Alarm jam ku begitu kencangnya berbunyi, membuatku terbangun dari tidurku yang indah. Setelah melihat ke jendela aku sadar bahwa ini sudah pagi. Baiklah waktunya aku bersiap-siap pergi ke sekolah. Aku segera menuju kamar mandi untuk mandi, memakai seragam dan berjalan menuju sekolah. Sebelum ke sekolah tak lupa aku membeli roti sebagai sarapanku di minimarket, sadar bahwa aku hanya hidup sendiri di Namimori dan ditinggal oleh ayah dan ibuku ke Italia.
Di perjalanan menuju sekolah, ternyata berjalan sambil makan itu sangat merepotkan, namun saat ini aku benar-benar lapar. Karna kecerobohanku, aku menabrak seseorang dan aku terkejut.
"Maaf…!", ucapku sambil mengatupkan kedua tanganku.
Orang yang barusan aku tabrak hanya diam dan tidak membalikan badannya menghadapku. Aku lihat sepertinya aku menjatuhkan buku yang sedang dibacanya. Aku ambilkan buku itu, sekilas aku melihat nama di buku itu 'Gokudera Hayato'. Saat aku berhasil berhadapan dengan si pemilik buku, aku merasa tidak asing dengan laki-laki bersurai perak dan beriris hijau emerald ini.
"Ka-kau… orang yang pernah satu meja denganku di tempat makan, kan..?", tanyaku ragu-ragu.
"sepertinya aku juga tidak asing dengan wajahmu, bocah.", jawab orang itu dengan nada menindas.
"E-eh..? I-ini bukunya, maaf aku menabrakmu. Namamu Gokudera?"
"Kau pikir nama siapa lagi yang ada di buku itu kalau bukan namaku? Nama pacarmu?"
"Bu-bukan begitu…", aduh salah paham… "Aku kan hanya bertanya…"
Dengan kasar laki-laki bernama Gokudera itu mengambil bukunya yang ada di tanganku. "Kau membuang waktuku saja.", ucapnya sambil meninggalkanku.
Dasar orang tidak punya sopan santun..!, teriakku dalam hati. Aku tidak percaya masih ada orang seperti itu. Lagipula kalau aku memikirkan itu hanya akan membuat kepalaku pusing, lebih baik aku melanjutkan perjalanan menuju sekolah sebelum aku terlambat dan mendapat hukuman.
.
.
.
Sampai di kelas,
"Ohayou, Tsuna-kun…!", sapa gadis bersurai coklat light caramel padaku.
"Ohayou, Kyoko-chan..! Ada apa pagi ini..? kau terlihat senang sekali…", tanyaku karna melihat wajahnya yang lebih bahagia dari biasanya.
"Ada suatu hal yang ingin aku ceritakan padamu..!"
"A-apa.. itu?"
"Rahasia…!"
Aku hanya bersweatdrop ria. "Katanya kau mau cerita…"
"Iya, tapi tidak sekarang. Nanti saja saat istirahat."
Tak lama kemudian bel masuk berbunyi. Aku segera duduk di tempatku dan Kyoko kembali ke tempat duduknya. Lima menit setelah bel akhirnya guru yang mengajar datang. Aku agak benci dengan pelajaran sejarah, habisnya seperti dongeng mau tidur.
Sudah cukup lama aku duduk dan mendengarkan guru yang sedang menerangkan pelajaran cukup membuat bokongku terasa panas. Ditambah lagi perutku merengek minta makan, ternyata roti saja di pagi hari sangat tidak cocok untukku. Untungnya bel istirahat berbunyi dengan merdunya di telingaku. Aku merasa harus berterima kasih dengan bel istirahat ini.
Lalu Kyoko menghampiri aku lagi,
"Tsuna-kun..! lihat aku bawakan bekal untukmu juga lho!", ucapnya sambil menaruh bekalnya di mejaku.
"Sungguh…?! Terima kasih Kyoko-chan… aku benar-benar sangat membutuhkan ini.", ucapku sangat senang karna Kyoko tau kalau perutku minta makan.
"Um.. sama-sama..!", ia membalasnya dengan senyum ramahnya.
"Jadi… apa yang ingin kau ceritakan..?", tanyaku sambil membuka bekalnya.
"Oh iya, kemarin aku melihat pertandingan boxing kakakku. Dan kakakku memenangkan pertandingan itu. Aku senang bisa melihatnya secara langsung…!"
"Wah hebatnya kakakmu itu.. aku yakin dia punya badan yang berotot..", ucapku ragu karna takut salah perkiraan.
"Tidak kok.. kakakku tidak menyeramkan, dia sangat baik dan kuat..!", ucap Kyoko dengan nada riang.
"Kalau begitu ucapkan selamat kepada kakakmu ya.."
"Um..!", ia tersenyum lagi.
Aku kagum pada Kyoko. Sepertinya kakaknya juga akan sangat menyayangi adik yang selalu menyemangatinya ini. Aku jadi ingin menjadi kakaknya juga. Sebenarnya cukup lama aku memendam rasa suka kepada gadis ini. Tapi aku rasa aku tidak akan pernah mendapatkannya. Apalagi jika aku menyakitinya, mungkin aku akan mendapat tinju dari kakaknya yang merupakan seorang atlet boxing. Hidup itu benar-benar sulit ya..
Perbincangan menyenangkan bersama Kyoko terpaksa harus terpotong karna bel tanda istirahat telah usai sudah berkumandang. Dan aku cukup benci dengan pelajaran setelah ini. Pelajaran seni rupa. Aku benci kenapa aku harus menggambar gambar yang sulit digambar dan bagiku tak ada manfaatnya. Tak lama kemudian guru seni rupa itu datang juga, eh tunggu dulu dia bukan guru seni rupa. Apa dia guru baru? Tunggu dulu sepertinya aku pernah lihat laki-laki bersurai pirang dan beriris cokelat ini tapi di mana ya. Oke aku ingat sekarang, dia adalah laki-laki playboy yang aku temui di tempat makan kesayanganku, dia suka gonta-ganti pacar dan sekarang dia ada di kelasku. Mau apa dia? Mau cari mangsa baru?
"Namaku Dino, aku adalah guru seni rupa kalian yang baru.", ucapnya singkat dengan wajah sedatar yang ia mampu.
"Wah.. sensei tampan sekali…", samar-samar aku mendengar bisikan gadis-gadis di kelasku setelah melihat sosok guru seni rupa yang tampan ini.
"Aku mohon bantuannya.", ucap Dino-sensei sambil membungkukkan badannya.
Aku sedikit melirik ke arah Kyoko yang duduk di sampingku, sepertinya ia kagum dengan guru baru ini. Oh ayolah aku yakin jika kalian tau apa yang sering ia lakukan, ia akan digosipi habis-habisan. Setelah guru baru itu memperkenalkan diri dengan cara yang membosankan, ia mulai mengajar. Ia mengajari aku dan teman-temanku yang lain dari teknik dasar menggambar. Sepertinya ia mengetahui bahwa guru seni rupa sebelum dirinya sangat tidak becus mengajar. Rasanya ingin sekali aku berteriak 'Hey playboy kenapa kau ada di sini..?!' tapi aku bukanlah manusia rendahan seperti itu.
Oke saat ia mulai mengajar, aku akui memang tidak hanya wajahnya yang memiliki rupa tapi ilmu dan cara ia mengajarnya memiliki rupa yang indah. Sedikit demi sedikit aku jadi mengerti apa maksud pelajaran ini. Tapi kenapa aku merasakan sesuatu yang janggal di hatiku ya. Rasanya sangat tidak enak. Aku seperti sedang mengkhawatirkan seseorang.
.
.
.
Pukul empat sore pas, akhirnya bel pulang sekolah berbunyi dengan sangat merdu bagaikan penyanyi professional yang bernyanyi mengisi bel pulang sekolahku. Dengan semangat aku membereskan buku-buku pelajaran yang berserakan di mejaku dan kumasukkan ke dalam tas. Seperti biasa aku ingin pulang bersama Kyoko. Saat aku melirik bangkunya, ia tak ada di sana tapi tasnya masih ada di sana. Ke mana dia…?, batinku. Dengan penasaran aku keluar kelas berniat mencarinya. Baru saja aku tongolkan kepalaku dari pintu kelas, aku sudah melihat Kyoko bersama guru baru itu. Sedang apa dia…?, batinku dengan nada intimidasi. Aku hanya melihatinya dari ambang pintu.
"Se-sensei.. tolong ajarkan aku bagian yang ini..", ucap Kyoko sambil menunjuk sesuatu di buku gambarnya.
"Oh itu.. bagaimana kalau kita kerjakan di tempat lain saja, sekolah sudah mau tutup.", ucap sensei itu dengan senyum ramah.
Ternyata ini dia yang membuatku khawatir. Kyoko jatuh cinta kepada guru gila itu. Oh tidak, lebih baik ia jatuh cinta kepada kakek-kakek dari pada jatuh cinta kepada seorang playboy. Itu sangat tidak etis. Sudah ditentukan aku akan sangat membenci guru seni rupa tampan ini. Untuk mencegah pergerakan Kyoko lebih jauh, aku menghampiri Kyoko dengan keberanian yang sudah kukumpulkan.
"Kyoko..!", teriakku sambil berlari ke arahnya.
"Eh? Tsuna-kun..?"
"Ayo kita pulang."
"Tapi.."
"Oh Sawada-kun, tapi Sasagawa-san ingin aku mengajarinya. Kau boleh ikut jika kau mau.", ucap Dino-sensei dengan santainya.
"Ti-tidak.. terima kasih."
"Ayolah Tsuna-kun ikut saja. Kalau lebih ramai lebih menyenangkan."
"Eh.. kalau begitu.. eh.. baiklah.", karna Kyoko yang menginginkannya aku tidak bisa menolak toh aku jadi bisa mengawasi mereka.
Lalu kami diajak untuk menumpangi mobil mewahnya. Ya ia cukup bertanggung jawab sih memberikan kami tumpangan. Aku kira ia akan membawa kami ke tempat asing, tapi ini bukan tempat asing. Ini seperti tempat les.
"Inikan.. tempat les, kenapa kau membawa kami ke sini?", tanyaku dengan penasaran.
"Sebentar lagi aku ingin mengajar di sini, jadi tak ada salahnya sambil menunggu waktu aku mengajari kalian."
"Ti-tidak apa-apa sensei, mari kita mulai saja.", ucap Kyoko dengan semangatnya membuat si sensei gila itu tertawa kecil. Kyoko memang lucu…, batinku.
Lalu kami bertiga menuju sebuah meja yang sepertinya sering dipakai untuk berdiskusi. Lalu sensei mengijinkan kami duduk. Tanpa basa-basi, ia langsung memulai pengajarannya terhadap Kyoko. Aku hanya melihatinya dengan rasa kesal. Kenapa sih sensei ini datang dan mengusik ketenanganku bersama Kyoko? Menyebalkan.
Tiba-tiba sensei gila itu mengalihkan perhatiannya kepadaku dan melihatiku dengan heran. Sepertinya ia paham dengan keadaanku sekarang. Kesal padanya.
"Sawada-kun, kau bisa mengerjakan PR-mu di sini kan? Daripada kau diam saja. Jika ada yang salah kan bisa langsung aku perbaiki.", ucap Dino-sensei dengan antusiasnya.
Ya sepertinya perkataannya tak salah juga sih. Aku baru ingat kalau tadi ia memberikan kami sekelas PR. Akhirnya aku mengeluarkan buku gambarku dan mulai menggambar sesuatu yang diperintahkan dari catatan yang aku catat tadi. Setelah pengulangan materi dasar, aku jadi merasa mudah mengerjakannya.
Hingga lima belas menit kemudian, Sensei itu beranjak dari posisi duduknya semula.
"Sudah waktunya aku mengajar, kalian bisa mengerjakannya sendiri, kan? Aku akan kembali tiga puluh menit lagi.", ucap Dino-sensei sambil meninggalkan aku dan Kyoko.
Aku masih menekuni pekerjaanku sedari tadi. Gambar ini rumit sekali, lama-kelamaan menjadi semakin sulit. Diam-diam aku melirik Kyoko. Aku tertawa kecil melihat wajah seriusnya yang diselingi dengan wajah bingung. Haha dia lucu sekali. Diam-diam juga aku mengintip gambarnya.
"Bagian itu.. bukan seperti itu.", ucapku saat melihat bagian yang tidak pas di gambarnya.
"E-eh..? lalu harusnya bagaimana..? Aku masih belum mengerti…", ucap Kyoko.
"Sini..", lalu Kyoko memberikan pensilnya kepadaku dan aku mulai mengajarinya. "Seperti ini..", ucapku di sela-sela pekerjaanku.
Sambil sedikit melirik Kyoko, aku melihat wajahnya begitu serius melihatku. Haha lihat ini aku juga bisa mengajarinya, sensei gila, batinku yang tampak mengintimidasi Dino-sensei.
Seperti janjinya, Dino-sensei kembali tiga puluh menit kemudian. Dan aku berhasil menyelesaikan PR seni rupa yang notabene sangat-sangat sulit. Lalu aku langsung memperlihatkan hasil kerjaku kepada Dino-sensei. Lihat Sensei gila itu tampak serius mellihati hasil kerjaanku dan mengeluarkan aura ketampanannya. Alhasil Kyoko melihati sensei itu dengan kagum 'lagi'.
"Sempurna, Sawada-kun. Ternyata kau cepat juga mempelajarinya. Kau sebenarnya pintar.", ucap Dino-sensei yang sepertinya sedang menyemangatiku.
"Terima kasih, Sensei..", ucapku sambil menggambil buku gambarku yang telah selesai dinilai olehnya.
"Aku tau nilai seni rupamu tidak pernah sempurna.", ucap Dino-sensei yang sepertinya balas mengintimidasiku.
"Err.. ya begitulah…", ucapku agak kesal.
"Bagaimana denganmu, Sasagawa-san?", tanyanya yang beralih kepada Kyoko.
"Ah, ini…", Kyoko dengan ragu memperlihatkan hasil kerjanya.
"Ini tidak buruk. Meskipun tidak sesempurna Sawada-kun, tapi tetap kuberi nilai sempurna karna kalian mengerjakan lebih dulu.", ucap Dino-sensei setelah menilai pekerjaan Kyoko.
Setelah aku dan Kyoko membereskan barang-barang yang sempat berserakan, Dino-sensei mengajak kami pulang. Tapi ia tidak mengantar kami dengan mobilnya melainkan jalan kaki.
"Aku tau rumah kalian tidak jauh dari sini, aku akan mengantarkan kalian pulang.", ucap Dino-sensei dengan baik hatinya.
Perjalanan kami di mulai dari mengantar Kyoko. Tidak begitu jauh dari rumah Kyoko, sekitar sepuluh menit kami sudah sampai di depan rumah Kyoko.
"Terima kasih, Dino-sensei dan Tsuna-kun, sudah mengantarku.", ucap Kyoko sambil memasuki rumahnya.
Aku dan Dino-sensei melanjutkan perjalanan ke rumahku. Kami tak melakukan pembicaraan apapun. Jangankan topik apa yang ingin aku bicarakan, bicara padanya saja aku tidak segan. Akhirnya sebagai orang paling tua, Dino-sensei angkat bicara.
"Sepertinya aku pernah melihatmu di tempat lain, tapi di mana ya..?", ucapnya dan bertanya padaku.
"Aku juga pernah melihatmu. Kau sering ada di tempat makan itu bersama perempuan yang berbeda-beda setiap harinya.", ucapku dengan sejujur-jujurnya.
"Perempuan ya..? itu bukan perempuan biasa kok.."
"Apa maksudmu? Bukannya kau yang telah menghancurkan perasaan mereka?"
"Pfft.. haha.. ternyata kau ini benar-benar masih bocah ya..", ucapnya dengan nada agak menghina.
"Tak ada yang lucu. Jangan tertawa seperti itu."
"Maaf-maaf… sebenarnya aku hanya bingung ingin melakukan apa..", oh sepertinya Dino-sensei agak kecewa dengan cara bicaraku, atau ada hal lain yang sedang ia pikirkan?
"Bingung? Untuk apa kau bingung?"
"Sejak meninggalnya ayahku, aku merasa otakku juga dibawa pergi olehnya."
Aku menajamkan telingaku. Sepertinya ia akan menceritakan sesuatu padaku.
"Sejak saat itu.. aku sering mabuk, dan membeli wanita untuk aku pakai."
"Jadi, kau orang gila, ya?"
"Bukan.. bukan begitu.. aku agak benci kepada ayahku yang dengan seenaknya meninggalkan perusahaannya padaku, sedangkan aku tidak mengerti bagaimana cara untuk mengaturnya. Dan aku selalu disibukkan dengan sesuatu yang membuatku hampir depresi, akhirnya aku bertingkah."
"Jadi.. masalah itu. Untunglah kau punya alasan yang logis kenapa kau berbuat seperti itu.."
"Sungguh aku ingin memberitahumu, janganlah berbuat sex sebelum kau menikah atau kau tidak akan pernah merasakan itu seumur hidup."
"Apa maksudmu..?"
"Terserang penyakit gonorrhea itu tidak menyenangkan..", ia tersenyum maksa kepadaku.
Aku melebarkan pupilku. Sepertinya dibalik perilakunya yang seperti itu, ia benar-benar sedang kacau saat ini. Dan tiba-tiba saja perutku berbunyi tanpa seizinku. Sepertinya Dino-sensei mendengarnya.
"Sepertinya gara-gara aku kau jadi lupa makan ya. Baiklah sebelum pulang bagaimana kalau kita makan malam dulu?"
"Ya.. sepertinya kau cukup bertanggung jawab."
Langsung saja aku dengan Dino-sensei pegi ke tempat makan yang biasa aku kunjungi. Di sana ia menyuruhku untuk memesan apa saja yang aku suka. Kebetulan karna dia yang ingin bayar aku pesan makanan sebanyak-banyaknya.
Sudah dua puluh menit aku dan Dino-sensei berada di sini. Aku masih sibuk menghabiskan makananku, sedangkan Dino-sensei menghabiskan kopi hitam yang ia pesan. Tiba-tiba, seorang wanita menggebrak meja yang sedang kami tempati dan aku cukup terkejut.
"Dasar laki-laki brengsek..!", teriak wanita itu yang sepertinya menarik perhatian pengunjung lain.
Aku hanya melihati wanita itu dengan heran. Dan untungnya wanita itu mengincar Dino-sensei, artinya aku tidak punya salah bukan? Tiba-tiba Dino-sensei mengeluarkan beberapa lembar uang dan meninggalkannya di meja. Lalu ia beranjak pergi dari tempat duduknya dan menarik wanita itu keluar. Dino-sensei tidak mengatakan apa-apa padaku, ia hanya meninggalkanku dan uangnya.
Dari dalam aku melihat sepertinya mereka sedang bertengkar. Yang ada di dalam kepalaku sekarang adalah siapa wanita itu? Apakah pacar Dino-sensei yang sesungguhnya? Aku sih hanya ingin tau saja, tidak bermaksud untuk ikut campur.
Setelah aku menyelesaikan makananku, aku segera membayarnya menggunakan uang yang Dino-sensei tinggalkan. Ternyata Dino-sensei memberikan uangnya terlalu banyak padaku. Aku jadi bingung, aku tak punya pilihan lain selain menyimpannya dulu dan mengembalikannya besok.
.
.
.
Esok pagi, sebelum bel masuk berbunyi, aku menyempatkan diri untuk pergi menemui Dino-sensei. Aku ingin mengembalikan uang kemarin. Untungnya ia sudah ada di tempat, di ruang guru tentunya. Tanpa ragu aku menghampirinya.
"Ano.. sensei.. kemarin uang yang kau berikan terlalu banyak..", Dino-sensei tampak sedang melamun dan cukup terkejut dengan pembicaraan yang ku mulai tiba-tiba.
"Ah, Sawada-kun.. maaf pagi ini aku masih agak ngantuk, kenapa?"
"Aku ingin mengembalikan uang yang kemarin..", aku memberikan beberapa lembar uang yang nominalnya cukup besar itu kepadanya.
"Oh itu.. kau boleh menyimpannya. Aku tau kau tinggal sendirian, kan?", ucapnya sambil tersenyum ramah.
Aku agak kaget kenapa dia bisa tau segala hal tentang murid-muridnya. Dia stalker atau apa sih.
"Baiklah.. terima kasih, Sensei..", ucapku sambil meninggalkan ruang guru dan kembali ke kelas.
Dalam perjalanan menuju kelas, lagi-lagi aku menabrak seseorang. Untungnya aku atau pun orang yang aku tabrak tak terjatuh. Aku hanya melihati punggung orang itu. Aku berpikir seragamnya beda sendiri. Kenapa ia memakai gakuran. Dan gakurannya hanya digantungkan di kedua bahunya. Lalu di lengan kanan gakuran itu terdapat kain merah bertuliskan "Komite Disipliner". Sepertinya aku pernah melihatnya dan yang pasti bukan di sekolah ini.
"Maaf.. aku tidak sengaja..", ucapku sepolos-polosnya.
Akhirnya korban yang tertabrak itu membalikkan badannya. Dan sepertinya aku mengenali makhluk ini. Surai hitam halus dan iris blue metal yang sangat tajam dan dingin.
"Herbivore..", sepertinya ia memberikan deathglare padaku.
"A-aku tidak sengaja..", aku mulai panik. "Pe-permisi..!", aku segera melarikan diri dari makhluk buas itu.
Sampai di kelas, aku berusaha mengatur nafasku yang terengah-engah sambil menuju tempat duduk ku, yakni di samping Kyoko. Sepertinya Kyoko ingin menanyakan sesuatu setelah melihat wajahku yang lebih aneh dari biasanya.
"Tsuna-kun, kau habis jogging?", tanya Kyoko dengan agak sedikit cemas.
"Ya aku habis jogging, di luar tadi aku bertemu makhluk buas.", ucapku tanpa ragu, karna aku yakin yang tadi aku tabrak adalah makhluk buas.
"Eh? Makhluk buas? Memang di sekolah kita memelihara hewan seperti itu?", tanya Kyoko begitu polosnya. Aku terkekeh karna orang tadi dibilang hewan oleh Kyoko, ya ampun kalau orang itu ada di sini mungkin Kyoko sudah ditelan olehnya.
"Bu-bukan hewan Kyoko-chan, dia manusia kok. Sepertinya dia anak baru."
"Eh? Kau bertemu dengan ketua Komite Disipliner, Tsuna?", tiba-tiba saja teman ku yang lain menyambar.
"Eh? Komite Disipliner? Oh tadi aku lihat tanda itu di lengan kanannya. Memang di sekolah kita ada komite macam itu, ya?", tanyaku karna aku memang tidak tau.
"Kau tidak tau, Tsuna? Di Namimori itu ada Komite Disipliner. Aku dengar dia ditugaskan ke sekolah kita untuk menertibkan sekolah ini. Katanya ketuanya itu sangat kejam. Aku sarankan selama dia ada di sini jangan melanggar peraturan.", ucap teman ku begitu antusiasnya dan tergambar di wajahnya bahwa ia agak takut dengan si ketua itu.
"Komite Disipliner Namimori? Aku baru tau ada yang seperti itu di sini.", ucapku sepolosnya.
"Kau tidak tau? Kau sudah tinggal berapa tahun sih di Namimori?", ucap temanku dengan bersweatdrop.
"Memangnya kau tau itu, Kyoko-chan?", aku malah mengalihkan pertanyaan pada Kyoko.
"Aku tau. Tapi aku tidak pernah bertemu dengan mereka.", ucap Kyoko dengan innocentnya, ya ampun dia manis sekali.
Di menit berikutnya bel tanda masuk pun berkoar. Aku kembali duduk ke tempat duduk ku sambil menunggu guru yang mengajar. Entah kenapa aku memikirkan, kenapa belakangan ini aku bertemu dengan orang-orang yang aku temui di tempat makan. Mulai dari laki-laki yang pernah satu meja denganku, aku tau dia bernama Gokudera Hayato, lalu laki-laki playboy yang selalu duduk di meja setelah mejaku dan sekarang mengajar di sekolahku menjadi guru seni rupa, aku tau dia bernama Dino. Sekarang aku bertemu dengan orang yang suka menyendiri di tempat duduk dekat jendela dan posisi itu paling pojok, jika ada dia suasana tempat makan menjadi mencengkram.
.
.
.
Bel tanda sekolah usai pun berbunyi, aku langsung melirik jam yang sudah menunjukkan pukul empat sore. Yosh! Akhirnya sekolah selesai juga. Dengan semangat yang tiba-tiba saja menghampiriku, aku merapikan buku-buku ku ke dalam tas. Lalu Kyoko menghampiriku.
"Tsuna-kun, apa kau ingin menemaniku?", tanya Kyoko.
"Memangnya kau ingin ke mana?", aku malah balik bertanya.
"Aku ingin membelikan hadiah ulang tahun untuk kakak ku.", ia tersenyum senang.
"Un…!", aku langsung mengangguk, aku harap aku boleh menganggap ini sebagai 'date'.
Selanjutnya aku dan Kyoko pergi ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana Kyoko langsung mengajak ku ke tempat alat-alat olahraga. Oh biar ku tebak, Kyoko pasti ingin memberikan hadiah berupa sarung tinju, setelah ku pikir kakaknya adalah atlit boxing.
Benar saja tebakanku, sekarang di depan ku ini banyak sekali sarung tinju dengan warna yang berbagai macam dan kualitas yang macam-macam pula. Oh aku ingin mencium pipi Kyoko saat melihat wajah bingungnya saat sedang memilih sarung tinju itu, dia lucu sekali!
"Ne.. Tsuna-kun, aku harus beli yang mana..?", Kyoko langsung memalingkan wajahnya padaku. Aku segera menampar pikiran gilaku, takut-takut Kyoko dapat membaca pikiranku.
"Me-menurutmu, yang mana yang kakak mu belum punya?"
"Aku rasa yang ini…", Kyoko menunjukkan sarung tinju berwarna hitam yang sangat bagus, aku yakin harganya juga bagus.
"Itu bagus, Kyoko-chan. Pasti kakak mu senang jika mendapat sarung tinju yang lebih bagus.", ucapku berusaha memastikan pilihannya.
"Begitu ya.. kalau begitu aku beli yang ini saja.", Kyoko tersenyum senang dan segera membawa barang belanjaan ke kasir, aku memutuskan untuk menunggunya di luar toko.
Setelah acara membeli hadiah ulang tahun untuk kakak, aku dan Kyoko segera keluar dari tempat ramai itu. Sekarang kami berdua dalam perjalanan pulang. Aku melihati Kyoko sedang mengusap-usapkan kedua tangannya. Aku rasa ia kedinginan, melihat hal itu aku tidak akan diam saja.
"Tunggu di sini sebentar ya, Kyoko-chan.", aku segera meninggalkan Kyoko dan berjalan ke coffee shop.
Tiga menit kemudian, aku kembali ke tempat Kyoko berada. Aku membelikannya segelas cokelat panas, ya aku ingat Kyoko suka cokelat.
"Ini..", aku memberikannya pada Kyoko dan Kyoko menerimanya dengan sangat baik.
"Terima kasih, Tsuna-kun.", sepertinya Kyoko menyadari bahwa ia sedang kedinginan.
Lalu kami melanjutkan perjalanan menuju rumah masing-masing. Tiba-tiba seseorang yang sedang berlari begitu terburu-burunya menabrak Kyoko, tangan Kyoko yang sedang memegang gelas itu seakan tak siap dengan kejadian tersebut, akhirnya gelas itu menumpahkan diri kepada orang yang tidak tepat.
Sontak orang yang ketumpahan cokelat itu langsung menatap kejam pada Kyoko.
"Ma-maaf..! Aku tidak sengaja." , ucap Kyoko agak panik.
"Kau harus mengganti seragamku ini, gadis manis.", ucap laki-laki yang terlihat mesum, cokelat itu mengotori seragam sekolah SMA nya, mungkin kalau aku tidak salah lihat.
Dengan paksa laki-laki itu menarik tangan Kyoko. Aku yang melihat kejadian itu tak hanya diam. Aku menarik kembali tangan Kyoko, melepaskannya dari genggaman sadis laki-laki itu.
"Dia sudah bilang dia tidak sengaja, kenapa kau memaksa?", aku berusaha membela Kyoko yang sepertinya sudah ketakutan. Kau harus tau Kyoko, aku juga takut.
"Kau ingin jadi pembela rupanya.", sepertinya tindakan ku ini menarik emosinya. Dan sekarang tangannya sudah siap untuk membuat lebam di sekitar wajahku.
Aku hanya memejamkan mata, tapi tangan itu tak lekas sampai di wajahku. Saat aku membuka mata, pupilku langsung melebar. Sebuah pedang bambu telah menghalangi tangan laki-laki itu.
Aku langsung mencari wajah orang yang memegang pedang bambu itu. Gotcha! Aku tak asing dengan laki-laki berambut hitam spiky dan beriris cokelat ini. Ia suka datang ke tempat makan yang suka aku datangi juga. Aku baru sadar, anak laki-laki itu lebih tinggi dariku.
"Hei, jangan beraninya sama yang kecil dong.", ucapnya dengan nada mengejek. Aku agak sweatdrop.
"Heh, apalagi maumu, bocah?", korban ketumpahan itu pun semakin naik pitam.
Anak yang sepertinya atlit kendo ini, langsung menggerakkan pedang bambunya ke dada korban ketumpahan tersebut dan orang itu langsung jatuh. Sepertinya ia agak kesakitan dengan hantaman pedang bambu itu. Akhirnya korban itu menyerah dan melarikan diri.
"Kalian tidak apa-apa?", tanya anak berambut spiky itu kepada aku dan Kyoko.
"Kami tidak apa-apa.. kau tidak apa-apa kan, Kyoko-chan?", aku melanjutkan pertanyaan itu kepada Kyoko.
"Aku tidak apa-apa..", aku lega mendengarnya dari Kyoko-chan.
"Aku sering melihat laki-laki itu mencari masalah, makanya aku jadi geram melihatnya.", ucap laki-laki berspiky itu.
"Terima kasih telah menolong kami.", aku dan Kyoko membungkukkan badan padanya sebagai tanda terima kasih.
"Haha, sama-sama. Aku jadi gugup begini.", ucapnya sambil tertawa girang. Dari mana ia gugup?
"Kalian dari SD mana?", ucapnya begitu straight menusuk hati.
Aku dan Kyoko langsung bungkam seketika. "Ka-kami.. anak SMP kok..", jawabku sambil bersweatdrop.
"O-Oh haha, aku kira kalian anak SD. Kalian kecil sekali sih.", ucapnya dengan senyum sejuta watt. Hei bukan kami yang kecil, tapi kau yang terlalu tinggi!
Akhirnya kami jadi jalan bertiga, ditambaha laki-laki spiky ini. Ya ampun dia sksd, punya sikap pecaya diri yang tinggi, atau apa sih? Memang sulit dimengerti. Tiba-tiba ia mempertanyakan sesuatu yang ingin aku tanyakan juga.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?", tanyanya padaku.
Aku hanya menatapnya dan tidak memberikan jawaban yang diinginkannya.
"Kau sering datang ke tempat makan itu bersama teman-temanmu, kan?", akhirnya aku malah balik bertanya.
"Ah, benar. Aku juga suka melihatmu di tempat makan itu. Kau selalu duduk sendirian, kan?"
Aku hanya menganggukkan kepala ku.
"Aku Yamamoto, siapa namamu?", ia bertanya tanpa menghilangkan senyumannya.
"Namaku Tsuna, dan dia Kyoko.", aku menunjuk Kyoko juga.
"Senang bertemu kalian. Apa kalian pacaran?", tanya Yamamoto begitu straight lagi.
Aku agak melirik Kyoko, dan pipinya merona. "Ti-tidak.. kami hanya teman..", jawabku ragu.
"Souka.. padahal kalian cocok lho.", ucap Yamamoto dengan nada kecewa mendengar jawaban ku yang tadi.
Serius kami cocok..?! apa aku akan mimpi indah..?, batinku. Aku agak melirik Kyoko yang sedang menyembunyikan wajah meronanya. Apa dia juga senang kami dibilang cocok? Semoga begitu.
Sampai di sebuah perempatan, aku dan Kyoko berpisah dengan Yamamoto. Sadar bahwa kami memang bukan tetanggaan. Akhirnya aku berjalan berdua lagi dengan Kyoko. Aku baru ingat malam ini aku belum makan dan perutku sudah mulai protes, tapi aku sangat malas pergi ke tempat makan.
Lima menit berjalan kaki, akhirnya kami sampai di depan rumah Kyoko,
"Terima kasih ya Tsuna-kun sudah mau menemaniku.", ucap Kyoko dengan senyum manisnya.
"Un..! Sama-sama.. lain kali aku ingin mengajakmu jalan-jalan juga.", aku langsung menutup mulutku, aduh kenapa bisa keluar kalimat itu sih.
"Tentu, Tsuna-kun. Kita akan jalan-jalan lagi.", Kyoko tersenyum lagi. Sepertinya ia malu saat mengucapkan kalimat itu, wajahnya bersemu merah dan dengan segera ia masuk ke dalam rumah. Aku hanya terkekeh dalam hati.
Setelah mengantar Kyoko, aku segera pulang ke rumah. Hari ini benar-benar menyenangkan! Aku dapat kesempatan jalan berdua dengan Kyoko, ya meskipun hanya untuk membelikan hadiah ulang tahun untuk kakaknya. Aku akan selalu mengingat hari ini.
.
.
.
Keesokan paginya,
KRING! KRING!
Aku berusaha menggapai jam weker ku yang berisik. Aku melihat jarum jam sudah menunjuk pukul setengah delapan pagi.
"Ya ampun aku terlambat…!", teriakku dan langsung beranjak dari tempat tidur ku tanpa membereskannya terlebih dulu.
Dengan cepat aku mencuci muka, menyikat gigi, dan berpakaian. Setelah itu aku pergi ke sekolah dengan lari cepat. Memang kemampuan berlariku tidak terlalu buruk, sehingga membantuku dalam pelajaran olahraga. Tunggu, apa yang aku pikirkan? Aku hampir terlambat!
Lima menit aku berlari, gerbang sekolahku sudah terlihat jelas di depan mataku. Aku makin mempercepat lariku dan… akhirnya aku berhasil melewati gerbang yang hampir ditutup. Terima kasih Kami-sama! Aku segera menuju kelas dengan berlari juga.
Sampai di kelas, aku mulai merasakan betapa lelahnya tubuhku. Berlari dari rumah sampai ke sekolah itu lumayan lho. Peluh bercucuran di seluruh tubuhku. Rasanya aku ingin buka baju, tapi aku tidak mungkin melakukannya.
"Tsuna, kau terlambat?", tanya temanku.
"Aku hanya hampir terlambat.", ucapku tanpa mengubah ekspresi lelahku.
"Untunglah kau. Kalau kau benar-benar terlambat, mungkin besok kau sudah ada di rumah sakit.", ucapnya begitu serius.
"Heh, kenapa begitu?", tanyaku agak takut.
"Lihat itu, Tsuna!", lalu ia menunjuk ke arah jendela.
Aku langsung melihat keluar jendela. Di sana aku melihat ada tiga orang anak yang terlambat. Lalu aku melihat beberapa orang yang memakai gakuran dan ada tanda "Komite Disipliner". Aku yakin jika kalian juga melihat pemandangan ini, kalian lebih memilih menginap di sekolah agar tidak terlambat, daripada kalian terlambat dan setelah itu kalian akan absen selama seminggu. Aku melihat para Komite Disipliner itu melakukan kekerasan kepada tiga orang pelanggar aturan itu. Aku bersumpah mulai sekarang aku tidak akan terlambat lagi. Dari pada aku masuk rumah sakit dan tak ada yang menjagaku.
"He-hei..! kenapa guru diam saja?", tanyaku.
"Tak ada satu pun orang yang berani menegur mereka, termasuk polisi.", ucap temanku.
Aku benar-benar takut.
Tak lama kemudian guru yang mengajar datang dan memulai pelajaran dengan segera. Aku segera duduk di tempat duduk ku, begitu juga temanku.
.
.
.
Pukul empat sore, waktunya pulang. Aku masih saja merasakan lapar seperti kemarin malam, padahal saat istirahat tadi aku memakan satu mangkuk besar ramen ternyata tidak membantu. Setelah memasukkan buku-buku ku ke dalam tas, aku keluar dari kelas. Dan kau tau apa yang pertama aku lihat? Di lorong aku melihat Kyoko sedang berbicara dengan Dino-sensei. Ya ampun Kyoko apa yang kau lakukan?!
Tanpa pikir panjang lagi, aku langsung berjalan menghampiri Kyoko.
"Kyoko-chan tidak pulang?", tanyaku pada Kyoko, Kyoko langsung menolehkan wajahnya padaku.
"E-eh Tsuna-kun.. aku masih ada urusan dengan Dino-sensei..", ucapnya dengan malu-malu.
"Sasagawa-san ingin aku mengajarinya lagi.", ucap Dino-sensei dengan senyum ramah palsunya, bagiku.
"Tidak boleh.", ucapku singkat, sepertinya cukup mengagetkan mereka berdua.
"Eh? Kenapa begitu, Tsuna-kun?", tanya Kyoko.
"Itu..", aku langsung melirik ragu ke arah Dino-sensei.
"Tenang saja.. aku tidak akan melakukan apapun.", ucap Dino-sensei untuk meyakinkan.
"Ya sudahlah, terserah.", aku langsung pergi menjauh dari mereka berdua.
Aku benar-benar sudah sangat lapar. Sekarang aku sedang menuju ke tempat makan. Kira-kira apa yang akan aku pesan ya? Rasanya aku ingin makan banyak.
.
.
.
Di tempat makan, aku memesan menu makan malam dengan lengkap. Mulai dari makanan pembuka hingga makanan penutup. Tumben-tumben aku pesan sebanyak ini, ingat aku baru saja dapat banyak uang dari Dino-sensei.
Tunggu, mengingat nama itu, sebenarnya aku sangat marah dengan kejadian di lorong sekolah tadi. sepertinya Kyoko benar-benar menyukainya. Jika aku menghalanginya, sama saja aku ini jahat, bukan? Aku tak bermaksud menghalanginya, aku hanya ingin melindunginya dari manusia gila itu.
Saat aku sedang menikmati segelas bir, entah pikiran dari mana aku ingin minum bir. Mengenai bir, aku jadi teringat dengan ayahku yang memang suka minum bir jika sedang santai di rumah. Sebenarnya aku lumayan penasaran dengan bir ini, dan akhirnya aku bisa merasakannya sekarang. Tiba-tiba ada seseorang yang merebut gelas bir itu dari ku. Aku langsung terkejut, dan kau tau apa? Aku menemukan Dino-sensei di sana, tengah merebut gelas bir ku.
"Kau pikir umurmu sudah berapa, hah?", ucap Dino-sensei, sepertinya ia kesal.
"Dan sedang apa kau di sini?", aku balik bertanya dan untungnya aku tidak mabuk.
"Tentu saja aku ingin makan malam.", ucapnya sambil duduk satu meja denganku.
"Kembalikan minumanku."
"Tidak."
"Kau pikir kau siapa?"
"Aku gurumu."
"Kau hanya guru seni rupa. Oh ayolah."
"Apa masalahmu?"
"Masalahku? Jangan dekati Kyoko."
"Jadi, soal itu.."
"Oh iya, kenapa kau tidak sedang mengajarinya?"
"Aku menghampirimu karna ini yang ingin aku bicarakan."
"Apa..?"
"Sasagawa-san tiba-tiba membatalkannya karna mendengar cara bicaramu yang dingin tadi. mungkin dia pikir kau marah padanya."
"Tentu saja aku marah, aku tidak akan membiarkan ia pergi bersama seorang playboy sepertimu.", aduh aku kelewatan.
"Baiklah, aku playboy, dan aku adalah pemain sex yang baik. Kau puas Sawada-kun?" , sepertinya ia mulai bicara serius.
Aku malah tak menghiraukannya. Aku terdiam seakan aku tak berani berkata apa-apa lagi.
"Kau harus tau Sawada-kun, aku tidak akan pernah merasakan sex lagi. Jadi aku tidak mungkin membeli wanita lagi untuk bermain-main. Termasuk mencelakai Sasagawa-san."
"Baguslah."
Segelas air membasuh wajahku tiba-tiba. Dino-sensei menyiramku dengan segelas air. Sepertinya ia sudah menyadari bahwa aku sudah hampir mabuk. Aku langsung tersadar.
"Waktunya pulang, Sawada-kun. Aku akan mengantarmu.", tanpa berkata apa-apa lagi, Dino-sensei langsung beranjak dari kursinya dan pergi keluar.
Aku hanya mengikutinya. Jadi rasanya mabuk tadi seperti itu. Rasanya aku jadi anak kurang ajar tadi.
Akhirnya aku dan Dino-sensei sampai di depan rumahku. Tanpa pamit pada Dino-sensei, aku langsung memasuki rumahku. Tiba-tiba satu kalimat darinya membuatku menghentikan langkah ku.
"Jangan pernah melakukan hal bodoh lagi, Sawada-kun.", ucap Dino-sensei.
Aku tak menghiraukannya. Aku melanjutkan langkahku ke dalam rumah. Aku baru ingat sepertinya Kyoko menganggap aku marah padanya. Aku harus menelponnya untuk menjelaskan bahwa aku tidak marah.
"Moshi-moshi..?", ucap Kyoko di seberang telepon.
"Kyoko-chan, kau sudah ada di rumah?", tanyaku.
"Iya, aku sudah pulang, Tsuna-kun. Ada apa?"
"Maaf, jika aku bicara terlalu dingin padamu tadi. Sebenarnya aku tidak marah."
"Syukurlah.. aku kira kau marah sungguhan padaku."
"Te-tentu saja tidak, Kyoko-chan."
"Kau baru pulang, Tsuna-kun?"
"Ya begitulah.. aku habis makan malam."
Cukup panjang aku berbincang pada Kyoko lewat telepon. Baru pertama kalinya aku menelpo Kyoko. Rasaya seperti baru jadian saja. Hah.. tapi itu tidak akan mungkin. Setelah saling mengucapkan selamat malam, aku memutus sambungan telepon. Lalu aku mandi dan setelah itu beristirahat. Sepertinya aku lupa mengerjakan PR.
.
.
.
Pukul tujuh pagi, aku bangun tepat waktu hari ini. Setelah bersiap-siap untuk ke sekolah, tak lupa aku membeli roti untuk sarapan di minimarket terdekat. Sampai di perempatan, tiba-tiba ada yang menyapaku dan menepuk pundakku. Aku langsung menoleh ke asal suara,
"Yo, Tsuna! Ohayou!", sapanya.
"Ya-Yamamoto..?", aku bertanya ragu, takut salah nama.
"Kau ke sekolah lewat sini juga?", tanya Yamamoto begitu gembiranya.
"Ya tentu saja..", jawabku, sepertinya aku masih canggung dengan orang ini.
Sampai di jalan besar, aku dan Yamamoto berpisah. Baru sadar kalau aku dan Yamamoto tidak satu sekolah dengannya. Aku melanjutkan kembali perjalananku menuju sekolah.
.
.
.
Sampai di sekolah, aku melaksanakan kegiatan belajar seperti biasa hingga pukul empat sore.
Bel pulang berbunyi tepat pukul empat. Aku segera membereskan buku ku, setelah itu berjalan keluar kelas. Sekarang aku dalam perjalanan menuju tempat makan. Aku tidak pulang bersama Kyoko, ia bilang ingin pergi berbelanja dengan teman-temannya. Aku tidak mungkin mengikutinya, kan?
Seperti biasa aku pergi ke tempat makan. Namun ada yang membuatku heran. Kenapa kok sepi sekali. Seperti tak ada yang mengunjungi tempat makan itu. Dan ada yang menarik perhatianku. Seorang anak laki-laki berambut merah tengah duduk di depan tempat makan itu sambil menundukkan kepala. Apa dia sedang kelaparan?
"A-apa kau lapar..?", tanyaku pada anak itu.
Anak itu mendongakkan kepalanya, memperlihatkan iris merahnya. "Tempat makan itu tutup.", jawabnya singkat.
"Eh? Tutup? Kenapa?"
"Mereka sedang berkabung hari ini."
"Apa kau habis menangis?", tanyaku saat melihat matanya yang bengkak.
Dengan tiba-tiba anak itu langsung melarikan diri dariku. Aku hanya membatu dengan sikap anehnya. Tiba-tiba pula ada yang menepuk pundak ku. Aku langsung menoleh dan aku mendapati Dino-sensei di sana. Aduh dia ngapain sih di sini.
"Ada apa dengan anak itu, Sawada-kun?", tanyanya.
"Dia kelihatan habis menangis..", jawabku. Terkandung nada kecewa.
"Menangis? Kenapa dia?"
"Mana aku tau..!"
Lalu terlintas pikiran kotor di otak ku. Kebetulan ada Dino-sensei kenapa aku tidak memanfaatkannya untuk makan malam gratis. Hitung-hitung uang saku ku sudah mulai menipis nih.
"Kau tidak masuk, Sawada-kun?", tanyanya yang menyadari aku tidak memasuki tempat makan.
"Tidak. Kata anak tadi tempat makan ini sedang tutup. Mereka sedang berkabung. Hah.. aku jadi tidak bisa makan..", ucapku dengan nada putus asa.
"Kalau begitu kita cari tempat makan lain saja. Aku yang traktir deh.", ucap Dino-sensei yang sepertinya sudah tau niatku. Bagus!
"Benarkah?"
"Tentu saja. Berbagi dengan murid sendiri itu tidak dilarang, kan?"
"Sangat dianjurkan malah.", aku sedikit menyeringai.
Akhirnya kami berjalan bersama mencari tempat makan lain. Selama di perjalanan, entah mengapa Dino-sensei menanyakan hubunganku dengan Kyoko. Memangnya dia siapa? Ayahnya Kyoko? Begitu penasarannya tentang hubunganku dengannya. Dan pada akhirnya aku hanya menjawab sesuai dengan kenyataan. Bahkan dia berani-beraninya bilang kalau aku dan Kyoko ini saling menyukaimu. Oh ayolah apa aku sedang berbicara dengan orang nonsense lainnya?
Sepuluh menit berjalan akhirnya kami berhenti di depan sebuah tempat bernama 'Manga Café'. Dino-sensei bilang di sini tempatnya enak. Kita bisa membaca manga paling update sambil menikmati makanan yang tak kalah enak. Kami langsung memasuki tempat tersebut. Setelah mendapatkan tempat duduk dan memesan makanan, aku tertarik untuk pergi ke deretan rak yang dipenuhi oleh manga.
Aku tengah mencari-cari manga yang sesuai dengan genre kesukaanku. Sampai aku menemukan manga yang sesuai dengan keinginanku, aku hendak mengambilnya. Tapi ada tangan lain yang hendak menyambar manga itu. Aku langsung menoleh ke pemilik tangan itu. Ah, dia perempuan. Tunggu perempuan bersurai violet, iris senada, eyepatch hitam? Dia adalah perempuan yang suka datang ke tempat makan itu. Ia hanya menatapku bingung.
"Kau boleh memilikinya, silahkan.", ucapku seramah-ramahnya.
Lalu gadis itu langsung mengambil manga yang diinginkannya. Tunggu, seperti ada yang berbeda dengan gadis ini. Raut wajahnya tak seperti biasanya. Kekhawatiran yang mendalam sudah tak ada lagi di raut wajahnya. Ia terlihat seperti gadis ceria lainnya, namun lebih tenang. Sampai seseorang menghampirinya. Seorang laki-laki yang memiliki model rambut yang sama dengan gadis itu, hanya bedanya berwarna biru tua. Tunggu.. matanya? Matanya ada dua warna!
"Dokuro, kau sudah mendapatkannya?", tanya laki-laki itu.
Gadis yang ditanya itu hanya mengangguk. Tiba-tiba ia mengalihkan pandangannya padaku. Lalu ia membungkukkan badan padaku sambil tersenyum tipis. Laki-laki itu merangkul gadisnya dan pergi dari hadapanku. Mereka adik kakak atau.. pacaran? Entahlah tapi bagiku mereka serasi sekali. Sekilas aku lihat laki-laki tadi memiliki warna mata yang berbeda. Yang kiri berwarna biru dan yang kanan berwarna merah. Laki-laki itu memakai gakuran yang sama dengan.. eh? Sama dengan laki-laki bersurai merah yang aku temui di depan tempat makan tadi. Aku jadi kepikiran bagaimana aku bisa seserasi mereka dengan Kyoko.
Dan pada akhirnya aku kembali ke tempat Dino-sensei dengan tangan kosong. Aku tidak mendapatkan manga yang aku inginkan. Dino-sensei melihatiku dengan heran.
"Jadi, kau sedang apa di rak itu?", tanyanya.
"Manga yang aku inginkan sudah diambil orang."
"Malangnya.. kau bisa mendapatkannya lain waktu.", Dino-sensei menyeringai di atas penderitaanku. Dasar guru tidak tau diri.
Tiba-tiba ada sesuatu yang ingin aku tanyakan terlintas di kepalaku.
"Dino-sensei, apa kau tau tentang Komite Disipliner yang sedang ditugaskan di sekolah kita?"
"Oh itu. Tentu saja aku tau. Mereka datang untuk menertibkan kalian semua murid-murid yang tidak tau aturan.", Dino-sensei baru saja menindas murid sekolah ku? Benar-benar kurang ajar.
"Kau menyinggung, heh?", tanyaku agak kesal.
"Tidak, tidak, aku hanya bercanda. Sebaiknya kalian patuhi aturan selama ada mereka atau kalian akan babak belur."
"Memangnya tak ada yang bisa menghentikan kekerasan mereka?"
"Tidak. Aku sudah pernah mencobanya tapi malah aku yang kena batunya. Memangnya aku salah apa?"
"Salahmu karna kau sudah mengganggu mereka."
"Aku tidak mengganggunya!", ucapnya agak kesal.
Di usianya yang terbilang cukup muda, terkadang Dino-sensei juga terlihat seperti anak-anak biasa. Meskipun terkadang juga menyebalkan, bagiku dia adalah tempat curhat paling tepat. Ia juga tak punya mulut ember bocor. Ditambah lagi, ia adalah orang kaya yang dapat aku manfaatkan, hahah!
Tak lama kemudian pesanan kami datang dan kami langsung menyambar makanan itu dengan beringasnya sampai perut kami penuh. Makan gratis itu rasanya.. lebih nikmat daripada bayar sendiri.
.
.
.
Keesokan harinya.
Sampai di kelas, dengan malasnya aku berjalan menuju tempat duduk. Ingat aku baru datang. Besok adalah hari sabtu di mana aku bisa bangun siang, yeah! Baru saja aku menempatkan bokongku di kursi, Kyoko langsung menghampiriku dengan senyuman lebar.
"Ohayou, Tsuna-kun!"
"Ohayou, Kyoko-chan. Bagaimana acara belanjanya kemarin?"
"Sangat menyenangkan!", senyumannya semakin menjadi. "Oh iya Tsuna-kun, ayahku punya dua tiket masuk taman bermain. Apa.."
"A-apa?"
"Apa kau mau pergi bersamaku?", wajah Kyoko merona.
"K-kau mengajakku? Sungguh?"
"U-um..", Kyoko mengangguk. "Besok, aku tunggu di stasiun pukul sembilan."
"Baiklah.", aku ikut mengangguk tanda mengerti.
Sepertinya apa yang dibilang Dino-sensei benar-benar terjadi. Terima kasih Dino-sensei! Tunggu.. kenapa aku berterima kasih padanya? Dia kan hanya mengira-ngira kemarin.
.
.
.
Pukul empat sore. Seperti biasa aku dan Kyoko pulang bersama. Tapi ada yang berbeda, aku akan makan malam bersama Kyoko di tempat makan. Ya ampun aku tidak menyangka aku akan makan malam bersamanya. Andai saja aku bisa menyewa restoran mewah untuk ini.
Setelah makan malam, aku mengantar Kyoko pulang. Setelah itu aku melanjutkan perjalanan menuju rumahku sendiri. Rasanya.. aku tidak bisa tidur saat tau bahwa besok aku akan pergi berdua dengan Kyoko. Aku boleh menganggap ini 'Date' lagi, kah?
.
.
.
Sabtu pagi yang cerah. Aku bangun secepat yang aku bisa. Setelah bangun aku merapikan tempat tidur, mandi, dan segera meninggalkan rumah menuju stasiun. Sepertinya aku butuh roti untuk sarapan dan aku membelinya di minimarket dekat stasiun.
Hebatnya aku sudah ada di stasiun pukul delapan. Padahal janjinya jam sembilan sih. Tapi aku tidak akan membuat Kyoko menunggu. Dan sangat tak disangka, tiga puluh menit setelah aku datang, Kyoko datang. Jadi dia berniat untuk tidak membuatku menunggu? Itu terbalik. Untungnya aku datang lebih dulu.
"Maaf Tsuna-kun, sudah menunggu lama?"
"Tidak, aku baru saja sampai.", berbohong sedikitlah biar lebih gentle.
"Syukurlah.. ah, keretanya sebentar lagi datang."
"Iya."
Ya ampun Kyoko manis sekali dengan dress broken whitenya. Aku baru sadar dia itu sangat feminim. Rasanya aku ingin mendekapnya. Suara kereta datang pun menyadarkanku dari khayalanku. Aku dan Kyoko segera memasuki kereta menuju tempat tujuan.
Di tengah perjalanan, sempat-sempatnya aku bertanya,
"Kyoko-chan, kenapa tidak mengajak kakakmu saja?"
"Eh.. itu.. soalnya.."
"Aku rasa jika kau bersama kakakmu akan lebih aman."
"Itu dia.."
"Eh?"
"Kakak ku terlalu overprotective, jadi aku malas jalan dengannya."
"O-oh begitu ya.."
"Lagipula, aku juga ingin merasakan ke taman bermain bersama Tsuna-kun..!", ia tersenyum senang.
Aku hanya memasang wajah terkejut. Gawat aku senang sekali. Hingga lima belas menit kemudian kami sampai di taman bermain.
"Kyoko-chan, ingin main apa?"
"Itu..!", ia menunjuk ke arah.. roller coaster?
Oh tidak aku agak takut dengan wahana itu. Sayangnya Kyoko langsung menarik tanganku dan dengan sangat terpaksa aku ikut mengantri di antrian yang cukup panjang itu.
Saat permainan dimulai, aku dan Kyoko hanya bisa berteriak ketakutan. Sayang aku juga ketakutan jadi aku tidak bisa menenangkan Kyoko.
Setelah berteriak karna permainan roller coaster, aku membelikan minum untuk Kyoko dan untukku sendiri. Padahal baru sekali main roller coaster tapi rasanya sudah seperti lima kali.
Bayangkan saja, di awal acara 'Date', aku dan Kyoko menaiki permainan yang ekstrim. Aku baru tau Kyoko sangat penasaran dengan permainan ekstrim, tapi lama kelamaan aku jadi terbiasa sih. Jadi aku bisa menenangkan Kyoko bila dia ketakutan.
Sudah lelah dengan permainan ekstrim, Kyoko memilih untuk memasuki obake. Ya ampun obake itu salah satu kelemahanku. Saat memasuki obake, suasana yang gelap dan dingin yang tidak normal sudah mengerubungi aku dan Kyoko. Aku benar-benar tidak siap dengan kejutan di balik tirai hitam itu. Benar kan apa aku bilang, saat aku menyibak tirai itu, wajah menyeramkan muncul di depan wajahku. Aku membekap mulutku sendiri agar tidak berteriak. Kyoko malah bersembunyi dibalik tubuhku. Ah dia memang selalu begitu dari tadi, ketakutan tapi tak mau menyerah. Tapi entah mengapa rasa takut ku menghilang saat Kyoko memeluk erat-erat lenganku. Ia berusaha memejamkan matanya jika sosok menyeramkan lainnya muncul hanya dalam jarak 20cm. Pada akhirnya kami berdua bisa keluar dari obake itu dengan selamat.
Sore menjelang malam, kami berencana ingin pulang. Tiba-tiba Kyoko meraih tanganku, mencegahku melangkah lebih jauh.
"Aku baru ingat, jam tujuh nanti ada pesta kembang api.", ucap Kyoko.
"Kau ingin melihatnya?", tanyaku.
"Aku ingin melihatnya.. tapi jika aku tidak segera pulang.."
"Tidak apa-apa."
"Eh?"
"Kan ada aku, aku akan menjagamu. Aku yang akan bertanggung jawab jika kita pulang larut malam.", ucapku untuk meyakinkannya.
Senyuman senang terukir lagi di wajahnya.
Hampir pukul tujuh, aku dan Kyoko mencari spot paling startegis untuk melihat kembang api. Dan akhirnya pesta kembang api dimulai. Tempatnya benar-benar strategis. Aku dan Kyoko dapat melihat kembang api yang indah itu dengan leluasanya.
Aku rasa ini adalah waktu yang tepat.
"Kyoko-chan.. ada yang ingin aku bicarakan."
"Apa? Bicarakan saja."
"Tapi.. kau jangan menertawaiku ya?"
"Tentu saja tidak."
"Aku pikir.."
Kyoko langsung memalingkan wajahnya padaku. Aduh ini hanya akan membuatku tambah gugup.
"Aku menyukaimu.. pada pandangan pertama."
Aku melihat Kyoko terkejut dengan pernyataanku tiba-tiba.
"Jadi.. maukah.. kau jadi pacarku..?"
"Tsuna-kun…!", ia sedikit berteriak dan aku terkejut.
"Eh? Apa?"
"Aku.. Aku juga menyukaimu, aku mau jadi pacarmu!"
"Be-benarkah?"
"Tadinya aku juga ingin mengatakannya duluan, tapi.. aku masih terlalu gugup."
"Aku.. senang sekali, Kyoko-chan.."
"Kau tau? Aku membeli baju ini untuk dipakai hari ini, untuk pergi bersama, Tsuna-kun.."
Dia manis sekali, aku tidak bisa menahan diri..
Tanpa sadar aku sudah menempelkan bibirku dengan bibirnya. Lembut. Bibirnya sangat lembut. Ini ciuman pertamaku. Ciuman pertamaku dengan orang yang aku sukai. Aku melihat ekspresi terkejut di wajah Kyoko. Di detik berikutnya wajahnya merona. Dia jadi tambah manis.
"Tsu.. Tsuna-kun..?"
"Ma-maaf.. aku agak lancang.."
"Tidak..", Kyoko menggeleng. "Aku sangat senang, Tsuna-kun.."
"Terima kasih, Kyoko-chan..", aku memberikan senyum terbaik ku padanya.
Aku dan Kyoko sama-sama senang. Aku dan Kyoko berjanji tidak akan melupakan hari ini. Ini adalah satu hari paling baik dalam hidupku. Setelah pesta kembang api selesai, kami segera meninggalkan taman bermain dan menaiki kereta terakhir. Sepertinya Kyoko sangat kelelahan, lihat dia tertidur di pundak ku. Dia semakin manis saja jika sedang tidur.
Aku sadar bahwa kita berada di dunia yang sama, benarkan Kyoko-chan?
.
.
.
The end.
Akhirnya final chapter update juga!
Gimana nih sudah habis chapternya, toh ga ada yang mau baca juga sepertinya.
Yah semoga saja reader yang tidak terdeteksi oleh author bisa puas dengan kehadiran final chapter yang memang agak lelet updatenya.
Arigatou bagi yang sudah mengikuti ceritanya dari awal sampai akhir.
Author tanpa reader bukan apa-apa.
Sampai jumpa di karya ku berikutnya.
Ja~