Sai baru selesai membasuh tubuhnya kala ia mendengar ketukan penuh urgensi dan sebuah suara familiar. Saat Sai akhirnya menarik pintu, benar saja—itu memang Ino. "Sai! Gawat, sesuatu te—AHHHH! YA TUHAN! KENAPA KAU TIDAK PAKAI BAJU SIH!" /Saiino. Three-shots. Canon./ [penjabaran dari scene-scene Saiino di novel Sakura Hiden] /sorry for the wrong notif, i just edited the chapters.

Di kala hujan hari itu.../ "Gambarkan satu payung lagi buatku—/ "Tidak perlu," jawab Sai cepat, yang membuat Ino agak tertegun. Sai menatapnya lekat, membuat jantungnya memberontak tak karu-karuan. "Payung ini cukup kok. Aku sengaja menggambarnya agak besar agar muat untuk kita berdua," Uh oh. Lagi-lagi, Ino Yamanaka pun dibuat bersemu hari itu/ canon.

Mereka terpisah raga. Dimana Sai tidak bisa meraihnya dan mendekapnya semau yang ia bisa. Dimana mereka hanya berbekal komunikasi lewat surat dan telepati Ino untuk saling melepas kerinduan yang menghimpit dada. / "—aku rindu kamu"/ saiino. canon-setting.

Sebagaimana kata Boruto—Paman Sai memang lemah jika itu menyangkut bibi Ino/ [Series IV] / "Jangan memasang wajah menyedihkan begitu, Sai," Sakura tak sengaja mendengar Ino terkekeh setelah ia melewati kontraksinya, "Aku baik kok,"/ "Tapi aku tidak suka melihat kau kesakitan seperti itu," Perasaannya saja atau bukan, tapi Sakura bersumpah Sai seperti tengah menahan tangis.

Sebagaimana kata Boruto—Paman Sai memang lemah jika itu menyangkut bibi Ino/[Series III] / "Sepuluh menit saja, aku masih ingin memelukmu," Sai benci terlambat, tapi kalau Ino yang meminta, maka bisa jadi lain cerita. Ino Yamanaka yang suka memporak-porandakan semestanya yang sebelumnya tersusun sedemikian rupa. "Aku punya ide lebih baik untuk dihabiskan selama sepuluh menit ini,"

Sebagaimana kata Boruto—Paman Sai memang lemah jika itu menyangkut bibi Ino (Boruto The Movie Novel Chapter 3) /[Series II: Ngambek]/ Kata Naruto, Sai tidak boleh jadi lelaki memble. Maka atas dasar itulah Sai kekeuh mempertahankan posisi. Membelakangi Ino dan masih menolak bertukar pandang. Karena jauh dari dalam hatinya, Sai tahu—sekali tengok, dia pasti ambyar.

Sebagaimana kata Boruto—Paman Sai memang lemah jika itu menyangkut bibi Ino (Boruto The Movie Novel Chapter 3) / [Series I: Kotor] / "Kau membuatku mulai membayangkanmu sebagai sesuatu yang lain, Ino. Membayangkanmu sebagai seorang wanita,"

Jaman sekarang, terkadang menyatakan cinta memang butuh kefrontalan. "Hai, namaku Sai dan aku cinta kamu," —Sai bersumpah ia bisa mendengar tawa laknat Kiba dan Naruto dari kejauhan. Apa ia salah? /saiino/au. Coffeshop!au.

Sejak ada Ino dan Inojin dihidupnya, Sai bersumpah ia akan melindungi dua harta berharganya itu. Seperti saat ini, ketika ada bahaya yang menunggu Inojin, maka ia harus beraksi. Sai tak akan membiarkan sang musuh mendapatkan Inojin begitu saja. Ia akan melindungi Inojin meski ia harus mati sekalipun— "Astaga Sai! Inojin hanya akan dipasangi anting-anting! Kau itu berlebihan!"

"Setelah aku selesai menggambar objek yang membuatku puas, aku akan pulang dari rumah sakit," Shikamaru melirik tempat sampah yang penuh dengan gulungan kertas hasil gambaran Sai. 'Hmm. Tapi sepertinya ia tak akan pernah puas atau—ah. Atau itu hanya alibinya saja karena dia tidak mau meninggalkan sisi Ino, huh'/Terinspirasi dari scene saiino di novel Sasuke Hiden: Book of Sunrise'

Ino Yamanaka pun hanya bisa mengerjap, kala pembeli aneh itu tanpa babibu dan penuh kesungguhan bertanya, "Mau jadi pacar keduaku?" \au. 1shoot. saiino/

Naruto dibuat berjingit dengan kemunculan Ino dan Sai dari arah dapur dengan wajah yang sama-sama merah, bibir yang sedikit bengkak, dan nafas terengah. Naruto tersenyum lebar, "Udah Samyang Challenge-nya? Pedes banget ya Samyang-nya sampai bibirnya pada bengkak gitu?" / Saiino. AU.

Cinta itu warna-warni. Setiap warna, punya kisahnya sendiri. Seperti pelangi yang saling melengkapi, dan datang setelah badai menghampiri. "Aku suka rambutnya yang kuning dan matanya yang biru," Sakura menyipitkan mata, menelisik Sai dengan pandangan curiga, "Sai, kamu suka Naruto ya?" / [Saiino. AU. Drabbles]

"Ngenesnya aku, punya kekasih nggak romantis. Kaku kayak kanebo kering. Digombali saja tidak pernah," Abaikan, Joonmyun, abaikan—"Tahu gitu dulu waktu Yifan yang nembak, aku terima saja,"—oke, cukup. Yixing minta digombal? Baik ia lakukan. [*sulay/university!au/gombal gembel]

Baru hari pertama jadi supir ojek online, Yixing sudah dikagetkan dengan order aneh macam—"Tolong belikan satu meatlover pizza di Fitsa Hats terus oh, nitip kondom rasa duren sekalian ya mas," —Ini serius? /SuLay/ one-shot/warning inside.

Kim Joonmyun, dan segala usahanya untuk membuat si penjaga kasir berlesung pipi itu mengetahui perasaannya, termasuk—"Kopi. Kopi apa yang pahit?"/"Semua kopi rasanya pahit, Joonmyun." /SuLay/boyxboy/

[Sulay] Bermula dari Suho yang butuh sneaker, dan Kris yang mengusulkan berbelanja online./ "Sis, bisa Cod-an?"/ "Joonmyun, kamu sebenernya promosi sellernya atau barangnya sih?" [onlineshop!au]

Dari barista tampan, kaleng coca cola bahkan soda gembira. Dalam setiap momen dan kesempatan, setiap minuman selalu punya kisah untuk diceritakan. /"Selama janur kuning belum melengkung, bolehlah ditikung."/ "Hyung, bagaimana rasanya berciuman?"/ [kumpulan drabbles, collabs] [*sulay, suho-centric, well, kinda]

Kisah mereka diwakili oleh tujuh lapisan warna pelangi. Dan setiap warna, punya kisahnya sendiri. / "Rumah Yixing banyak nyamuk ya?" / {sulay. joonxing. drabble-ish}

"Mulai sekarang aku memutuskan jatuh cinta pada Oh Sehun saja!" Yixing mengepalkan kepalanya ke udara dengan semangat yang kentara. Joonmyeon memutar mata, "Terserah."/ "Kak Yixing, Pap dong."/ inspired by ask fm/ AU. Sulay.