[UPDATE!] Dengan tangan sedikit gemetar, dia memegangi dadanya seolah tengah menahan sesuatu dari sana. Seraya menggeleng-geleng, dia mengembuskan napas panjang, mengusap-usap wajah dengan handuk agar pikirannya kembali jernih. Sekali lagi, dia menoleh ke arah "Sialan," pelan-pelan Inuyasha mendesis. "Hampir saja aku menyerang perempuan itu..." /AU/KIK-SESS-INU-GOME!

Ia bukanlah makhluk berperasaan yang percaya akan makna cinta, kasih, dan omong kosong lainnya. Bukan juga makhluk keji yang dengan bengisnya mengabaikan perasaan dirinya sendiri.

Kikyo sighed her breathe deeply. Even deeper. Felt something was crowding her chest. As if it was growled and broke down her mind which used to be fallen apart. Slowly, the raindrops were getting eased. Not as wild as before. However, the rain on each of her cheek had not eased yet. "Is it so hard for me to come into his world?"

For a thousand times she's drowning in pain. How many times she's draining off of the living flows. Yet all she could reach out is a raging heart. And now her soul is kind of dazed. Feels strange like an unbridled horse. Cram the dark soot whichever got her mind's eye been surrounded. "Why must have been in alienation?" "The silence, singing the voice of each restless heart."

Beginilah aku yang sebenarnya. Hanya mampu berandai-andai. Sosok miko yang mereka bilang kuat dan hebat—sebenarnya hanyalah sosok wanita rapuh yang tengah kehilangan asanya. Bahkan sebagian dari jiwanya pun telah hilang.

Suara musik tak lagi terdengar. Hanya hembusan nafasnya yang memburu, serta detak jantung yang tak terkendali. Light menelan ludahnya dengan susah payah. Kedua bola matanya bergerak dengan perasaan takut menyelubungi selaput irisnya.

Aku tak ingin membencinya. Membenci kakakku sendiri. Yang kuinginkan sebenarnya hanyalah dia, Sesshomaru, agar segera melihatku. Melihatku sebagai adiknya. Menerimaku sebagai bagian dari aliran darahnya. Itu saja.

Aku membisu. Terdiam mendapati dirimu tiba-tiba berang usai mendengar kebenaran yang seharusnya kau percaya. Kuhela nafasku sedalam mungkin. "Yahh. Mungkin aku hanya salah lihat. Maaf."

Kikyo menghela nafasnya dalam-dalam. Merasakan sesuatu yang hebat tengah mendesak dadanya. Seolah bergemuruh dan meluluh lantakkan perasaannya yang sudah berserpih. Porak poranda hingga menjadi puing-puing menyedihkan.

Setiap kali aku menatap matanya, aku merasa melihat tanah-tanah kuburan tua, seperti melihat ladang-ladang yang terbakar dalam senja, mengingatkanku pada pantai murung dengan onggokan kapal rusak dan lelah. Ada badai yang selesai bertiup di matanya, dan kemudian diam selamanya.

Dengan dinding-dinding air bagai selaput di iris matanya, ia dekatkan wajahnya ke arah sang gadis. Mengecup lembut bibir mungil pucat yang dulunya merekah. Bibir merah jambu yang selalu tersenyum tiap kali menatapnya. "Rin, aku... sudah kembali."

Mungkin wajahnya tak akan lelah menggoreskan guratan raut yang sama. Tapi siapa yang tahu jika makhluk arogan itu ternyata juga punya perasaan.

Ia bisa saja membungkus seluruh memoar dengan kalut, dendam, sedih, atau mungkin rindu. Namun ada yang tak mungkin bisa ia rubah. Dan tak akan pernah berubah— "Takdir."

Jaken putus asa. Jaken mau bunuh diri! / Mungkin sedikit OOC / Garing ga pake krenyess-krenyes

"Bebas adalah hal yang nyata. Tapi yang kau terima hanyalah sebagian dari ilusi, Kagura."

Kematian adalah tempat misteri menemukan jalan pulang. Terkadang kau kehilangan, tersesat, terluka, bahkan menyadari bahwa semua bukan sekedar ilusi. Semua tampak berubah, saat kau mulai mengenal rasa kehilangan. Semua tampak berbeda, ketika kau mulai mampu menerjemahkannya melalui sudut hatimu.

Tak terelakkan lagi. Hati Onigumo seutuhnya tak mampu lepas dari sosok bidadari yang murni itu. Namun, di sisi lain kekejian malah membaur menyampul sang gumpalan hati... Hati yang dulunya merindukan gadis itu. Hati yang hingga sekarang masih belum mampu melepaskan gadis itu...

"Maafkan aku, Kikyo..." rintih Kagome dengan jutaan bilah yang seakan menghunus batinnya. "Maafkan aku, seharusnya aku bisa menyelamatkanmu-"

Api itu mengganas. Semuanya berkecamuk. Semuanya seakan terasa melepuh. Ayah, kenapa kau harus menjadi seperti itu? Atau... kenapa aku yang seharusnya tak pernah gamang malah jadi seperti ini?

Ketika seorang pengabdi setia yang berdedikasi dan penuh loyalitas berusaha mengungkap tabir yang sempat membeku...

Angin yang mulanya adalah sosok yang terbelenggu, kini akhirnya bebas. Meski semuanya seperti mati rasa, namun pupil emas itu dengan sendunya bersedia menatap lurus kebebasan sosok itu.

Gadis lugu berusia delapan tahun yang berusaha memperjuangkan hidupnya bersama sang daiyoukai dulu, kini menjelma menjadi gadis cantik enam belas tahun yang mulai paham apa itu arti 'perpisahan'.

Di balik topeng tanpa ekspresi milik sosok superior, Sesshomaru, ternyata ada ribuan gejolak yang tak hentinya merundung batinnya.