.

Hari ini Obito mengajaknya untuk berkunjung ke Kirigakure dengan izin dari Madara untuk mengurusi beberapa masalah yang untuk beberapa alasan Obito tidak mau ceritakan padanya. Dan karena itulah, saat ini Naruto tengah berjalan-jalan melihat-lihat desa sambil menunggu Obito menyelesaikan urusannya.

Berhenti di pintu masuk dan keluar taman bermain Kirigakure, Naruto tersenyum kecil saat melihat anak-anak seumurannya masih ada yang bermain di taman. Berjalan memasuki taman, Naruto sedikit terkejut saat melihat ada seorang anak perempuan yang terjatuh saat berlari dan menangis di tengah taman.

Mempercepat langkahnya, Naruto kecil berniat untuk menolong gadis kecil itu dan mungkin menghiburnya jika bisa... apapun itu agar ia berhenti menangis dan Naruto bisa mendapat teman baru...

Saat jarak antara dirinya dan gadis kecil itu mulai memendek, Naruto memasang senyum gugup di wajahnya dan mengulurkan tangannya ke depan sambil terus berjalan ke arah gadis kecil itu.

"H-Hei, apa kau tidak-"

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba seorang wanita dewasa muncul di hadapannya dan berjongkok di hadapan gadis kecil yang sedang menangis itu.

"Kaa-chan! Sakit!" tangis gadis kecil itu yang saat ini tengah memeluk erat-erat wanita di hadapannya.

"Sshhh... tidak apa-apa, nanti akan Kaa-chan obati di rumah supaya tidak sakit lagi... jadi jangan menangis lagi ya?" ujar wanita di hadapan gadis kecil itu sambil mengembannya dan membawanya pergi keluar dari taman.

Menurunkan tangannya yang tadinya masih terulur, Naruto mengalihkan perhatiannya pada sekumpulan anak laki-laki seumurannya yang tengah bermain pasir di sisi lain taman.

Berlari ke arah mereka, Naruto tersenyum lebar sambil melambaikan tangannya.

"Heeiii! Bolehkah aku ikut bermain dengan kalian?!" teriak Naruto dengan nada ceria yang sepertinya tidak terdengar oleh sekumpulan anak-anak itu.

Setelah mulai mendekat, Naruto berniat akan kembali berteriak saat dilihatnya ibu-ibu dari anak-anak yang tengah bermain pasir itu mendekati anak-anaknya dan mengajaknya pulang bersama karena hari telah gelap.

Menghilangkan senyuman di wajahnya dan menurunkan tangannya dari posisi melambai, Naruto terus berjalan ke arah kotak pasir dan memutuskan untuk bermain pasir sendiri –lagi.

Sejak kecil, Naruto telah menyadari bahwa keluarga yang ia miliki saat ini adalah jauh dari keluarga pada umumnya. Ia tidak memiliki ayah, ibu ataupun paman dan bibi. Ia hanya punya seorang kakek –Madara- dan seorang kakak yang ia tahu bukan kakak kandungnya –Obito. Kadang Naruto bertanya-tanya dalam benaknya, di manakah orang tuanya? Kakeknya berkata bahwa ayahnya telah mati... tapi ibunya? Kakeknya sama sekali tidak mau menceritakan tentangnya. Apa ia masih hidup? Apa ia sudah mati? Kenapa ia tidak mencariku? Apa aku anak yang dibuang?

Begitu banyak pertanyaan di benak Naruto, tapi bahkan ia tahu bahwa pertanyaan itu tidaklah lebih dari sekedar pertanyaan, tidak ada yang akan berubah kalaupun ia mengetahui jawabannya. Kenyataan bahwa ia adalah anak yang dibuang... tidak akan berubah.

Merasa bosan bermain pasir, Naruto berniat akan bermain ayunan ketika tanpa disengaja ia tersandung pinggiran kotak pasir dan terjatuh ke tanah keras taman, menyebabkan tangan dan lututnya berdarah karena lecet untuk menopang jatuhnya.

"Ah... sakit..." gumam Naruto pada dirinya sendiri sambil menundukkan kepalanya. Kenapa hanya dirinya? Di saat semua anak seumurannya tertawa bahagia ataupun menangis kesakitan, selalu ada sosok orang tua di samping mereka. Tapi di mana orang tuanya? Madara-jii-sama dan Obito hanyalah sosok keluarga yang menanamkan rasa disiplin pada dirinya, tapi ia juga membutuhkan kasih sayang...

"Kaa-san... sakit..." lirih Naruto berharap mantra yang diucapkan setiap anak seumurannya untuk memanggil ibu mereka juga akan berhasil pada dirinya.

"Kaa-san... sakit..." ujar Naruto lagi... dan lagi... dan lagi... tapi tetap tidak ada sosok ibu yang mendatanginya dengan penuh rasa khawatir seperti yang ia harapkan.

Mengabaikan rasa sakit kecil di tubuhnya, Naruto berdiri dan segera mengambil tempat duduk di salah satu ayunan di taman itu.

Memegang dengan erat kedua sisi rantai ayunan itu, Naruto menundukkan kepalanya dan mulai meneteskan air matanya.

"Kaa-san..." gumam Naruto di antara isak tangisnya yang kini semakin keras. Tak bisa menahannya lagi, Naruto mulai menangis tanpa suara sambil terduduk diam di ayunannya.

Entah berapa lama waktu yang telah berlalu, tapi kini Naruto mulai merasa lelah karena semua tangisannya ini. Pegangannya di rantai ayunan mulai terlepas dan ia pun mulai jatuh ke arah depan, terlalu lemas untuk melakukan apapun.

Tepat sebelum tubuhnya terjatuh ke tanah, Naruto tiba-tiba saja merasakan sebuah kehangatan asing yang mengelilingi tubuhnya dan merasakan tubuhnya mendarat di tempat ternyaman yang pernah ia tempati.

Memaksakan dirinya untuk membuka matanya, Naruto hanya sempat melihat sebuah kimono dan rambut putih panjang di hadapan wajahnya dan merasakan tangan lembut yang mengelus-elus kepalanya dengan lembut.

"Ssshhh... tidak apa-apa... Kaa-san sudah ada di sini..." adalah hal terakhir yang ia dengar sebelum akhirnya dirinya pingsan dengan senyum kecil di wajahnya.

Dan ini akan memakan beberapa jam ke depan untuk Obito datang ke taman dan menemukan Naruto tengah tertidur pulas di salah satu bangku taman dengan selimut yang entah dari mana asalnya menutupi tubuhnya dari dinginnya malam.

Tapi ini akan membutuhkan beberapa tahun ke depan bagi Naruto untuk menyadari bahwa hal yang dialaminya saat ini bukanlah mimpi...

Flashback End

"Kushina... lama tidak berjumpa..." gumam Naruto pada sosok wanita di hadapannya sambil mengambil posisi untuk menyerangnya.

"Naruto-kun... tolong dengarkan penjelasank-"

"Nehan Shōja no Jutsu (Temple of Nirvana Technique)"

.

.

.

.

To Be Continued...

.

.

.

.

A/N : OK, STOP! Sebelum pada ngamuk, saya mau membela diri dulu nih –cari alesan-. Jadi, beberapa bulan yang lalu –hampir setahun kah- saya sibuk dengan UN SMA, dan kemudian sibuk urusan masuk kuliah. Oh, dan makasih doanya, saya lulus UN dengan nilai yang lumayan dan sekarang sedang kuliah di STAN spes D3 Perpajakan. Tapi setelah itu, tiba-tiba laptop saya yang isinya semua data tentang lanjutan fic saya rusak dan terpaksa tunggu kiriman laptop baru nyampe baru bisa lanjut. Tapi seperti yang mungkin udah pada tahu, tugas-tugas terus mewarnai hari-hari saya sampe gak sempet lanjutin fic, dan akhirnya baru sekarang, bisa lanjutin fic. Mohon maaf sebesar-besarnya karena udah bikin para readers lumutan nungguin nih fic, dan selanjutnya mungkin saya juga akan agak jarang updatenya mengingat jadwal kuliah yang lagi padat-padatnya. OK, segitu aja buat sekarang. Terima kasih banyak buat para reviewers yang udah kasih saran, kritik, maupun pujian buat saya yang udah bikin saya semangat lanjutin nih fic~! Jangan lupa tinggalkan jejak kalian lagi di kolom review yo~

Terima kasih telah membaca dan sampai jumpa di chapter-chapter berikutnya~!
SEE YA!
Natsu D. Luffy