Disclaimer : Shingeki no Kyojin Isayama Hajime

Menampilkan : Rivaille and Mikasa Ackerman

Rating : T

Warning : OOC, Typos

Sekedar untuk meramaikan rivamika difandom ini

.

.

Mempersembahkan

Pertama : Teknik mengalihkan perhatian

Rivaille, sekali lagi ia melihatnya. Gadis itu entah sudah berapa kali terlihat berdiri di sana. Tepatnya di menara markas besar bekas Scount Legiun yang kini menjadi tempat tinggal mereka. Ini merupakan pemandangan yang langka. Seorang Mikasa Ackerman yang selalu mengawal Eren Jeager, tak bisa lepas sedetikpun dari Eren Jaeger, kini berdiri sendiri di dekat tembok pembatas.

Lalu kenapa? Itu yang menjadi masalah bagi kapten muda ini.

Rambut hitam pendeknya tertiup angin musim semi, menampilkan wajah ayu nan dingin bak balok es di musim salju. Cantik, Rivaille menyadarinya. Gadis itu telah mencuri perhatiannya sejak penyerangan Titan di distrik Trost. Bukan karena kecantikannya, atau hanya sekedar untuk memperbaiki keturunan. Tetapi karena kemampuanya bertarung menghadapi Titan yang berkali lipat lebih besar dari tubuhnya. Teknik yang begitu luar biasa, sebanding dengan seratus prajurit biasa. Gadis muda berbakat, sempurna tanpa celah sang prodigy, Mikasa Ackerman.

Terbanding terbalik jika dia berhubungan dengan sosok Eren Jaeger, si bocah Titan itu. Mikasa akan menjadi gadis yang sangat bodoh, overprotective melebihi seorang ibu bagi Eren Jaeger. Justru itulah yang membuatnya semakin menarik. Di matanya kesetiaan yang menjadikan Mikasa lebih unggul dari gadis manapun.

Rivaille terdiam sejenak, sulit baginya untuk tenang saat seperti ini. Di hadapannya berdiri gadis yang selama ini berkeliaran dalam mimpinya.

Kini langkahnya beranjak mendekati gadis oriental itu. Mikasa masih tak bergerak, tatapannya masih lurus ke arah hutan di mana rekan-rekannya sedang berlatih. Dilihatnya arah pandang gadis itu. Eren Jaeger, pandangnya selalu tak jauh dari bocah itu.

"Berhentilah melototnya, atau matamu benar-benar akan terlepas!" Gumam Rivaille lirih.

Tubuhnya begetar, ditengoknya seseorang yang membuatnya berpaling dari arah Eren. Rivaille, sang kapten muda berdiri di belakangnya. Tangannya terlipat di depan dada, pandangnya tertuju ke arah tadi Mikasa memandang.

Yang dipanggil menoleh, tak memperdulikan ekspresi yang dipasang sang kapten muda itu.

"Kapten,"

Mereka terdiam cukup lama. Diedarkan pandangan menuju hutan. Menjelajahi keberadaan sang pemilik emerald lagi.

"Tak berubah!" Ujar Rivaille sarkatis.

"Bukankah sudah waktunya sang bayi menjadi dewasa? Tak baik membiarkannya tumbuh menjadi seorang anak yang manja" Lanjut Rivaille.

"Saya tak bisa melepaskannya." Jawab Mikasa lirih, pandanganya masih sama menelusuri setiap gerakan bayi kecilnya.

"Mikasa, aku tak membicarakan bocah itu!"

Mikasa menoleh, tak biasanya sang kapten memanggil dengan nama kecilnya.

"Maksud Kapten?" Raut penasaran menyebar di wajah cantik Mikasa.

"Kau!" Tunjuk Rivaille ke arah Mikasa.

Mikasa tersentak, menaikan alis bingung.

"Jika dibiarkan, kau akan tetap menjadi bayi cengeng yang tak bisa apa-apa tanpa Jaeger." Kapten muda itu menyeringai melihat wajah Mikasa yang memucat.

Tak ada jawaban, Mikasa tahu yang dikatakan kaptennya itu adalah suatu kebenaran. Dia mulai mengingat saat-saat dimana tak ada Eren di dekatnya, dia akan menjadi Mikasa yang sangat bodoh dan ceroboh apalagi tindakannya selama ini akan berakibat sangat buruk baginya dan juga Eren, pemuda yang menjadi alasannya untuk kuat.

"Lihatlah mereka!"

Kini perhatian keduanya tertuju pada prajurit yang sedang berlatih di bawah sana.

"Mereka menujukan peningkatan dalam bertarung. Sementara kau! Tidak sama sekali."

Sekali lagi kata-kata yang keluar dari mulut kaptennya melukai harga dirinya. Tapi itu juga fakta yang harus dia terima. Selama beberapa bulan ini, dia sama sekali tak beranjak. Stastis dan selalu ceroboh, contohnya saja saat dia bertarung melawan Titan wanita yang diketahui sebagai teman seangkatannya, Annie Leonhart dia terlihat kewalahan menghadapinya.

"Lalu apa yang harus aku lakukan?" Tanya gadis itu, matanya menatap tajam onyx yang sama persis dengan dirinya. Takut, ada rasa ketakutan yang tinggi jika saja dia tak bisa melindungi Eren lagi.

"Lihatlah di sekelilingmu!" Rivaille terdiam sejenak.

"Bukan hanya ada Eren. Masih banyak alasan yang membuatmu menjadi lebih kuat." Kata kapten muda itu, dia mulai beranjak meninggalkan Mikasa.

Tubuh Mikasa menegang, sekali lagi fakta bahwa di sekelilingnya bukan hanya ada Eren, benar adanya. Masih ada Armin dan juga teman-temannya yang peduli padanya. Dia tak mau kehilangan lagi sosok keluarga untuk ketiga kalinya.

"Apa yang harus aku lakukan?" Tanya gadis itu lirih.

Sang kapten muda menghentikan langkahnya, diputar tubuhnya menghadap Mikasa. Sebuah seringai menghiasi wajahnya. Langkah kaki pendeknya mendekati Mikasa. Ditariknya syal merah pemberian Eren.

Tubuh Mikasa sedikit membungkuk, Mikasa tak menolak, menyamakan tinggi sang kapten muda. Pandangan tajam diperlihatkan ke arah Rivaille. Menyakinkan kaptennya jika dia serius tentang itu.

Cup

Tak memerlukan waktu yang lama untuk mendaratkan bibirnya di bibir ranum Mikasa. Manis, secepat kilat dibawanya bibirnya kearah telinga gadis itu. Dijilati cupingnya. Sesuatu yang asing menggelitik perut Mikasa. Aneh, nyaman dan Mikasa tak bisa menolaknya saat kapten itu menyentuhnya.

"Yang harus kau lakukan adalah mengalihkan pikiranmu dari sosok Eren."

Dan Rivaille pun pergi meninggalkan Mikasa yang masih belum sadar dengan apa yang baru saja kapten muda itu lakukan.

.

.

.

Dan sukses teknik itu bekerja dengan baik untuk Mikasa. Buktinya gadis itu sama sekali tak bisa melepaskan pikirannya dari kapten muda itu selama berminggu-minggu. Dan yang pasti membuat teman-temannya kebingungan karena menyadari ada yang aneh dengan Mikasa, terutama bayi munyilnya Eren Jaeger.

FIN